Alquran sebagai teks agama, jika hendak menyelaminya lebih dalam, maka perlu mengetahui konteks historis teks tersebut. Benar apa yang dikatakan oleh Nasr Hamid bahwa Alquran turun bukan pada keadaan yang hampa. Alquran turun sesuai dengan konstruksi nalar masyarakat yang ketika itu, penerima pertamanya adalah Nabi Muhammad dan bangsa Arab.
Seperti masyarakat lain, bangsa Arab adalah masyarakat yang memiliki budaya, iklim spiritual, tradisi, dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Aspek-aspek historis tersebut turut memengaruhi penurunan Alquran. Dengan demikian, teks Alquran dengan lingkungan yang mengitarinya saling berkelindan. Banyak ayat yang turun berawal dari persoalan tertentu, sehingga konteks pewahyuan Alquran sudah barang tentu dijadikan salah satu cara ‘membaca’ Alquran.
Baca juga: Pemikiran Roberto Tottoli Tentang Perkembangan Istilah Asbabun Nuzul
Untuk memahami konteks pewahyuan Alquran dibutuhkan pengatahuan mengenai peristiwa di dalam dan sekitar kehidupan Nabi Muhammad. Sebagaimana yang telah diketahui, Alquran di banyak tempat memuat referensi tentang dunia kultural dan material Hijaz. Di sana terletak Mekkah, Madinah, dan jazirah Arab.
Di kawasan tersebut Nabi Muhammad tampil dengan membawa kabar ilahi kepada masyarakat Arab. Lebih dari itu, ragam sisi kehidupan masyarakat Arab dinilai sebagai sesuatu yang menginspirasi Islam.
Ketika dikaitkan dengan Alquran, sebagaimana yang dikatakan oleh Aksin Wijaya dalam buku Sejarah Kenabian dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Muhammad Izzat Darwazah, setidaknya ada empat unsur yang yang menunjukkan adanya hubungan logis dan faktual antara Alquran dengan masyarakat Arab pra-kenabian. Pertama, iklim dan kehidupan masyarakat, kedua kehidupan sosial masyarakat, ketiga, rasionalitas masyarakat Arab, dan keempat, keyakinan dan agama-agama masyarakat.
Pada perkembangannya, ada dua kota yang menandai babak perjalanan Nabi, yaitu Mekah dan Madinah. Hal ini juga yang akan menunjukkan ukuran kategorisasi ayat yang disandarkan pada tempat turunnya, yang dikenal dengan istilah Makkiyah dan Madaniyah.
Aksin Wijaya mengatakan alasan yang tidak bisa dibantah bahwa sejarah bergerak dari dua kota tersebut. Keduanya merupakan tempat suci bagi umat Islam dan menjadi cikal bakal lahirnya Islam dan kekuatan Islam berada di antara keduanya.
Asbabunnuzul
Poin utama penggunaan asbabunnuzul adalah untuk mengaitkan ayat-ayat tertentu dengan kejadian historis yang melibatkan Nabi Muhammad. Bagi berbagai kalangan, asbabunnuzul memiliki fungsi yang berbeda hal ini sebagaimana yang diutarakan oleh Mun’im Sirry dalam Kemunculan Islam dalam Kesarjanaan Revisionis. Misalnya kalangan mufasir, asbabunnuzul lebih dimaksudkan untuk membantu dalam memahami dan menafsirkan ayat tertentu yang tidak jelas makna maupun konteksnya. Bagi kalangan fuqaha, asbabunnuzul dimaksudkan untuk menentukan urutan kronologi ayat yang mempunyai dampak hukum.
Ada dua macam asbabunnuzul, pertama, adanya peristiwa yang terjadi, maka turunlah ayat yang mengandung kejadian tersebut. Kedua, karena adanya pertanyaan. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa Alquran terdiri dua bagian ditinjau dari sebab turunnya. Sebagian turun berkaitan erat dengan sebab yang khusus. Sebagian yang lain turun tanpa sebab yang khusus.
Dua bagian ini pada perkembangannya diistilahkan dengan asbabunnuzul mikro dan asbabunuzul makro. Bagian yang kedua tersebutlah yang dimaksudkan dalam artikel ini.
Asbabunnuzul Makro dan Perannya
Beberapa ayat memang tidak memiliki sebab khusus. Untuk itu asbabunnuzul makro melihat dan mengambil posisi sentral di mana Alquran turun, baik dengan melihat konteks sosio-historis di mana Alquran turun, lingkungan yang melingkupinya. Setidaknya, asbabunnuzul makro sebagaimana yang dikatakan Fazlur Rahman menjadi penyedia data sejarah yang lebih mencerahkan. Dapat digunakan dalam menyusun asumsi-asumsi kontekstualis sebelum melakukan penafsiran minimal dalam memahami hakikat teks.
Ide tentang konsep mikro dan makro sebenarnya sudah pernah digagas oleh Syah Waliyullah al-Dahlawi (al-Fauz al-Kabir fi Ushul al-Tafsir). al-Dahlawi menyebutkan bahwa kedua konteks tersebut yaitu asbab al-nuzul al-khassah dan asbab al-nuzul al-‘ammah. Pernyataan al-Dahlawi menyebutkan bahwa Alquran turun untuk merespons kehidupan masyarakat Arab. Hal ini kemudian senada dengan apa yang dikatakan Fazlur Rahman bahwa Alquran merupakan respons ilahi melalui ingatan dan pikiran Nabi terhadap situasi moral-masyarakat Makkah dari segi kepercayaan dan kehidupan sosial. Konsep ini juga memberikan pengaruh pada teori ‘keterpengaruhan sejarah’ Rahman.
Baca juga: Syah Waliyullah Al-Dahlawi: Tokoh Pencetus Asbabun Nuzul Makro
Terkait dengan ayat-ayat yang memiliki sebab khusus, kebanyakan di antaranya adalah ayat-ayat hukum. Biasanya didahului sebab, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan, dan hanya sedikit yang dijumpai ayat-ayat hukum yang tidak disebut sebab turunnya.
Mengenai ayat yang tidak memiliki sebab khusus, mayoritas adalah kisah-kisah terdahulu, keadaan nikmat surga, azab neraka dan berita yang akan terjadi. Meski demikian, ada juga kisah yang memiliki asbabunnuzul. Mengenai tidak adanya sebab khusus di beberapa ayat, kita bisa kembali kepada konsep asbabunnuzul makro dari penjelasan pada bagian sebelumnya (tanpa mengatakan seluruhnya). Dengan kata lain, konteks historis Alquran membantu kita untuk memahami aspek kesejarahan ayat-ayat yang tidak memiliki asbabunnuzul mikro.
Sementara itu, jika saja masih banyak kalangan yang mempertanyakan tentang ketiadaan konteks yang melatari penurunan sejumlah ayat, setidaknya terdapat tiga kemungkinan logis untuk menjawabnya. Kemungkinan pertama, tidak semua hal yang bertalian dengan proses turunnya Alquran ter-cover dengan jelas oleh para sahabat, yang ketika itu secara langsung menyaksikan proses turunnya wahyu. Kemungkinan kedua, apa yang dilihat para sahabat terhadap hal-hal yang berkaitan penurunan wahyu tidak semuanya dicatat. Kemungkinan ketiga, terbuka lebar kemungkinan adanya sejumlah ayat yang penurunannya memang tepat dipandang relevan dengan atau tanpa dikaitkan langsung dengan suatu peristiwa atau sebab khusus.
Baca juga: Asbabun Nuzul dalam Perbincangan Inteletual Muslim yang Tak Pernah Usai
Dua konsep asbabunnuzul tersebut tidak lain juga menunjukan peran penting dari keberadaan asbabunnuzul yang mengandung hikmah. Bahwa ayat Alquran yang diturunkan selalu sesuai dengan situasi, kondisi, dan perkembangan orang Islam, sehingga ajaran-ajaran dan perubahan yang dibawanya tidak menimbulkan antipati dan keguncangan dalam masyarakat Islam yang baru tumbuh ketika itu.
Dalam hal asbabunnuzul makro misalnya, pada akhirnya kita akan sepakat bahwa konteks historis penurunan Alquran berperan penting bagi asbabunnuzul ayat Alquran. Dengan latar kesejarahan yang melingkupi teks, secara langsung dan tidak langsung dapat memberi gambaran umum terkait dengan ayat yang turunnya tidak memiliki sebab khusus. Wallahu a’lam.