BerandaTafsir TematikTafsir EkologiKewajiban Merawat Bumi dan Larangan Merusaknya dalam Al-Quran

Kewajiban Merawat Bumi dan Larangan Merusaknya dalam Al-Quran

Bumi merupakan planet yang menjadi tempat tinggal bagi kita dan semua makhluk yang hidup di dalamnya. Planet bumi ini merupakan karunia Allah Swt. yang perlu dirawat dan dilestarikan. Merawat bumi merupakan kewajiban yang mesti diperhatikan dan direalisasikan dalam kehidupan. Kewajiban tersebut dipahami dari beberapa ayat Al-Quran yang menunjukkan larangan merusak dan meruntuhkan ekosistem bumi seperti Q.S. Al-Baqarah [2]: 11.

Ekosistem bumi dalam konteks ini mencakup ekosistem alam, moral, dan agama. Oleh karena itu, perilaku yang mengarah pada ketidak seimbangan bumi sejatinya tidak menyesuai tuntunan dari Alquran. Kata “bumi” sendiri dalam Al-Quran dinyatakan dengan lafaz Ardl (أرض) yang diulangi sebanyak 471 kali.

Memahami Kondisi Bumi Saat Ini

Para ahli memprediksi usia bumi saat ini adalah 4,54 miliar tahun, namun prediksi tersebut berpotensi besar adanya kesalahan perhitungan hingga 50 juta tahun. Terlepas dari perhitungan itu, harus dicatat bahwa keadaan bumi saat ini mulai memasuki era lanjut usia. Usia yang terlampau tua itu diperparah dengan penghuninya yang kurang bertanggung jawab. Padahal bumi yang sudah terlampau tua, membutuhkan perawatan dan penjagaan yang maksimal, supaya tidak cepat musnah.

Hari Bumi atau Earth Day menjadi momen dimana umat dunia sadar terhadap kondisi dan keadaan bumi sekarang ini. Adanya ‘Hari Bumi’ tersebut di samping menjadi tindakan peduli bumi dan lingkungan, hal ini juga yang menandakan bahwa bumi kita tidak sedang baik-baik saja. Karena lahirnya sebuah tindakan atau peringatan disebabkan oleh insiden-insiden tertentu.

Pada tahun 2021, hari bumi mengambil tema “restore our earth” atau pulihkan kembali bumi kita. Tema tersebut berfokus pada pemulihan lingkungan yang kondisinya kurang kondusif. Banyaknya perusahan tambang, pabrik, dan padatnya kendaraan adalah sebagian yang menyebabkan lingkungan bumi tidak sehat.

Dalam konteks Indonesia, menurut Greenpeace Indonesia masalah lingkungan disebabkan karena; pertama, penurunan kualitas dan rusaknya terumbu karang; kedua, masalah sampah plastik; ketiga, polusi udara dan; keempat, deforestasi (penambangan hutan).

Apabila kita melihat secara luas bagaimana kondisi bumi sekarang, meliputi keadaan penghuninya dan kualitas penghambaan kepada Allah Swt. maka akan semakin cemas dengan adanya istilah “akhir zaman”. Artinya, bumi ini tidak akan bertahan lama lagi. Walaupun demikian, bukan berarti seseorang kehilangan semangat untuk hidup di bumi ini, justru fakta di atas harus dijadikan bahan evaluasi menuju lebih baik.

Hukum Menjaga Kemapanan Bumi

Manusia diciptakan oleh Allah Swt. sebagai khalifah (pengganti/pemimpin) di muka bumi ini. Tugas dan kemampuannya di atas rata-rata, mengungguli makhluk-makhluk lain, termasuk malaikat. Sebagai penunjang tugasnya sebagai khalifah, Allah memberikan potensi besar di dalam diri manusia sebagai media dalam memaksimalkan tugas tersebut. Oleh sebab itu, beban menjaga dan merawat bumi sepenuhnya ada di atas pundak manusia.

Dalam diskursus fikih, beban tersebut berhubungan erat dengan hukum yang tertuju pada orang mukallaf. Apabila kita mencermati ayat terkait dengan larangan merusak bumi, maka hukum menjaga dan merawat bumi adalah wajib. Allah Swt. berfirman:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمۡ لَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ قَالُوٓاْ إِنَّمَا نَحۡنُ مُصۡلِحُونَ  (١١)

Dan jika dikatakan kepada mereka, “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi ini!” Jawab mereka, “Sesungguhnya kami ini berbuat kebaikan (Q.S. Al-Baqarah [2]: 11].

Ayat tersebut menurut al-Tabari mendeskripsikan ciri-ciri orang munafik yang menggap dirinya berbuat kebaikan dan enggan mengakui kesalahan atas perbuatannya. Atas dasar itu, dalam ayat 12 Allah Swt. merespon anggapan tersebut dengan nada peringatan bahwa mereka telah berbuat kerusakan. Di antara perbuatannya ialah menolak beriman kepada Nabi dan menuduh para sahabat adalah orang yang bodoh.

Dari teks لَا تُفۡسِدُواْ dapat kita pahami bahwa lafaz itu berbentuk nahyi (larangan) melakukan kerusakan di muka bumi ini. Kaidah ushul fiqh menegaskan bahwa:

النَهْيُ عَنِ الشَيْءِ أٌمْرٌ بِضِدِهِ

Larangan terhadap sesuatu berarti perintah terhadap kebalikannya.

Berdasarkan kaidah di atas maka menjaga kemapanan (tidak merusak) bumi merupakan perilaku (sesuatu) yang diperintahkan (amr) oleh Allah Swt. Sedangkan pada dasarnya amr (perintah) hukum asalnya adalah wajib. Dengan demikian, hukum menjaga kemapanan bumi adalah wajib.

Baca juga: Tafsir Ilmi Kemenag: Bumi yang Dinamis dan Relevansinya Bagi Kehidupan

Beragam Kerusakan dan Cara Merawat Bumi

Walaupun di dalam ayat di atas kerusakan terkait dengan akidah, namun ketika dimaknai secara umum, yang dimaksud dengan kerusakan tidak hanya dalam akidah. Tanpa menghilangkan makna ayat ketika penurunannya, dapat kita cermati di dalam ayat lain yang satu frekuensi dengan ayat di atas. Allah Swt. berfirman:

وَلَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ بَعۡدَ إِصۡلَٰحِهَا وَٱدۡعُوهُ خَوۡفًا وَطَمَعًاۚ إِنَّ رَحۡمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ (٥٦)

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi ini sesudah Allah memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan dengan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik (Q.S. Al-A’raf [7]: 56).

Wahbah Al-Zuhaili (al-Tafsīr al-Munīr (8): 240) mengklasifikasikan ayat tersebut pada keharaman merusak ekosistem bumi. Menurutnya, melakukan kerusakan di sana mencakup pada lima poin; pertama, kerusakan agama dengan kekufuran dan bidah; kedua, kerusakan jiwa dengan membunuh dan mencederai anggota tubuh. Ketiga, kerusakan harta dengan meng-gasab, mencuri, dan menipu; keempat, kerusakan akal dengan meminum yang memabukkan dan sejenisnya; kelima, kerusakan keturunan dengan berani melakukan zina, sodomi, dan qadzaf.

Ayat di atas dipertegas kembali oleh ayat 85 dalam surah yang sama. Allah Swt. berfirman.

…..وَلا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاَحِهَا ذلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (۸۵)

…Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang beriman (Q.S. Al-A’raf [7]: 85).

Kedua ayat tersebut diikuti dengan lafaz إصْلاَح yang diartikan sebagai perbaikan. Maka dari itu dapat dipahami penafsiran terkait islah merupakan cara untuk melestarikan bumi; yaitu dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut; pertama) memperbaiki akidah; kedua, perilaku; ketiga, akhlak; keempat, sistem sosial; kelima, peradaban dan kultur; keenam, infrastruktur; ketujuh, pertanian; kedelapan, industri; dan kesembilan, perdagangan.

Adapun realisasi dari poin-poin di atas in syaa Allah akan ditulis dalam artikel selanjutnya.

Wallahu A’lam

Baca juga: Ketahui Manfaat Gunung Sebagai Pasak Bumi, Ini Penjelasannya dalam Al Quran

 

Sihabussalam
Sihabussalam
Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...