Berikut adalah kelanjutan dari artikel sebelumnya yang membahas tentang Tubba’ As’ad dan kaumnya. Kisah ini yang disebutkan dalam Alquran dengan ‘kaum Tubba’.
Menyeru kaumnya agar mengikuti agamanya
Setelah kejadian di Makkah itu, Tubba’ As’ad memeluk agama Yahudi melalui kedua Rabbi yang membersamainya. (Yahudi Madinah, 161) Mereka pun melanjutkan perjalanan menuju Yaman dengan tujuan untuk mengajak kaum Tubba’ agar mengikuti agama yang dianutnya sekarang. Sesampainya di Yaman, ternyata kaumnya menolak ajakan Tubba’. Mereka justru memintanya agar bertahkim kepada Api Agung yang sangat dimuliakan di Yaman.
Menurut penuturan dari Abu Malik bin Tsa’labah dari Ibrahim bin Muhammad, bahwa ketika rombongan Tubba’ memasuki Yaman, mereka dicegah oleh suku Himyar, dengan alasan Tubba’ tidak boleh lagi bersama suku Himyar sebab telah memisahkan diri dari agama sebelumnya.
Baca Juga: Kisah Tubba’ dan Kaumnya (Bagian 1)
Tubba’ pun tak putus asa, ia terus mencoba membujuk agar mereka mengikuti keyakinannya. Akhirnya, suku Himyar memberikan tantangan untuk menyelesaikan perselisihan ini di depan Api Agung. Tantangan tersebut cukup berisiko, sebab siapa yang berbuat aniaya, pasti akan terbakar oleh api.
Suku Himyar mulai mempersiapkan segala sesuatunya dengan membawa berhala dan sesembahan lainnya. Begitu pula dengan kedua Rabi tersebut, mereka mengalungkan kitab sucinya di leher.
Ketika semua yang terlibat telah duduk di tempat persembahan, api itu secara tiba-tiba menyembur keluar mengarah kepada orang-orang Himyar. Namun, mereka mencoba untuk tetap bertahan dan menghalau sambaran api itu dengan berhala-berhalanya. Nyatanya api itu tidak memihak kepada mereka. Api terus berkobar dan mengepungnya, bahkan melalap berhala-berhala dan sesembahan yang mereka bawa.
Kemudian giliran kedua Rabi yang keluar menghadap api tersebut sambil membaca kitab Taurat. Tentu, api itu panas dan membuat dahi keduanya basah keringat, namun tidak sampai melukainya. Melihat peristiwa aneh tersebut, orang-orang Himyar spontan beralih memeluk agama yang diyakini Tubba’. (Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, 15-16)
Tubba’ adalah orang yang saleh
Dalam riwayat yang disebutkan oleh Imam ath-Thabari menyebutkan bahwa Sayyidah ‘Aisyah pernah berkata, “Allah mencela kaumnya, tapi tidak mencelanya.”
Dalam Tafsir Ibnu Katsir juga disebutkan bahwa Sahl Ibnu Sa’ad as-Sa’idi mengatakan Rasul saw. pernah bersabda, ” Janganlah kalian mencaci Tubba’, karena sesungguhnya dia adalah orang yang berserah diri (aslam)”.
Bahkan Tubba’ As’ad telah bersaksi akan kerasulan nabi akhir zaman yang bernama Ahmad. Ia sempat membuatkan sya’ir sebagaimana yang dihafal oleh Abu Ayyub Khalid Ibnu Zaid:
شَهِدْتُ عَلَى أَحْمَدَ أنَّه • رَسُولٌ مِنَ اللهِ بَاري النَّسَمْ
فَلَو مُدَّ عُمْري إِلَى عُمْرِهِ • لَكُنْت وَزيرا لَهُ وَابْنَ عَمْ
وَجَاهَدْتُ بالسَّيفِ أعْدَاءَهُ • وَفرَّجتُ عَنْ صَدْرِه كُلَّ غَمْ
Aku bersaksi bahwa Ahmad seorang utusan dari Allah Pencipta manusia.
Seandainya usiaku dipanjangkan sampai ke zamannya, tentulah aku menjadi pembantunya dan sebagai saudara sepupunya.
Tentu pula aku akan berjihad dengan pedang melawan semua musuhnya, dan aku akan melenyapkan semua hal yang menyusahkan hatinya. (Tafsir Ibnu Katsir)
Baca Juga: Kisah Heroik Nabi Daud a.s Mengalahkan Raja Jalut
Kaum Tubba’ mengingkari keimanannya
Setelah peristiwa tahkim di depan api itu, kaum Tubba’ adalah kaum yang beriman atas ajaran dalam kitab suci Taurat. Bahkan mereka mengetahui akan adanya nabi akhir zaman sebagaimana yang telah disebutkan dalam Taurat dan Injil.
Menurut Ibnu Katsir, agama Yahudi yang dianut pada waktu itu masih murni sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Musa a.s, sehingga mereka masih mengagungkan Ka’bah dan melakukan tawaf.
Namun sepeninggal raja-raja yang beriman, kaum Tubba’ mulai melakukan pengingkaran terhadap keimanannya. Mereka kembali pada kejahiliyahannya, yakni menyembah berhala dan api. Maka, dari itu Allah membinasakan mereka, sebagaimana dalam surah ad-Dukhan ayat 37. (Situs-Situs dalam Alquran, 238-239)
Wallahu a’lam.