BerandaUlumul QuranKarya-Karya Tafsir Bercorak Sosial di Era Modern

Karya-Karya Tafsir Bercorak Sosial di Era Modern

Dalam sebuah kajian, ada yang mengatakan bahwa para peneliti tafsir modern itu tidak mampu menghasilkan karya tafsir secara utuh. Memang harus diakui, beberapa mufasir modern tidak selesai dalam menafsirkan Alquran. Bahkan, Abduh sebagai bapak tafsir modern pun tidak selesai dalam menyampaikan pelajaran tafsir di Masjid Al-Azhar yang kemudian ditulis oleh Rashid Ridla menjadi Tafsir Al-Manar.

Abduh hanya menyampaikan pelajaran tafsir tersebut sampai surah An-Nisa: 126. Selanjutnya, Tafsir al-Manar dilengkapi oleh Rashid Ridla sampai surah Yusuf. Namun demikian, pengaruh Tafsir Al-Manar terhadap perkembangan tafsir modern sangatlah kuat.

Muhammad Husein al-Dhahabi menyebut Abduh sebagai bapak tafsir modern. Abdul Mustaqim menjadikan Abduh sebagai titik awal permulaan munculnya tafsir modern-kontemporer. Kebaruan tafsir yang ditawarkan oleh Abduh adalah corak sosial yang tidak dimunculkan oleh tafsir pada era sebelumnya. Corak sosial ini lahir dari paradigma “Al-Ihtida’ bi Al-Qur’an” atau “Alquran itu kitab hidayah” yang sering diulang-ulang dalam Tafsir Al-Manar.

Baca juga: Alquran dan Problem Sosial Kemanusiaan Perspektif Cendekiawan Muslim Kontemporer

Deskripsi paradigma ini dapat dilihat dari apa yang disebut oleh Abduh dengan istilah Al-Maqshid Al-A’la (tujuan tertinggi dari sebuah penafsiran). Dia berpendapat bahwa tujuan penafsiran itu untuk memunculkan pemahaman terhadap sebuah ajaran yang menunjuki manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Inilah inti dari corak sosial yang ditawarkan Abduh. Corak ini disebut oleh al-Dhahabi dengan istilah al-adab al-ijtima’i, dan disebut oleh Fadel Abbas dengan istilah al-aql al-ijtimā’i.

Cara pandang ini berkembang sehingga memunculkan beragam karya tafsir bercorak sosial dengan berbagai pola yang berbeda. Ada karya tafsir yang ditulis dengan urutan mushafi, nuzuli, atau mawdhu’i. Ada karya yang ditulis oleh individu atau lembaga. Ada juga karya tafsir dari kalangan Arab, begitu pula dari kalangan Indonesia. Di bawah ini, kami menampilkan beberapa contoh karya tafsir modern bercorak sosial dengan sedikit memberikan deskripsi terhadap karya tersebut.

Beberapa contoh tafsir era modern bercorak sosial

Contoh pertama adalah Tafsir Al-Marāghi karya Ahmad ibn Mustafa Al-Maraghi dan Tafsīr Al-Qur’ān Al-Karīm karya Mahmud Shaltut. Kedua karya tafsir ini ditulis berdasarkan urutan mushafi. Mufasir mengelompokkan beberapa ayat kemudian diijtihadi untuk menentukan tema kelompok ayat tersebut. Tiap tema kelompok ayat biasanya dihubungkan dengan tema kelompok ayat sesudah atau sebelumnya. Hal ini menegaskan bahwa setiap ayat memiliki munāsabah antara yang satu dengan yang lainnya.

Contoh kedua adalah Nahwa Al-Tafsīr Al-Mawḍū‘ī karya Muhammad Al-Ghazali dan Ilā Al-Qur’ān Al-Karīm karya Mahmud Shaltut. Kedua karya tafsir ini merupakan karya tafsir mawḍū’i li al-sūrah. Urutannya tetap urutan mushafi seperti pada contoh pertama. Mufasir fokus pada tema pokok dari surah yang ditafsirkan. Tema pokok tersebut mengandung tema-tema turunan pada setiap kelompok ayat dalam surah tersebut. Deskripsi ini menunjukkan bahwa karya tafsir ini lebih ringkas dibandingkan karya sebelumnya.

Contoh selanjutnya adalah Fahm Al-Qur’ān Al-Hakīm karya Muhammad Abid Al-Jabiri dan Al-Tafsir Al-Hadīth: Tartīb Al-Suwar Hasba Al-Nuzūl karangan Muhammad Izzah Darwazzah. Karya tafsir ini unik dibandingkan karya-karya tafsir sebelumnya. Penulisannya didasarkan pada urutan nuzūlī. Penafsiran dengan urutan nuzūlī erat dengan penggunaan pendekatan historis dalam pemahaman ayat-ayatnya. Pemahaman ini juga tidak mungkin lepas dari pengetahuan terhadap sirah Nabi Muhammad saw.

Baca juga: Uraian Singkat Beberapa Mufasir Indonesia Modern dari A. Hassan hingga Quraish Shihab

Contoh keempat adalah Al-Tafsīr Al-Mawḍū‘ī karya tim dari Universitas Madinah Internasional (MEDIU), Al-Tafsīr Al-Mawḍū‘ī li Suwar Al-Qur’ān Al-Karīm karya Mustafa Muslim bersama Tim Universitas Sarjah, dan Al-Tafsīr Al-Mawḍū‘ī lī Al-Qur’ān Al-Karīm karya Hasan Hanafi. Jika karya-karya tafsir sebelumnya menggunakan urutan mushafī dan nuzūlī, pembahasan karya tafsir ini menggunakan urutan mawḍū’i. Mufasir mengurutkan tema-tema berdasarkan ijtihad mereka, mana yang layak dituliskan di awal dan mana yang dituliskan pada bagian-bagian selanjutnya.

Karya tafsir seperti ini memiliki keunggulan rinci dalam membahas sebuah tema, sehingga dapat mengarahkan pada pemahaman yang holistik terkait tema tersebut. Kekurangannya adalah pembahasan tema tersebut akan sangat subjektif jika data ayat-ayat, hadis-hadis, dan aqwal (pernyataan-pernyataan) ulama yang dibutuhkan tidak komprehensif.

Contoh kelima adalah Tafsir Al-Qur’an Tematik yang disusun oleh Tim Departemen Agama RI, Wawasan Alquran Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat yang ditulis oleh M. Quraish Shihab, serta Ensiklopedia Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci karya Muhammad Dawam Rahardjo. Contoh ini serupa dengan contoh keempat, namun berbeda dalam penulisnya. Apabila contoh keempat ditulis oleh orang-orang Arab, maka contoh-contoh tafsir ini ditulis oleh orang atau lembaga yang berada di Indonesia.

Baca juga: Tafsir Alquran Bersifat Multivokal, Ini Tiga Alasannya

Selanjutnya, terdapat contoh keenam yaitu Tafsir Al-Tanwir yang disusun oleh Tim Persyarikatan Muhammadiyah. Contoh ini memiliki kesamaan dengan contoh pertama yang menggunakan pola tahlīlī-mawdū’ī. Akan tetapi, perbedaannya terletak pada asal penulisnya, yaitu para mufasir yang berasal dari lembaga Persyarikatan Muhammadiyah di Indonesia.

Demikian berbagai macam contoh tafsir pada era modern. Kami menguraikan sedikit deskripsi dari contoh-contoh di atas. Karya-karya di atas adalah contoh tafsir modern bercorak sosial di luar karya-karya tafsir bercorak ilmī, maẓhabī dan ilhādi yang juga muncul di era modern sebagaimana dijelaskan oleh Muhammad Husein al-Dhahabi. Semoga bisa menambah wawasan dan pengetahuan pembaca terhadap berbagai macam karya tafsir di era ini.

Miftah Khilmi Hidayatulloh
Miftah Khilmi Hidayatulloh
Dosen Prodi Ilmu Hadis, FAI, UAD
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...