BerandaKhazanah Al-QuranMemahami Tabarruk Sebagai Tradisi Orang-orang Saleh Terdahulu

Memahami Tabarruk Sebagai Tradisi Orang-orang Saleh Terdahulu

Tradisi tabarruk atau ngalap berkah sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat muslim, khususnya orang Indonesia. Konsepsi tabarruk yang sudah turun menurun dilakukan sejak zaman Nabi Saw. hingga sampai sekarang. Secara etimologis berarti mencari tambahan kebaikan, sebagaimana para ulama yang berpendapat bahwa berkah itu ziyadatul khair. Salah satu ritual ngalap berkah ialah trdisi ziarah yang banyak dilakukan di tempat-tempat bersejarah, seperti Kakbah di kota Makkah, makam para nabi dan rasul, ulama, atau makam orang yang diyakini sebagai penyebar kebaikan.

Tabarruk di kalangan orang-orang saleh terdahulu

Secara historis sebenarnya tabarruk merupakan sebuah ajaran sekaligus menjadi adat dan kebiasaan sejak zaman Nabi Saw. masih hidup. Beberapa ayat Alquran dan Hadis meriwayatkan bagaimana dahulu sahabat ingin mendapat berkah dari Allah lewat perantara nabi. Bahkan jauh sebelum itu para nabi dan umat terdahulu juga melakukan tradisi tabarruk.

Satu di antaranya seperti yang dikisahkan dalam QS. Albaqarah [2]: 248 yang mengisahkan Bani Israil mengambil tabut dan menjadikannya sebagai sarana untuk mencari berkah. Menurut az-Zamakhsari, itu adalah peti Taurat. Dahulu, sewaktu Nabi Musa a.s berperang, peti itu diletakkan di barisan paling depan sehingga perasaan Bani Israil merasa tenang dan tidak gundah. Namun setelah mereka mulai melakukan banyak maksiat dan tidak lagi mengindahkan tabut, maka Allah menyembunyikannya dengan mengangkat ke langit. (Tafsir al-Kasyaf, Juz I, 293)

Baca Juga: Penafsiran “ Berkah” dalam Surat Al-Isra’ Ayat 1

Kemudian, Q.S Ali ‘Imran [3]: 96 menjelaskan tentang keberkahan kiblat seluruh muslimin. Allah menyifati Baitullah dengan berbagai keutamaan bagi orang yang menziarahinya atau bermukim di dalamnya yang disebabkan oleh banyaknya kebaikan pada tempat ini. Di antaranya adalah bersifat ‘mubarakan’ atau diberkahi, yang mempunyai dua arti yaitu bertambahnya kebaikan; maknanya mendatangkan pada pahala yang bertambah-tambah, pengampunan atas dosa, dan rahmat dari Allah. Dan, tetap atau kekal; Kakbah tidak akan sepi dari makhluk yang tawaf, i’tikaf, dan dipastikan setiap waktu ada yang beribadah menghadap kepadanya, kekekalan tersebut hingga hari akhir. (Tafsir Mafatih al-Ghaib, Juz 2, 137)

Ada sebuah atsar yang menceritakan, Umar bin Khattab ketika mengunjungi Kakbah berkata pada hajar aswad, “Kamu tidak bisa apa-apa, tapi saya menciummu untuk mengikuti Rasulullah Saw.” Sebab ia pernah mendengar Ali berkata, “Rasulullah bersabda pada hari pengadilan, hajar aswad akan menjadi perantara (saksi) atas orang-orang”. (HR. Imam Bukhari)

Kisah tabarruk lainnya datang dari Imam al-‘Utbiy yang menceritakan bahwa ia pernah berziarah dengan duduk di samping makam Nabi Saw dan melihat seorang Arab Badui mengucapkan, “Assalamu’alaika yaa Rasulallah. Saya mendengar Allah berfirman dalam surah Alnisa’ ayat 64,”Kemudian melafalkan ayat tersebut dan mengatakan, “Sungguh saya datang kepada Tuan Baginda Saw ingin minta ampun kepada Allah dari dosa, mohon perantara syafaat Tuan Baginda Nabi kepada Allah,” lalu ia melantunkan sebuah syair pujian untuk Rasulullah dan bertabarruk kepadanya.

Baca Juga: Tafsir Surah Al Kahfi Ayat 82: Meraih Keberkahan hingga Tujuh Turunan

Setelah selesai, laki-laki tersebut kemudian pergi. Kemudian al-‘Utby merasakan kantuk yang membuatnya hingga tertidur. Di dalam tidur ia bermimpi berjumpa dengan Rasulullah yang kemudian bersabda, “Hai ‘Utbi, susullah Arabi tersebut dan sampaikanlah berita gembira kepadanya bahwa Allah telah memberikan ampunan kepadanya.” (Adzkar Nawawi, 308)

Dalam kitab Tadzhib at-Tadzhib, dikisahkan Imam Ali an-Naisaburi pernah merasa galau dan dalam tidurnya ia bermimpi berjumpa Rasulullah yang berkata kepadanya, “Pergilah ke makam Imam Yahya bin Yahya beristighfarlah dan minta hajatmu dengan wasilahnya.” Kemudian ia melakukan perintah tersebut sehingga hajatnya dikabulkan Allah.

Dan masih banyak lagi di dalam kitab-kitab biografi atau sejarah yang menceritakan orang-orang saleh terdahulu yang apabila tertimpa masalah, mereka berdoa dengan berziarah di makam kaum orang-orang saleh. Dengan demikian, tabarruk merupakan tradisi yang dipegang oleh generasi orang-orang saleh terdahulu dan hingga saat ini, dimana mereka adalah umat yang paling sempurna dalam mengerjakan dan mengikuti ajaran Rasulullah.

Dampak dari ritual tabarruk

Dapat diambil ibrah bahwa sesuatu yang disucikan, diberi kekuatan, dan keberkahan oleh Allah akan mendatangkan kebaikan bagi manusia, dengan kata lain tempat tersebut dapat di ambil keberkahan dan kemanfaatan oleh manusia. Keberkahan melalui suatu benda itu merupakan rahmat Allah dan mendatangkan manfaat bagi manusia, sebagaimana tabut Nabi Musa dengan segala isinya yang membawa berkah berupa memberikan keamanan dan ketenangan pada jiwa Bani Israil. Hal itu sama pula dengan Kakbah dan makam nabi ataupun rasul serta orang-orang saleh yang dapat membawa berkah untuk para peziarahnya.

Baca Juga: Tafsir Surah Al-Maidah Ayat 35: Menikah dapat Menjadi Wasilah Menuju Keberkahan Allah

Sebagaimana menurut Jauhari dalam Tradisi Ziarah dalam Keberkahan (h. 25) mengatakan, seorang peziarah mendapatkan berkah tidak dalam wujud yang kasat mata, melainkan jalinan spiritualitas dan ketenangan jiwa yang dirasakan secara personal oleh para pelakunya.

Dengan beberapa penjelasan di atas, bahwa seorang muslim dianjurkan bertabarruk dengan catatan harus sesuai dengan koridor syariat sebagaimana orang-orang saleh terdahulu melakukannya. Sehingga darinya dapat mendapatkan keberkahan dan kemanfaatan, serta menjadi wasilah untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah.[]

Wallahu a’lam.

Rasyida Rifaati Husna
Rasyida Rifaati Husna
Khadimul ilmi di Pondok Pesantren Darul Falah Besongo
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU