BerandaKhazanah Al-QuranMemahami Makna Tadabbur al-Quran dan Implementasinya

Memahami Makna Tadabbur al-Quran dan Implementasinya

Pada tulisan lalu kita telah mengulas seputar Tilawah al-Quran. Dalam tulisan ini kita akan mengurai makna tadabbur al-Quran dan implementasinya.

Kata tadabbur (تدبر) berasala dari kata dubur (دبر), yang berarti “belakang” dan lawan dari kata qubul (قبل), yang berarti “depan.” Kata dubur al-syay’ (دبر الشيء) artinya bahagian belakang sesuatu, sedangkan qubul al-Syay’ (قبل الشيء), artinya “bahagian depan sesuatu.”

Dari kata dubur (دبر) terbentuk kata dabbara (دبر), yang berarti “memikirkan sesuatu yang ada di akhir (belakang) sesuatu. Seperti dalam kalimat Tadabbartu al-amr (تدبرت الأمر), yang artinya “memandang, memperhatikan sesuatu yang ada di belakang (di akhirnya). Oleh sebab itu, penekanan makna kata tabaddur (تدبر) terkait dengan sesuatu yang terdapat di akhirnya.

Dari sini dapat dikatakan bahwa tadabbur (تدبر) adalah “pemikiran yang komprehensif yang dapat mengantarkan seseorang kepada akhir petunjuk suatu kalimat (ucapan) dan tujuan-tujuannya yang jauh.” qubul (قبل), yang berarti “depan.” Kalau kata tadabbur dikaitkan dengan Al-Qur’an sehingga menjadi tadabbur Al-Qur’an (تدبر القرآن), maka artinya adalah “pemikiran yang komprehensif yang dapat mengantar kita kepada akhir dari petunjuk-petunjuk Al-Qur’an dan tujuan-tujuan akhir yang ingin dicapai dari membaca Al-Quran.

Kata tadabbur (تدبر) di dalam Al-Quran disebutkan sebanyak 4 kali, yang terkait dengan AlQur’an. Di antaranya disebutkan oleh Allah di dalam QS. Muhammad [47]: 24:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلۡقُرۡءَانَ أَمۡ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقۡفَالُهَآ

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?”

Allah menegaskan di dalam ayat ini, apakah mereka tidak memperhatikan, yaitu membaca, memikirkan, menghayati, dan mendalami pesan-pesan yang terdapat di dalam Al-Quran, hingga mereka beriman kepada Allah. Ataukah hati mereka semua sudah terkunci mati, sehingga tidak dapat berpikir lagi, menghayati, memahami dan mendalami apa yang terdapat di dalam Al-Quran.

Baca Juga: Tafsir Surat Shad Ayat 29: Memahami Tujuan Diturunkannya Al Quran

Jadi, seseorang yang tidak melakukan tadabbur Al-Quran adalah orang-orang yang hatinya telah terkunci sehingga tidak dapat melihat, tidak dapat memahami, dan tidak dapat menghayati lagi apa yang dipesankan oleh Al-Quran. Hati mereka adalah hati yang mati.

Apa kedalaman makna kata tadabbur Al-Quran dan bagaimana implementasi dari makna kata itu? Mari kita perhatikan pendapat seorang ahli ilmu Al-Quran sebagai berikut.

Seorang ahli Ilmu Al-Quran Fawwaz Ahmad Zamraly dalam bukunya Kayfa Tadabbur Al-Quran mengatakan bahwa tadabbur Al-Quran adalah kegiatan membaca Al-Quran yang dirangkaikan dengan pemahaman yang mendalam dan komprehensif terhadap apa yang dibaca dari ayat-ayat Al-Quran. Pembacaan ini disertai dengan hadirnya hati untuk menyelaminya dan menghayatinya, tunduk dan patuhnya seluruh anggota badan untuk mengamalkan segala sesuatu yang dituntut oleh Al-Quran untuk diamalkan.

Jadi, dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ada tiga unsur penting dalam tadabbur Al-Quran, yaitu 1) membaca Al-Quran dengan lidah, 2) memahami dengan akal pikiran apa yang dibaca, 3) menghayati dengan hati apa yang dibaca, dan 4) mengamalkan dengan seluruh anggota badan apa yang dituntut oleh Al-Quran.

Fawwaz selanjutnya mengatakan bahwa, “Seorang mukmin yang berakal waras dan sehat, apabila dia membaca Al-Quran dia harus memahami, mendalami dan menghayati Al-Quran sehingga Al-Quran bagaikan cermin yang dengannya dia dapat melihat di dalam Al-Quran apa yang baik yang harus dilakukan, dan dapat melihat yang buruk yang harus ditinggalkan. Apa yang diminta ditinggalkan oleh Al-Quran, harus dia tinggalkan. Apa yang diminta ditakuti dari siksaannya, dia harus takuti. Apa yang dicintai dan disukai oleh Allah, harus dia penuhi dan mengharapkannya.

Ingat bahwa tadabbur Al-Qur’an adalah membaca, memahami, menghayati, dan mematuhinya dengan mengamalkan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang. Wallahu A’lam.

Ahmad Thib Raya
Ahmad Thib Raya
Guru Besar Pendidikan Bahasa Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran (PSQ)
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU