Salah satu ayat Alquran yang populer dijadikan pengingat oleh para pembacanya adalah surah al-Insyirah ayat 5-6. Pada ayat ini, Alquran seakan mengingatkan manusia untuk selalu berpikir positif terhadap kehidupan, tidak putus asa, dan semacamnya.
Ujian dan cobaan adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Siapapun pasti menemuinya. Bahkan, Nabi Muhammad saw. yang merupakan al-insan al-kamil (manusia sempurna) juga tak luput dari cobaan, justru cobaannya lebih besar daripada yang lain. Pada kondisi tersebut, surah al-Insyirah ayat 5-6 sangat berkaitan.
Baca Juga: Setelah Kesulitan Pasti Ada Kemudahan: Tafsir Surah al-Insyirah Ayat 5-6
Uniknya, dua ayat ini seakan sengaja diulang oleh Allah swt. untuk maksud tertentu. Lebih spesifik pula, kata yang digunakan untuk mengekspresikan arti ‘kesulitan’ (‘usr) dan arti ‘kemudahan’ (yusr) berbeda bentuk.
Al-’usr (kesulitan) menggunakan bentuk ma’rifat (bisa dipahami dengan kata khusus dalam kaidah bahasa Indonesia), sedang yusr (kemudahan) menggunakan bentuk nakirah (bisa dipahami dengan kata umum dalam kaidah bahasa Indonesia). Hal ini memberi inspirasi kepada para ahli ilmu balaghah untuk mengkaji keda ayat tersebut dengan lebih mendalam.
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6) (الإنشراح: 5-6)
“Sesungguhnya bersama kesulitan terdapat kemudian. Sesungguhnya bersama kesulitan terdapat kemudahan.” (Q.S al-Insyirah: 5-6)
Dalam Tafsir Mafatih al-Ghaib disebutkan bahwa ayat ini turun ketika Nabi saw. dan kaum muslimin dicela oleh orang-orang kafir karena faktor ekonomi. Celaan tersebut menyebabkan kesedihan dalam hati mereka. Lantas, turunlah ayat tersebut seraya membawa kabar gembira, mengingatkan bahwa dalam setiap kesulitan terdapat kemudahan.
Pesan implisit yang disampaikan ayat tersebut sangatlah mendalam. Berdasarkan gramatikanya, ayat tersebut mengandung makna bahwa dalam satu kesulitan terdapat dua kemudahan. Pemaknaan ini berdasarkan perbedaan diksi “al-usr” yang berstatus ma’rifat (tertentu) dan “yusran” yang berstatus nakirah (umum).
Dalam disiplin ilmu Balaghah (sastra Arab), bila ada kalimat ma’rifat yang diulang-ulang maka yang dikehendaki adalah satu hal. Sedangkan jika yang diulang-ulang adalah kalimat nakiroh maka yang dikehendaki adalah dua hal, kalimat yang pertama berbeda dengan kalimat yang kedua.
Syekh Abdullah al-Akhdlari dalam Nadzam al-Jauhar al-Maknun menjelaskan:
ثُمّ مِنَ الْقَوَاعِدِ الْمُشْتَهَرَهْ … إِذَا أَتَتْ نَكِرَةً مُكَرَّرَهْ
تَغَايَـرَتْ وَإنْ يُـعَرَّفْ ثَانِيْ … تَـوَافَقَا كَـذَا الْمُعَرَّفَانِ
“Kemudian, termasuk dari kaidah yang populer adalah (ketentuan) ketika terdapat kalimat nakiroh yang diulang-ulang maka yang pertama dan kedua itu berbeda. Dan jika kalimat yang kedua berbentuk makrifat maka keduanya adalah sesuatu sama, begitu juga dengan dua kalimat yang ma’rifat.”
Bila diterapkan pada ayat di atas, maka pengulangan “yusr” menunjukkan dua hal yang berbeda. “yusr” yang pertama berbeda dengan “yusr” yang kedua. Artinya, pengulangan tersebut memberikan makna adanya dua kemudahan. Sedangkan pengulangan lafadz “al–usr” menunjukkan satu hal saja. “al-’usr” yang kedua adalah keadaan dari “al-usr” yang pertama. Artinya, pengulangan tersebut memberikan makna adanya satu kesulitan.
Dengan menerapkan kaidah tersebut, seakan-akan ayat di atas hendak menyampaikan bahwa “Sesungguhnya setelah kesulitan terdapat kemudahan. Dan sesungguhnya setelah kesulitan itu terdapat kemudahan yang lain lagi.” Sederhananya, ayat di atas menunjukkan bahwa “setelah satu kesulitan terdapat dua kemudahan”. Demikian yang dipaparkan imam al-Baghawi dalam tafsirnya.
Pemaknaan ini sesuai dengan sabda Nabi saw. sesaat sebelum turunnya ayat tersebut. Nabi saw. bersabda:
لَنْ يَغْلِبَ عُسْرٌ يُسْرَيْنِ، (إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا، إِنَّ مَعَ الْعُسْرَ يُسْرًا). (رواه البيهقي)
“Satu kesulitan tidak mengalahkan dua kemudahan. Sesungguhnya setelah kesuliltan terdapat kemudahan, sesungguhnya setelah kesulitan terdapat kemudahan.“ (HR. Baihaqi)
Selain itu, nakirah-nya kalimat “al-’usr” juga mengandung makna lain yang sangat mendalam pula. Dalam disiplin ilmu balaghah, kalimat nakirah menunjukkan sesuatu yang dahsyat dan agung, melampaui hal yang sekadar biasa saja. Dalam Nadzam al-Jauhar al-Maknun disebutkan:
وَنَكَّرُوْا إِفْرَادًا أَوْ تَكْثِيْرَا * تَنْوِيْعًا أَوْ تَعْظِيْمًا أَوْ تَحْقِيْرًا
“Para ahli balaghah membuat musnad ilah nakiroh karena tujuan menyendirikan, memperbanyak, membuat variasi, mengagungkan, atau menghina.”
Jika diterapkan pada ayat di atas, maka kemudahan yang dikehendaki adalah kemudahan yang besar dan sempurna. Menurut imam Nawawi al-Bantani, seakan-akan ayat tersebut menyampaikan bahwa “sesungguhnya setelah kesulitan terdapat kemudahan yang besar dan sempurna”.
Baca Juga: Tafsir Surah Al-Insyirah Ayat 7-8: Masa Pandemi Tetap Harus Produktif
Kesimpulannya, melalui pendekatan balaghah, ayat ini mengandung makna bahwa “sesungguhnya setelah satu kesulitan terdapat dua kemudahan yang besar dan sempurna”. Pesan yang terkandung dalam surah al-Insyirah ayat 5-6 ini menekankan pentingnya harapan dan optimisme dalam menghadapi setiap ujian hidup. Kesulitan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari datangnya kemudahan dan kebahagiaan yang agung serta berlipat ganda. Wallah a’lam