BerandaKisah Al QuranKisah Pemuda dan Raja Pembuat Parit: Kekejaman atas Dasar Agama yang Ditentang...

Kisah Pemuda dan Raja Pembuat Parit: Kekejaman atas Dasar Agama yang Ditentang Nabi saw.

Siksaan dan kekejaman atas dasar agama terjadi dengan sangat bengis sebelum Islam datang. Bahkan di awal dakwah Nabi saw. kaum muslim juga mengalami berbagai penyiksaan hingga pembunuhan hanya karena perbedaan keyakinan. Terdapat satu kisah yang diceritakan oleh Nabi saw. sendiri terkait orang-orang pembuat parit yang termaktub dalam surah Alburuj ayat 4. Kisah yang mengajarkan bahwa nilai kemanusiaan merupakan aspek penting dalam agama.

Imam al-Nasa’i dalam kitab beliau, Sunan al-Kubra, mengeluarkan riwayat yang marfu’ sampai kepada Nabi saw. terkait kisah orang-orang pembuat parit. Berikut kisah beliau.

Seorang raja sebelum kalian memiliki seorang penyihir. Ketika penyihir tersebut telah tua ia mengatakan kepada raja,

“Usiaku telah senja. Ajalku akan segera datang. Angkatlah seorang pemuda kepadaku. Aku akan mengajarinya sihir.”

Raja itu pun mendatangkan seorang pemuda kepadanya dan ia mengajarinya sihir. Di antara penyihir dan raja terdapat seorang Rahib. Pemuda itu mendatangi Rahib, mendengarkan perkataannya, dan terkesima akan sususan katanya. Saat pemuda itu datang kepada penyihir, ia dipukul.

“Apa yang menahanmu?” kata penyihir.

Saat pulang ia mampir lagi untuk ikut majelis Rahib. Ketika sampai rumah ia pun dipukul keluarganya. Mereka katakan, “Apa yang menahanmu?”

Baca juga: Kisah Dzulqarnain dalam Alquran, Raja yang Saleh dan Bijaksana

Pemuda itu pun mengadukan peristiwa yang dialaminya kepada Rahib. Sang Rahib memberi saran, “Jika penyihir hendak memukulmu katakanlah aku ditahan keluargaku. Jika keluargamu hendak memukulmu katakan kalau engkau ditahan penyihir.”

Demikian saran Rahib dilakukan oleh pemuda itu. Hingga pada suatu hari ia menjumpai ular besar menyeramkan yang menghalangi masyarakat. Mereka tidak bisa melewati jalan yang dihuni itu.

“Hari ini aku akan mengetahui apakah ajaran Rahib lebih dicintai oleh Allah ataukah ajaran penyihir,” kata pemuda itu dalam batin seraya mengambil sebongkah batu.

“Allah, jika ajaran Rahib lebih engkau cintai dan ridai daripada ajaran penyihir maka bunuhlah ular ini sehingga orang-orang dapat lewat kembali.” Ia pun melemparkan batu dan seketika membunuh si ular. Orang-orang kembali bisa melewati jalan itu. Ia memberitakan kejadian tadi kepada Rahib.

“Anakku engkau lebih baik daripada aku, sungguh engkau akan diuji. Jika datang ujian itu padamu maka jangan engkau menunjuk padaku,” kata Rahib.

Baca juga: Wahyu Alquran dan Keteladanan Nabi Muhammad saw. sebagai Pejuang Kemanusiaan

Pemuda itu kemudian dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Seorang buta yang memiliki kedudukan di sisi Raja mendatanginya dengan membawa banyak hadiah. “Sembuhkanlah aku maka semua ini untukmu,” kata si buta.

“Aku tidak menyembuhkan siapapun. Hanya Allah Swt. yang menyembuhkan. Jika engkau beriman kepada Allah maka aku akan berdoa kepada-Nya hingga Dia menyembuhkanmu,” kata sang pemuda. Si buta beriman dan pemuda itu berdoa kepada Allah Swt. untuk kesembuhannya, Dia pun menyembuhkan kebutaan orang itu.

Ketika ia kembali kepada Raja, menempati kedudukannya, Raja berkata kepadanya, “Siapa yang mengembalikan penglihatanmu?”

“Rabbku, Tuhanku,” jawabnya.

“Aku?”

“Bukan, tetapi Tuhanku dan Tuhanmu, Dialah Allah.”

“Engkau punya Tuhan selain aku?”

“Iya.”

Baca juga: Alquran dan Problem Sosial Kemanusiaan Perspektif Cendekiawan Muslim Kontemporer

Raja pun menyiksanya tanpa henti hingga ia menunjukkan tempat pemuda berada. Berangkatlah Raja menuju pemuda.

“Wahai anakku, telah sampai kabar kepadaku bahwa dari sihirmu kau bisa menyebuhkan berbagai penyakit?” tanya Raja.

“Aku tidak menyembuhkan seorang pun. Tiada yang dapat menyembuhkan selain Allah,” jawab pemuda.

“Aku?”

“Tidak.”

“Kau punya Tuhan selain aku?”

“Iya, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.”

Pemuda itu disiksa hingga menunjukkan tempat Rahib yang mengajarinya. Didatangilah Rahib itu dan dikatakan kepadanya, “Kembalilah dari agamamu!” Rahib itu menolak. Gergaji pun diletakkan di garis kepalanya hingga pecahannya jatuh ke tanah.

Kepada si buta dikatakan, “Kembalilah dari agamamu!” Ia menolak. Ditaruhlah gergagi di atas garis kepalanya hingga pecahan tengkorak jatuh ke tanah.

“Kembalilah dari agamamu!” Kata Raja kepada pemuda. Ia menolak. Ia lalu digeladak bersama pasukan ke gunung. “Jika telah sampai di puncak dan ia tidak mau kembali dari agamanya maka buanglah ia dari atas gunung,” pesan Raja kepada pasukan itu.

Mereka pun berangkat menuju gunung. Ketika sampai di puncaknya, pemuda tersebut berdoa, “Allah, lindungi aku dari mereka dengan kehendakmu.” Gunung itu berguncang dan jatuhlah seluruh pasukan itu. Pemuda itu kembali kepada Raja.

“Apa yang dilakukan pasukan yang bersamu tadi?” tanya Raja kepada pemuda.

“Allah Swt. menolongku,” jawab pemuda itu.

Baca juga: Krisis Kemanusiaan, Gus Mus Serukan Para Kiai Memviralkan Kandungan Surah Alhujurat

Kembali ia digeladak ke atas perahu bersama satu pasukan. “Saat kalian berlayar di laut jika dia tidak kembali dari agamanya maka tenggelamkan dia di laut,” pesan Raja kepada pasukan itu.

“Allah, lindungilah aku dari mereka dengan kehendak-Mu,” ucap pemuda. Mereka semua pun tenggelam. Ia kembali datang kepada Raja. “Apa yang dilakukan pasukan yang bersamamu?” tanya Raja.

“Allah menolongku. Engkau tidak akan bisa membunuhku sampai engkau melakukan apa yang aku perintahkan kepadamu. Jika engkau melaksanakannya maka engkau bisa membunuhku,” kata pemuda kepada Raja.

“Apa itu?” tanya Raja.

“Engkau mengumpulkan orang-orang di lapangan. Menyalibku di batang pohon. Kau ambil anak panah dalam wadah milikku. Kemudian engkau katakan, ‘Dengan nama Tuhan pemuda itu’. Jika engkau melakukan hal tersebut maka kau bisa membunuhku.”

Raja membidik, meletakkan anak panah pada busurnya kemudian melepaskannya seraya berkata, “Dengan nama Tuhan pemuda itu.” Anak panah mengenai pelipis pemuda itu. Ia meletakkan tangannya pada anak panah dan meninggallah yang dikasihi Allah.

“Kami beriman kepada Tuhan pemuda itu,” seru orang-orang, “apakah engkau tau apa yang paling kau takuti? Sungguh, demi Allah hal itu telah datang kepadamu. Semua orang telah beriman.

Raja memerintahkan untuk menutup mulut mereka dan membuatkan parit-parit yang diisi dengan api. “Siapa yang kembali dari agamanya maka akan kubiarkan, tetapi jika tidak maka aku akan membakarnya di dalam parit itu,” tegas Raja katakan.

Mereka saling berdebat dan saling dorong. Majulah seorang perempuan dengan anaknya yang masih menyusu. Perempuan itu pucat seakan ia yang akan dijatuhkan ke dalam api. Anak dalam gendongan itu pun berkata, “Bersabarlah, karena sungguh engkau dalam kebenaran.”

Muhammad Fathur Rozaq
Muhammad Fathur Rozaq
Mahasiswa Doktoral Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU