Bangsa Indonesia patut berbangga karena dapat harmonis dalam keberagaman suku hingga agama. Kelebihan inilah yang tidak banyak dimiliki oleh negara lain. Akan tetapi, lambat laun keharmonisan itu dihantui oleh tindakan intoleran, seperti pembubaran ritual peribadatan sampai izin pendirian sarana ibadah yang berbelit. Masalah ini dapat diatasi salah satunya dengan menggaungkan spirit kebebasan beragama ketika berelasi dengan orang lain.
Baca juga: Tafsir Surah Al Baqarah Ayat 256: Islam Menjunjung Tinggi Kebebasan Beragama
Tafsir QS Al-Baqarah [2]:256, dalil kebebasan beragama
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada yang sesat, karena itu barangsiapa yang ingkar kepada taghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang amat kuat yang tidak akan putus, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
Dalam tafsir al-Mizan, Husain Thabathaba’i menerangkan bahwa agama Islam meniadakan sikap paksaan untuk meyakini Islam itu sendiri. Hal ini dilandasi oleh kesadaran bahwa agama bisa dikatakan sebagai dasar pengetahuan dan pengalaman yang kemudian dijadikan sebagai acuan kepercayaaan. Sikap memaksa justru akan menimbulkan rusaknya pondasi keimanan dan sikap keagamaannya. (Husain Thabathaba’i, Tafsir al-Mizan juz 2, hal 360)
Wahbah Zuhaili lebih merinci dalam menjelaskan ayat ini. Ia menyimpulkan bahwa ayat ini berbicara tentang larangan memaksa dalam beragama karena keimanan merupakan sebuah bentuk hidayah dan Tuhan memiliki otoritas penuh akan hal itu. Tiga hal yang disampaikan dari ayat tersebut ialah (1) larangan memaksa untuk beragama, (2) adanya aturang yang telah diberikan Tuhan, dan (3) konsekuensi dari memilih sebuah keyakinan. (Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir juz 3 hal 19)
Baca juga: Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 11: Larangan Saling Menghina Dan Merendahkan dalam Al-Quran
Pandangan Wahbah az-Zuhaili
Menurut Wahbah, agama dalam konteks ini ialah ekspresi keyakinan hati akan agama yang dipeluk. Adapun kebebasan yang diberikan Tuhan dalam memilih agama tidak serta merta, melainkan juga memberikan konsekuensi logis yang harus diterima. Peringatan itu sangat jelas bahwa meyakini agama Islam hanya akan dapat dilakukan seseorang setelah mendapat petunjuk. Sementara, orang yang belum menyakininya, berarti ia masih berada dalam kesesatan dan kekufuran.
Melalui ayat ini, Wahbah yakin bahwa ajaran Islam tidak didasari atas kekerasan. Lebih-lebih mengangkat pedang karena agam ini didasarkan pada petunjuk, bukan kesesatan. Kebenaran agama ialah berdasar pada keyakinan sehingga itu tak akan bisa terjadi melalui paksaan. Kebebasan memilih menjadi modal titipan Tuhan yang dimiliki manusia yang sejatinya dilahirkan dalam keadaan merdeka.
Namun demikian, ia tidak meyakini pluralisme agama dalam arti semua agama berhak mendapatkan keselamatan kelak di akhirat. Sebab, konteks kebebasan di sini tidak bermakna bahwa semua agama di luar Islam ialah benar. Ia hanya mengakui bahwa toleransi antar agama ialah cara menghilangkan sikap memaksa dalam agama. Wahbah kemudian menegaskan bahwa kebenaran susungguhnya hanya berasal dari Allah. (Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir)
Baca juga: Pentingnya Berprasangka Baik Dalam Rangka Toleransi Beragama dalam Al-Quran
Tentang kebebasan beragama
Melalui penjelasan di atas, bisa dikatakan bahwa Al Quran telah memberikan pedoman tentang kebebasan beragama sebagai konsekuensi logis bangsa yang majemuk. Kebebasan tersebut tidak hanya sekedar membebaskan keyakinan agama tertentu, namun juga memberikan hak menjalankan ibadah berdasar keyakinan masing-masing.
Keberadaan agama-agama lain memang tidak bisa dibantah sehingga yang perlu dilakukan ialah mengusahakan agar antar pemeluk agama tetap bisa hidup berdampingan. Saling menghormati antar pemeluk agama yang berbeda tanpa mencampurkan akidah merupakan sikap toleransi yang dilestarikan dalam ajaran Islam.
Kebebasan beragama merupakan suatu keniscayaan yang menurut Wahbah Zuhaili perlu disikapi lemah lembut tanpa paksaan. Sikap toleran terhadap ajaran lain menjadi dasar yang harus dimiliki. Tidak hanya didasarkan pada dalil-dalil. Nabi pun, juga menerapkan hal tersebut pada piagam Madinah.
Sikap toleransi antar umat beragama juga semestinya menjadi kesadaran tiap masyarakat, khususnya di Indonesia yang penuh keragaman ini. pluralitas yang dimiliki bangsa Indonesia tidak bisa terelakkan dan harus dilestarikan. Sikap ini diharapkan bisa meminimalisir perilaku yang kontra produktif terhadap kerukunan antar agama seperti pembubaran peribadatan maupun pembongkaran tempat-tempat ibadah ajaran tertentu. Wallahu a’lam.