BerandaUlumul QuranKeindahan Konsep Sinonim dan Antonim dalam Alquran

Keindahan Konsep Sinonim dan Antonim dalam Alquran

Setiap kata pasti memiliki sifat yang sama maupun berlawanan. Hal inilah yang disebut dengan sinonim dan antonim. Di dalam Alquran, banyak dimuat ayat yang mengandung dua hal tersebut. Hal ini termasuk keindahan bahasa Alquran.

Untuk mengetahui keindahan konsep sinonim dan antonim dalam Alquran, dapat ditelusuri melalui ilmu balaghah qur’an, yaitu suatu ilmu yang mempelajari tentang cara pengungkapan bahasa yang indah dalam Alquran. Dengan mempelajari ilmu tersebut, dapat diketahui keindahan-keindahan bahasa yang terkandung dalam Alquran.

Dalam ilmu balaghah qur’an, terdapat cabang ilmu yang secara khusus mempelajari tentang keindahan bahasa, baik dari segi lafaz maupun makna. Ilmu tersebut diistilahkan dengan ilmu badi’. Ilmu badi’ adalah suatu ilmu yang dapat diketahui darinya gambaran keindahan suatu kalam.

Baca juga: Pandangan Ulama Tentang Konsep Sinonimitas dalam Alquran

Ilmu ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu muhassinat lafdzi dan muhassinat maknawi. Muhassinat lafdzi merupakan keindahan suatu kalam dilihat dari segi lafaznya. Sementara muhassinat maknawi merupakan keindahan suatu kalam dilihat dari segi maknanya.

Muhassinat lafdzi terdiri dari beberapa cabang ilmu, salah satunya adalah ilmu jinas. Muhassinat maknawi juga terdiri dari beberapa cabang ilmu, salah satunya adalah ilmu thibaq. Dengan ilmu jinas dan thibaq inilah, maka dapat diketahui sinonim dan antonim kata yang terkandung dalam Alquran (Rumadani Sagala, Balaghah, 148).

Disebutkan dalam kitab al-Balaghah al-Wadhihah, pengertian jinas menurut ‘Ali al-Jarim dan Musthafa Amin adalah dua kata yang sama dalam pengucapan tetapi berbeda dalam pemaknaan.

Baca juga: Mengenal Sinonim dan Homonim dalam Alquran, Konsep Kebahasaan yang Mesti Diketahui Mufassir

Keindahan jinas terletak pada lafaznya yang memiliki kesamaan atau kemiripan redaksi. Perlu dipahami bahwa, kesamaan tersebut bukan berarti mengandung makna yang sama. Akan tetapi, ia mengandung makna yang berbeda.

Hal ini dapat dilihat pada pembagian jinas yang dibedakan menjadi dua, yaitu jinas tam dan jinas ghairu tam. Jinas tam (jinas sempurna) adalah dua kata yang sama pengucapannya dalam empat hal, yaitu: jenis huruf, harakat huruf, jumlah huruf, dan urutan huruf.

Contoh dari jinas ini dapat dilihat pada firman Allah Q.S. Arrum [30]: 55 berikut,

وَيَوْمَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ يُقْسِمُ الْمُجْرِمُوْنَ ەۙ مَا لَبِثُوْا غَيْرَ سَاعَةٍ ۗ كَذٰلِكَ كَانُوْا يُؤْفَكُوْنَ

“Pada hari (ketika) terjadi kiamat, para pendurhaka (kafir) bersumpah bahwa mereka berdiam (dalam kubur) hanya sesaat (saja). Begitulah dahulu mereka dipalingkan (dari kebenaran).”

Pada ayat di atas, kata sa‘ah yang pertama dan kedua memiliki kesamaan dalam pengucapannya, tetapi berbeda dalam maknanya. Sa‘ah yang pertama bermakna ‘hari kiamat’, sementara sa‘ah yang kedua bermakna ‘waktu yang sesaat’.

Baca juga: Perbedaan Sinonim Kata Sanah dan ‘Am dalam Alquran

Sementara jinas ghairu tam (jinas tidak sempurna) adalah dua kata yang mirip pengucapannya, tetapi tidak sama pada salah satu dari empat hal tersebut. Contoh dari jinas ini dapat dilihat pada firman Allah Q.S. Addhuha [93]: 9-10 berikut,

فَاَمَّا الْيَتِيْمَ فَلَا تَقْهَرْۗ  وَاَمَّا السَّاۤىِٕلَ فَلَا تَنْهَرْ

“Terhadap anak yatim, janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. Terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardik.”

Pada ayat di atas, kata taqhar dengan kata tanhar hampir sama dalam pengucapannya. Perbedannya terletak pada jenis hurufnya. Pada huruf yang kedua, kata taqhar menggunakan huruf qaf, sementara kata tanhar menggunakan huruf nun. Makna di antara keduanya pun juga berbeda. Kata taqhar bermakna ‘sewenang-wenang’ dan kata tanhar bermakna ‘menghardik’ (‘Ali al-Jarim dan Musthafa Amin, al-Balaghah al-Wadhihah, 281).

Baca juga: Deskripsi dan Kritik atas Penafsiran Bint al-Syathi’

Setelah memahami ilmu jinas, perlu juga untuk memahami ilmu thibaq agar dapat mengetahui kata antonim dalam Alquran. Dalam kitabnya, ‘Ali al-Jarim dan Musthafa Amin mendefinisikan thibaq dengan berkumpulnya suatu perkara dengan lawannya dalam satu kalimat. Contoh dari thibaq ini dapat dilihat pada firman Allah Q.S. Addhuha [18]: 18 berikut,

وَتَحْسَبُهُمْ اَيْقَاظًا وَّهُمْ رُقُوْدٌ ۖ

“Engkau mengira mereka terjaga, padahal mereka tidur.”

Pada ayat di atas, kata aiqadhan berlawanan makna dengan kata ruqud. Kata aiqadhan memiliki makna ‘bangun’ (terjaga) dan kata ruqud memiliki makna ‘tidur’. Kata ‘bangun’ dan ‘tidur’ bersifat berlawanan (‘Ali al-Jarim dan Musthafa Amin, al-Balaghah al-Wadhihah, 298).

Disamping ilmu thibaq, ada juga ilmu yang hampir mirip dengannya, yaitu muqabalah. ‘Ali al-Jarim dan Musthafa Amin juga mendefinisikan muqabalah dalam kitabnya dengan pengertian mengemukakan dua makna yang sesuai atau lebih dan kemudian mengemukakan perbandingannya dengan tertib. Contoh dari muqabalah dapat dilihat pada firman Allah Q.S. Attaubah [9]: 82 berikut,

فَلْيَضْحَكُوْا قَلِيْلًا وَّلْيَبْكُوْا كَثِيْرًاۚ

“Maka, biarkanlah mereka tertawa sedikit (di dunia) dan menangis yang banyak (di akhirat)”

Pada ayat di atas, kata yadhaku yang bermakna ‘tertawa’ berlawanan dengan kata yabku yang bermakna ‘menangis’. Dan kata qalilan yang bermakna ‘sedikit’ berlawanan dengan kata katsiran yang bermakna ‘banyak’. (‘Ali al-Jarim dan Musthafa Amin, al-Balaghah al-Wadhihah, 303).

Baca juga: Tafsir Surah Al-Ikhlas: Mengenal Tuhan Via Negativa (Bag. 1)

Perlu diketahui bahwa ilmu thibaq dan muqabalah memiliki kemiripan. Perbedaan yang menonjol antara keduanya terletak pada posisi lawannya dan juga jumlah pasangan katanya. Posisi lawan thibaq berada di dalam satu kalimat dan hanya berjumlah sepasang kata. Sementara posisi lawan muqabalah berada di lain kalimat dan berjumlah dua pasang kata atau lebih.

Demikian sedikit ulasan dari konsep sinonim dan antonim dalam Alquran. Ini sekali lagi menunjukkan betapa indahnya bahasa Alquran. Bagaimana tidak, bukankah Alquran hadir sebagai mukjizat untuk menandingi bangsa Arab yang dahulu dikenal akan syair-syair indahnya? Wallahu a’lam bish shawab.

Nadya Saadatur Rohmah
Nadya Saadatur Rohmah
Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU