Sejak diwahyukan pertama kali pada 17 Ramadhan tahun 13 SH/603 M Al-Qur’an senantiasa dibaca oleh Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya. Tidak hanya itu, mereka juga berbondong-bondong menghafal dan mengamalkan ayat-ayat Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, di antara mereka ada yang terkenal sebagai penghafal dan qari terkemuka pada masa Rasulullah.
Dari sekian banyak sahabat yang membaca dan menghafal Al-Qur’an, ada tiga sosok sahabat yang dapat disebut sebagai qari terkemuka pada masa Rasulullah, yakni Abdullah bin Mas’ud atau Ibnu Mas’ud, Abu Musa al-Asy’ari, dan Ubay bin Ka’ab. Ketiganya merupakan qari kebanggaan nabi Muhammad saw dengan kelebihan mereka masing-masing.
1. Abdullah bin Ma’sud atau Ibnu Mas’ud
Abdullah bin Mas’ud adalah salah satu dari golongan sahabat yang pertama masuk Islam (al-sabiquna al-awwaluna). Setelah memeluk Islam, ia menawarkan diri menjadi pelayan pribadi nabi Muhammad saw. Permohonannya tersebut lalu dikabulkan Nabi saw. Maka tak heran interaksinya dengan baginda cukup intens, terutama berkenaan dengan pembelajaran Al-Qur’an.
Dikisahkan bahwa Abdullah bin Ma’sud senantiasa mendampingi nabi Muhammad saw ke mana pun beliau pergi. Ia juga selalu menyediakan kebutuhan harian nabi, mulai dari menyediakan air mandi hingga membawakan sendal dan siwak. Ia bahkan kerap kali memasuki kamar baginda untuk sekedar menyiapkan atau merapikan tempat tidur (Sirah 60 Sahabat Nabi Muhammad Saw).
Baca Juga: Inilah Lima Fadilah Membaca Al-Qur’an Menurut Hadis-Hadis Sahih
Karena kebersamaan bersama nabi inilah, Abdullah bin Mas’ud memiliki banyak kesempatan untuk belajar dengan nabi saw, termasuk membaca dan menghafal Al-Qur’an. Ia bahkan merupakan salah satu dari sedikit sahabat yang langsung belajar Al-Qur’an dari mulut beliau. Hal ini bertambah istimewa dengan sokongan kecerdasan yang tinggi dan kekuatan hafalannya.
Saking luasnya pengetahuan Abdullah bin Mas’ud tentang Al-Qur’an, ia bahkan mengetahui dengan rinci kapan, di mana, dan kepada siapa sebuah ayat diturunkan. Karena alasan inilah Nabi bersabda, “Ambillah Al-Qur’an dari empat orang, yaitu dari Abdullah bin Mas’ud, Salim, Mu’adz bin Jabal dan Ubay bin Ka’ab.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ahmad).
Selain memiliki pemahaman yang kuat tentang Al-Qur’an, Abdullah bin Ma’sud juga memiliki suara yang merdu. Ia dikenal sebagai salah satu Qari terkemuka pada masa Rasulullah. Dikisahkan juga bahwa baginda senang mendengarkan bacaan Al-Qur’annya untuk dinikmati sekaligus mengecek bacaan tersebut.
Nabi Muhammad sering memuji bacaan Ibnu Mas’ud dan salah satunya adalah sabda beliau kepada sahabat-sahabatnya, “Barang siapa yang ingin membaca Al-Qur’an yang baik seperti pertama kali turun, maka bacalah seperti bacaan Abdullah bin Mas’ud.”(HR. Ibnu Majah, Ahmad). Ini menunjukkan begitu bagusnya bacaan Ibnu Mas’ud.
Kemudian, dalam Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hisyam diterangkan bahwa Abdullah bin Mas’ud adalah sahabat yang pertama kali membacakan Al-Qur’an secara terang-terangan di hadapan kaum Quraisy. Akibat tindakannya ini, ia disakiti dan dipukuli hingga babak perlu karena ia bukan golongan bangsawan. Namun itu semua tidak melonggarkan niatnya sedikit pun untuk menyebarkan Al-Qur’an.
Pada zaman pemerintahan Umar bin Khattab, Abdullah bin Mas’ud bertugas di Kufah untuk mengajarkan agama Allah di sana. Ali bin Abi Muthalib memuji Ibnu Mas’ud dan menyatakannya sebagai orang berilmu, yang mengetahui Al-Qur’an dan sunah sebab ia juga meriwayatkan sebanyak 840 hadis. Dia wafat di Madinah pada tahun 32 Hijriah dalam usia 65 tahun.
2. Abu Musa al-Asy’ari
Abu Musa al-Asy’ari memiliki nama lengkap Abdullah bin Qais bin Sulaim. Dia adalah salah satu qari terkemuka pada masa Rasullah yang sering dipuji karena kekuatan hafalan dan kebagusan bacaannya. Bisa dikatakan bahwa ia merupakan salah satu dari segelintir orang yang pernah diminta nabi Muhammad saw untuk membacakan Al-Qur’an.
Sebelum memeluk Islam, Abu Musa al-Asy’ari adalah penduduk sebuah perkampungan di Yaman. Namun ketika ia mendengar tentang munculnya seorang rasul di Mekah, ia kemudian bersegera datang ke sana menyambut seruan tauhid dari nabi Muhammad saw. Selain itu, ia juga bertujuan untuk menjadi murid nabi saw karena kagum terhadap beliau.
Di Mekah, Abu Musa al-Asy’ari menghabiskan waktunya dengan menghadiri majelis nabi Muhammad saw. Dalam kesempatan itu, ia sering menerima petunjuk dan keimanan dari beliau. Pada saat bersamaan, ia juga mempelajari dan menghafal Al-Qur’an dengan serius secara langsung di hadapan nabi sejak keislamannya pertama kali (Kisah-Kisah Ajaib Para Penghafal Alquran).
Sebagai qari terkemuka pada masa Rasulullah, Abu Musa al-Asy’ari tidak hanya memiliki hafalan yang kuat, tetapi juga suara nan merdu. Dengan suaranya itu, bacaan Al-Qur’annya mampu menembus tirai hati orang-orang. Siapa pun yang mendengar suara Abu Musa al-Asy’ari, niscaya akan tergerak hatinya untuk mengikuti apa yang diucapkannya.
Karena begitu merdunya bacaan Al-Qur’an Musa al-Asy’ari, nabi Muhammad saw bahkan memujikan dengan perkataan, “Ia (Abu Musa) benar-benar telah diberi seruling Nabi Daud.” (HR. Bukhari dan Muslim). Keindahan bacaan ini pula yang membuat para sahabat menanti-nanti kedatangannya untuk menjadi imam di setiap kesempatan shalat. Melalui bacaannya, batin jamaah menjadi tentang dan khusyuk.
Rasulullah saw pun kerap meminta Abu Musa Al-Asy’ari untuk menjadi imam atau membimbing sahabat lainnya. Abu Musa sangat bertanggung jawab terhadap tugasnya dan memberikan perhatian yang besar terhadap sesama manusia. Sampai-sampai Rasulullah saw bersabda mengenai dirinya: “Pemimpin dari orang-orang berkuda ialah Abu Musa.”
Nama Abu Musa Al-Asy’ari terekam dalam catatan sejarah. Selain dikenal sebagai penghafal Al-Qur’an, Abu Musa juga merupakan seorang pejuang yang membersamai Rasulullah saw dalam beberapa pertempuran. Sepanjang hidupnya, ia juga telah meriwayatkan 365 hadis. Abu Musa Al-Asy’ari wafat dalam usia 63 tahun, pada tahun 44 Hijriah.
3. Ubay bin Ka’ab
Ubay bin Ka’ab merupakan kaum Anshar yang berasal dari Bani Khazraj dan merupakan salah seorang dari Yathrib (Madinah) yang pertama-tama menerima Islam dan melakukan baiat kepada Nabi Muhammad saw di Aqabah, sebelum terjadinya peristiwa hijrah. Dengan demikian, ia adalah salah satu penduduk Madinah yang paling awal memeluk Islam.
Ketika nabi saw di Madinah, Ubay bin Ka’ab menjadi salah satu sahabat yang berperan penting. Ia mengikuti perang badar dan beberapa perang sesudahnya. Selain itu, Ubay termasuk salah seorang yang pertama-tama mencatatkan ayat-ayat Al-Qur’an ke dalam bentuk tulisan, karena Ubay merupakan salah seorang penulis bagi Nabi Muhammad.
Ubay bin Ka’ab diriwayatkan memiliki suatu mushaf khusus susunannya sendiri, dan ia termasuk di antara para sahabat yang merupakan penghafal Al-Qur’an (hafiz). Ia belajar dan menghafal Al-Qur’an secara langsung di bawah bimbingan nabi Muhammad saw. Tak jarang beliau mengoreksi bacaannya jika terdapat kesalahan atau kekeliruan (lihat Fadhail Al-Qur’an).
Baca Juga: Membaca Urgensi Konteks Al-Qur’an dari Tiga Karya Fenomenal Imam Jalaluddin As-Suyuthi
Berkat didikan nabi tersebut, Ubay bin Ka’ab menjelma menjadi ahli Al-Qur’an, baik dari segi bacaan maupun tulisan. Selain itu, sebagai qari terkemuka pada masa Rasulullah, Ubai bin Ka’ab juga dikenal sebagai orang yang paling fasih bacaannya di antara kalangan sahabat. Nabi saw bahkan turut memuji dan membanggakannya:
Nabi Muhammad saw bersabda:
“Umatku yang paling penyayang terhadap yang lain adalah Abu Bakar. Yang paling kokoh dalam menjalankan perintah Allah adalah Umar. Yang paling jujur dan pemalu adalah Utsman. Yang paling mengetahui halal dan haram adalah Mu’adz bin Jabal. Yang paling mengetahui ilmu fara’idh (pembagian harta warisan) adalah Zaid bin Tsaabit. Yang paling bagus bacaan Al-Qur’annya adalah Ubay. Setiap umat mempunyai orang kepercayaan. Dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.” (HR. At-Tirmidzi No. 3791).
Sejarawan berbeda pendapat kapan tahun wafatnya Ubay bin Ka’ab: Ada yang mengatakan ia wafat pada masa kekhalifahan Umar, yakni pada tahun 19 H; Ada yang mengatakan pada tahun 20 H; ada menyatakan pada tahun 22 H; dan ada pula yang menyebut ia wafat pada masa khalifah Utsman tahun 29 H. Pendapat terakhir ini merupakan pendapat terkuat, karena Utsman memasukkannya dalam tim penyusun Al-Qur’an. Wallahu a’lam.