BerandaTafsir TematikTafsir Surah Al-Furqan Ayat 61: Matahari Sebagai Sumber Energi Terbarukan

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 61: Matahari Sebagai Sumber Energi Terbarukan

Sudah saatnya manusia beralih menggunakan energi matahari dalam kehidupan sehari-hari, guna mengatasi perubahan iklim yang begitu cepat (climate change) dan mengurangi degradasi lingkungan diperlukan sebuah bauran energi yang ramah lingkungan dan terbarukan (renewable energy). Bauran energi terbarukan terbesar itu ada dalam energi matahari.

Anshul Awasthi dalam risetnya yang terbaru di tahun 2020, berjudul Review on sun tracking technology in solar PV system, menjelaskan bahwa energi surya merupakan sumber energi terbarukan (renewable source of energy) yang tidak menimbulkan  pencemaran lingkungan selama penggunaannya. Karena itu, ia menyarankan agar energi ini diadopsi, dimanfaatkan dan menggantikan semua sumber energi konvensional yang bersifat “tidak ramah lingkungan”.

Apa yang dikatakan Anshul dalam risetnya sejatinya telah dilukiskan dalam firman Allah swt Q.S. al-Furqan [5]: 61 bahwa Allah swt telah menjadikan padanya (Matahari) yang sirajan (menyala bersinar terang) dan bulan yang bercahaya (qamaran muniran).

تَبٰرَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِى السَّمَاۤءِ بُرُوْجًا وَّجَعَلَ فِيْهَا سِرٰجًا وَّقَمَرًا مُّنِيْرًا

Mahasuci Allah yang menjadikan di langit gugusan bintang-bintang dan Dia juga menjadikan padanya matahari dan bulan yang bersinar. (Q.S. al-Furqan [25]: 61)

Dalam ayat yang lain dinyatakan,

وَّجَعَلَ الْقَمَرَ فِيْهِنَّ نُوْرًا وَّجَعَلَ الشَّمْسَ سِرَاجًا

Dan di sana Dia menciptakan bulan yang bercahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita (yang cemerlang)? (Q.S. Nuh [71]: 16)

Baca Juga: Tafsir Surah Luqman Ayat 29, Matahari Sebagai Sumber Kehidupan

Tafsir Al-Furqan Ayat 61 tentang Energi Matahari

Al-Tabari dalam Jami’ al-Bayan menafsirkan ayat di atas (Q.S. al-Furqan [25]: 61) dengan menukil riwayat sahabat, yaitu telah diceritakan kepada kami Muhammad bin al-‘Ala, Muhammad bin al-Mutsanna, Salim bin Janadah, mereka berkata kepada Abdullah bin Idris bahwasannya saya mendengar ayahku, dari Athiyah bin Sa’ad di dalam firman Allah swt “tabarakal ladzi ja’ala fis sama’ burujan bermakna qushuran fis sama’ (istana di langit). Abi Shalih juga menafsirkan demikian. Ulama mutaakhirin menafsirkannya dengan al-nujum al-kibar (bintang-bintang yang besar).

Selain itu, al-Tabari juga mengemukakan berbagai bacaan qiraat tentang redaksi wa ja’ala fiha sirajan. Imam qurra Madinah dan Basrah, misalnya, mengatakan bahwa redaksi tersebut menunjukkan makna tauhid. Sedangkan Qatadah menafsirkan kata sirajan dengan al-syams (matahari). Adapun ulama qurra Kuffah membacanya dengan surujan bermakna jima’ (berhubungan intim). Takwilnya, Allah swt menempatkan gugusan bintang itu dalam kondisi demikian.

Tidak jauh berbeda, al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib dan Ibn al-Jauzi dalam Zad al-Masir menafsirkan kata sirajan dengan dua makna yaitu al-syamsi wal kawakibi al-kibari (matahari dan gugusan planet yang agung) sebagaimana dikatakan Hasan dan al-A’masy. Sedangkan term qamaran muniran bermakna jama’ dari lailah qamra (malam yang bersinar) sebab cahaya matahari yang menerangi gelapnya malam.

Dalam tafsir yang lain, al-Zamakhsyari, misalnya, dalam Tafsir al-Kasyaf ia menafsirkan cukup rinci terkait gugusan bintang dalam ayat di atas.

البروج منازل الكواكب السبعة السيارة الحمل، والثور، والجوزاء، والسرطان، والأسد، والسنبلة، والميزان، والعقرب، والقوس، والجدي، والدلو، والحوت وسميت بالبروج التي هي القصور العالية لأنها لهذه الكواكب كالمنازل لسكانها

“Gugusan bintang itu meliputi tujuh planet, yaitu Aries (al-haml), Taurus (al-tsaur), Gemini (al-jauza’), bintang cancer (al-surthan), Leo (al-asad), virgo (al-sunbulah), libra (al-mizan), scorpio (al-‘aqrab), sagitarius (al-qaus), capricorn (al-jadi), aquarius (al-dalwa), pisces (al-haut). Semua gugusan itu disebut bintang yang terletak di planet-planet yang tinggi karena planet ini seperti rumah bagi penghuninya”.

Lebih dari itu, Muhammad Sayyid Tantawi dalam Tafsir al-Wasith, memaknai sirajan dengan al-syams seperti beberapa penafsiran di atas. Term qamaran muniran, ia tafsiri dengan

قمرا يسطع نوره على الأرض المظلمة، فيبعث فيها النور الهادي اللطيف .ثم تنتقل السورة الكريمة الى الحديث عن نعمة أخرى فتقول: وهو الذي جعل الليل والنهار خلفة لمن أراد أن يذكر أو أراد شكورا

“Bulan yang cahayanya menyinari bumi yang gelap karena begitu lembutnya cahaya itu”. Dalam ayat berikutnya disampaikan, “Dialah yang menjadikan malam dan siang hari bagi orang yang senantiasa mengingat-Nya atau bersyukur kepada-Nya”.

Baca Juga: Matahari Sebagai Pusat Tata Surya dan Keseimbangan Alam Menurut Al-Quran

Matahari sebagai Sumber Energi Terbarukan

Ayat di atas menunjukkan kepada kita sebuah bauran energi matahari khususnya, yang tak akan habis dan lekang sepanjang masa. Cahaya matahari yang dilukiskan-Nya dengan term siraj mengindikasikan betapa kokohnya cahaya itu sehingga mampu dimanfaatkan sebagai pelita di kegelapan malam dan menyinari kehidupan di muka bumi ini.

Solangi, et.al (2011) dalam A review on global solar energy policy, menjelaskan bahwa energi matahari merupakan sumber energi terbarukan terbaik yang pernah ada (solar energy is one of the best renewable energy sources) dengan dampak negatif paling sedikit terhadap lingkungan. Berbagai negara, kata Solangi, telah merumuskan kebijakan energi surya untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan meningkatkan produksi energi domestik dengan energi surya.

Dalam riset yang lain, Paul Holmes dan Shalve Mohile, pakar Insinyur dan Konsultan Energi Solar (Solar Power Engineers and Consultants), misalnya, dalam risetnya berjudul Solar Power for Beginners: How to Design and Install the Best Solar Power System for Your Home (DIY Solar Power), menguraikan betapa hematnya penggunaan energi surya sehingga mampu menghemat ratusan dolar untuk pengolahannya ketimbang energi fosil. Panel surya adalah manifestasi dari efisiensi tenaga surya.

Bahkan, S.P. Deolalkar dalam Designing Green Cement Plants, energi matahari dapat dikonversi menjadi energi listrik (electrical energy) dengan dua cara, yaitu pertama, Concentrated Solar Power (CSP), di mana sinar matahari difokuskan pada area yang mengandung air yang diubah menjadi uap dan digunakan untuk menghasilkan tenaga, seperti pada pembangkit listrik termal. CSP menghasilkan penyinaran sinar matahari terkonsentrasi untuk memanaskan cairan, padat atau gas seperti pada TPS biasa. Situs terbaik untuk CSP berada di kawasan bebas awan sabuk khatulistiwa. Dan Indonesia sangat diuntungkan dengan garis khatulistiwa ini.

Kedua, Sel PV, di mana cahaya diubah menjadi listrik menggunakan sel fotovoltaik (PV). Sel surya menghasilkan daya DC, yang berfluktuasi sesuai dengan intensitas cahaya yang disinari. Ini membutuhkan inverter untuk menghasilkan daya pada frekuensi dan fase tegangan yang diinginkan. Sistem PV terhubung ke jaringan. Mereka membutuhkan baterai untuk cadangan.

Tentu dalam kesempatan ini, penulis tidak akan mengulas lebih detail tata cara itu, namun hanya menunjukkan betapa efisiensi dan efektifnya energi matahari sebagai sumber energi terbarukan. Hal ini sangat relevan dengan firman Allah swt, “Dialah yang menjadikan matahari dan bulan bagi mereka yang mengingat maupun mensyukuri-Nya”. Salah satu manifestasi dari mengingat atau mensyukuri itu adalah sudah saatnya umat manusia beralih memanfaatkan energi matahari dalam kehidupan sehari-harinya. Wallahu A’lam.

Senata Adi Prasetia
Senata Adi Prasetia
Redaktur tafsiralquran.id, Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...