Kisah Ibnu Muqlah; Berjasa dalam Penulisan Khat dan Mushaf namun Tragis di Karir Politik

Kisah Ibnu Muqlah
Kisah Ibnu Muqlah/ pecinta kaligrafi

Nama Ibnu Muqlah sangat terkenal dalam dunia kaligrafi. Dikenal sebagai Imam Al-Khattathin, kontribusinya sangat besar dalam penulisan khat dan mushaf Al-Qur’an. Jika kita melihat mushaf-mushaf yang kita pakai saat ini, maka ada satu jenis khat yang sangat masyhur digunakan, yaitu khat naskhi. Khat ini merupakan salah satu al-khat al-mansub hasil modifikasi Ibnu Muqlah. Kepiawaian dan jasanya dalam bidang khat sangat diakui, bahkan masih kita rasakan sampai saat ini.

Lahir dengan nama Muhammad Abu Ali bin Ali bin al-Hasan bin Abdullah bin Muqlah, skill kaligrafinya memang turun temurun dari leluhurnya. Kakeknya merupakan seorang penulis mushaf, sehingga naluri untuk mengembangkan kaligrafi pun tumbuh dalam dirinya. Ibnu Muqlah lahir pada akhir bulan Sawwal 272 H di Baghdad dan pernah menjabat sebagai wazir/menteri untuk tiga khalifah Dinasti Abbasiyah, yakni Al-Muqtadir (908-932 M), Al-Qahir (932-934 M), dan Al-Radhi (934-940 M).

Baca juga: Pengertian Kata Taubat dan Perintah Bertaubat dalam Al-Quran

Proses Berguru dan Karya Ibnu Muqlah

Ibnu Muqlah dalam ilmu khat berguru pada Ishaq bin Ibrahim al-Ahwal. Proses pembelajaran Ibnu Muqlah sebelumnya  fokus pada khat kufi. Namun, kecerdasannya dalam ilmu geometri membuatnya menemukan tata cara menulis dengan mengukur huruf per huruf secara detail dan tepat. Dengan kemampuannya itu, tebal-tipis, tinggi rendah, tegak-miring suatu huruf pun bisa serasi indah.

Ukuran-ukuran itu, dirangkum oleh Ibnu Muqlah dalam tiga standar, yakni titik, alif, dan lingkaran. Menurut Didin Sirajuddin pakar kaligrafi Indonesia, tiga standar ini semula digunakan Ibnu Muqlah pada khat Naskhi yang kemudian berkembang menjadi tsuluts, farisi, diwani, Raihan, muhaqqiq, dan riq’ah. Selain tiga standar ini, kesempurnaan goresan tulisan juga menjadi ajaran utama Ibnu Muqlah.

Selain kaidah penulisan, karya agung Ibnu Muqlah juga berupa mushaf dan kitab lainnya. Di antara karya-karya itu, mushaf yang ditemukan Ibnu Bawwab di kota Syairaz. Kemudian mushaf yang disimpan di masjid Jami’ al-Udabbas Sevilla, risalah untuk gurunya Al-Ahwal, Diwan (syair-syair), kitab ikhtiyar al-Asy’aar, kitab Jumal al-Khath, dan Risalah Wazir Ibn Muqlah fi ilmil khatti wal Qalam.

Baca juga: Mengenal Mushaf Pra-Utsmani (1): Sejarah Awal Mula Penulisan Mushaf dan Klasifikasinya

Salah satu mushaf yang ditemukan oleh Ibnu Bawwab itu, sayangnya hanya ditemukan juz 29 saja. Yang menarik lagi, salah satu goresan tangan indah Ibnu Muqlah dikirimkan sebagai surat untuk melerai peperangan antara kaum muslim dan Romawi. Bahkan surat tulisannya itu disimpan di gereja Konstantinopel dan pada hari-hari besar dipamerkan pada khalayak. Hal ini terdapat dalam keterangan Hilal Naji dalam bukunya, Ibnu Muqlah Khatkhathan wa Adiban wa Insanan.

Meskipun dikenal sebagai orang yang paling berjasa dalam penulisan khat dan mushaf, kisah tragis juga melingkupi Ibnu Muqlah di akhir hayatnya. Ibnu Muqlah awalnya memiliki karir politik bagus saat menjadi petugas pajak, karena reputasi dan integritasnya ini ia semakin naik. Namun politik tetaplah politik, karier Ibnu Muqlah pun naik turun.

Salah satu puncaknya justru berakhir tragis di era al-Radhi. Saat itu, posisi wazir Ibnu Muqlah lengser karena hasutan al-Mudzaffar bin Yaqut. Al-Mudzaffar menghasutnya sebagai penyebab krisis di kekhalifahan. Lantas, Khalifah Al-Radhi pun percaya hasutan itu dan menghukum Ibnu Muqlah, bahkan membakar koleksi kaligrafi dan rumahnya. Tak hanya itu, ada tokoh lain yang tidak menyukai Ibnu Muqlah sehingga Al-Radhi juga semakin membencinya.

Singkat cerita, Ibnu Muqlah menerima hukuman potong tangan kanan dan dijebloskan ke penjara. Meski tangan kanannya dipotong, Ibnu Muqlah masih aktif menulis kaligrafi, dan melakukan protes dengan kirim surat. Hingga akhirnya ia menerima hukuman potong lidah, dan meninggal di penjara.

Baca juga: Abu Aswad Ad-Du’ali dan Kisah Pemberian Tanda Baca dalam Mushaf Al-Quran

Dari kisah di atas, kita bisa belajar, bahwa tidak semua orang yang berjasa mendapatkan penghargaan, karena akan selalu ada yang ingin menjegalnya. Di era khulafaur rasyidin kita pun mendengar  kehidupan Sayyidina Umar, Utsman, dan Ali juga berakhir dengan duka yang menyayat.

Sebagai generasi umat muslim, tidak ada hal yang paling penting selain narasi perdamaian. Dampaknya tentu besar dan indah, seperti surat indah yang dikirimkan Ibnu Muqlah untuk Romawi.  Mari kita terus sebarkan perdamaian di tengah hiruk pikuk perpolitikan yang kadang menyedihkan.

Wallahu a’lam[]