Tafsir Jalalain merupakan kitab tafsir bi al-ra’yi yang masuk dalam kategori ja’iz. Bahkan para ulama sepakat bahwa kitab yang ditulis oleh guru dan murid—Jalal al-Mahalli dan Jalal al-Suyuthi—ini termasuk kitab tafsir bi al-ra’yi yang paling penting.
Hal ini didukung oleh apa yang disampaikan Manna al-Qattan dalam kitabnya Mabahits fi Ulum al-Qur’an. Al-Zarqani juga menulis pernyataan senada pada Manahil al-’Irfan fi Ulum al-Qur’an ketika mengomentari Tafsir Jalalain.
Baca Juga: Mengenal Dua Jalaluddin dalam Tafsir al-Jalalain
Sebagaimana lazim diketahui, al-Mahalli dan al-Suyuthi tidak memberi nama secara khusus pada tafsir karya keduanya. Penyematan nama Jalalain merupakan nisbat dari para ulama untuk kedua penulis tafsir ini.
Muhammad Abdurrahman al-Mara’isyili, guru besar tafsir Universitas Imam Awza’i, Lebanon, dalam tahkiknya terhadap Hasyiyah Shawi menyebutkan bahwa sebagian ulama memberi nama pada tafsir ini dengan Kitab al-Jalalain fi Tafsir al-Qur’an al-Adzim.
Kesalahpahaman Haji Khalifa Terhadap Penulisan Tafsir Jalalain
Haji Khalifa, seorang cendekiawan masyhur asal Ottoman dalam kitabnya Kasyf al-Zunnun an Asma’ Kutub wa al-Funun jatuh dalam kesalahpahaman ketika menjelaskan bagian masing-masing dari al-Mahalli dan al-Suyuthi dalam penulisan Tafsir Jalalain.
Baca Juga: Mengenal Hasyiah al-Shawi, Kitab Penjelas Tafsir al-Jalalain
Dalam kitabnya, Khalifa menulis bahwa bagian awal Tafsir Jalalain hingga surah Al-Isra’ merupakan tulisan dari al-Mahalli. Setelah wafatnya al-Mahalli, penafsiran tersebut kemudian dilanjutkan oleh muridnya, al-Suyuthi.
Pernyataan ini dibantah Husein al-Dzahabi dalam karya magnum opusnya, al-Tafsir wa al-Mufassirun. Al-Dzahabi menyatakan bahwa penulis Kasyf al-Zunnun itu telah keliru dalam memahami pernyataan al-Suyuthi pada kata pengantar Tafsir Jalalain.
Al-Dzahabi lantas mengutip dan mengomentari kata pengantar Tafsir Jalalain dari al-Suyuthi, “…dan ini adalah penyempurna dari apa yang ditinggalkan oleh al-Mahalli—dan al-Suyuthi akan menyempurnakannya—dari awal surah Al-Baqarah hingga akhir surah Al-Isra’.”
Penafsiran al-Dzahabi terhadap kata pengantar tersebut didukung oleh pernyataan al-Suyuthi sendiri di akhir surah Al-Isra’, “Ini adalah akhir dari penyempurnaanku terhadap tafsir yang ditinggalkan oleh syekh al-Mahalli.”
Baca Juga: Tafsir Jalalain dan Sederet Fakta Penting Tentangnya
Tulisan di akhir tafsir Al-Isra’ ini yang luput diperhatikan Khalifa sehingga membuatnya keliru dalam memahami bagian-bagian yang ditulis oleh al-Mahalli dan al-Suyuthi. Khalifa juga menyatakan bahwa penulisan tafsir Al-Fatihah dilakukan oleh al-Suyuthi, bukan al-Mahalli.
Pernyataan Khalifa tersebut terbantahkan oleh tulisan Sulaiman bin Umar al-Jamal dalam al-Futuhat al-Ilahiyah, “Adapun Al-Fatihah ditafsirkan oleh al-Mahalli. Penempatan Al-Fatihah di bagian belakang oleh al-Suyuthi bertujuan agar tafsir tersebut tergabung dengan penafsiran al-Mahalli,”
Al-Jamal kemudian melanjutkan, “Sesungguhnya—al-Mahalli—ketika memulai tafsir separuh pertama, ia memulainya dari Al-Fatihah. Namun, kematian lebih dulu menimpanya sebelum melanjutkan tafsir Al-Baqarah dan surah-surah selanjutnya.”
Poin Penjelasan Haji Khalifa yang Faktual
Setelah menulis klaim-klaim yang tidak faktual di atas, Khalifa melanjutkan komentarnya terhadap tafsir ini. Ia menuliskan bahwa guru dan murid—al-Mahalli dan al-Suyuthi—ini tidak berbicara tentang tafsir lafaz basmalah sama sekali.
Pernyataan ini dibenarkan oleh al-Dzahabi dalam al-Tafsir wa al-Mufassirun berdasarkan fakta yang ada. Al-Mahalli tidak pernah menyinggung tentang tafsir basmalah sedikitpun dalam bagian yang ia tafsirkan, baik dari surah Al-Fatihah ataupun awal surah Al-Kahfi.
Sebagaimana yang dilakukan gurunya, al-Suyuthi juga tidak membahas tafsir basmalah secara mutlak dalam penafsirannya yaitu di awal surah Al-Baqarah hingga akhir bagian yang ia sempurnakan dari tafsir al-Mahalli.
Ahmad al-Khalwati al-Shawi dalam Hasyiyah–nya menjelaskan alasan al-Mahalli dan al-Suyuthi tidak menafsirkan lafaz basmalah adalah karena keduanya sudah maklum pada kemasyhuran makna yang beredar.
Wallahu a’lam.