BerandaTafsir TematikMeneladani Cara Tobat Nabi Adam

Meneladani Cara Tobat Nabi Adam

Sejarah manusia dimulai dengan kesalahan. Adam, manusia pertama, melakukan dosa dan mencari pengampunan. Dalam Alquran, kisah tobat Nabi Adam menjadi salah satu pelajaran penting tentang bagaimana manusia seharusnya kembali kepada Allah setelah berbuat dosa. Sebuah doa yang monumental diabadikan dalam Alquran:

“Rabbanaa zhalamnaa anfusanaa wa illam taghfir lanaa wa tarhamnaa lanakuunanna minal khaasiriin.”

“Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami serta memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Al-A’raf [7]: 23).

Makna dan Tafsir Doa Nabi Adam

Doa Nabi Adam ini singkat, tetapi sarat makna. Menurut Al-Baidhawi dalam Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil (juz 3, hlm. 67), doa ini mencerminkan tiga unsur penting dalam tobat: pengakuan dosa (iqrar), permohonan ampun (istighfar), dan harapan terhadap rahmat Allah (raja’).

Fakhruddin Ar-Razi dalam Mafatih al-Ghaib (juz 15, hlm. 158) menekankan bahwa penyebutan kata Rabbanaa (Wahai Tuhan kami) mengisyaratkan kedekatan Adam dengan Allah. Ia tidak merasa terputus dari-Nya meskipun telah berdosa. Inilah esensi tobat: mengakui kesalahan, tetapi tetap berharap.

Ibn Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim (juz 3, hlm. 201) menjelaskan bahwa doa ini menunjukkan perbedaan fundamental antara Adam dan Iblis. Adam mengakui kesalahannya dan memohon ampun, sementara Iblis membela diri dan menyalahkan Tuhan atas kesesatannya (Al-A’raf [7]: 16-17).

Fakta Sosial: Mengapa Manusia Sulit Bertobat?

Dalam kajian psikologi modern, manusia cenderung mencari pembenaran atas kesalahannya. Dr. Carol Tavris dan Elliot Aronson dalam buku mereka, Mistakes Were Made (But Not by Me), menjelaskan bahwa manusia memiliki cognitive dissonance, yaitu kecenderungan membela diri agar tidak merasa bersalah.

Baca juga: Peristiwa Tobat Nabi Adam di Bulan Muharram

Fenomena ini banyak terlihat di masyarakat. Ketika seseorang berbuat salah, alih-alih mengakui dan bertobat, ia justru mencari alasan atau menyalahkan orang lain. Lihatlah bagaimana koruptor membela diri dengan alasan ‘demi kepentingan rakyat’, atau seseorang yang melakukan dosa tapi merasa ‘terpaksa oleh keadaan’.

Dalam Islam, konsep tobat sejati justru bertentangan dengan sikap ini. Seseorang harus mengakui kesalahannya secara total dan tanpa alibi, seperti yang dilakukan Adam.

Bagaimana Cara Tobat yang Benar?

Berdasarkan tafsir doa Nabi Adam dan pandangan para ulama, ada beberapa langkah dan cara tobat yang benar:

  1. Menyesali perbuatan (nadam).

Imam An-Nawawi dalam Riyadhus Shalihin (hlm. 12) menyebutkan bahwa inti tobat adalah penyesalan. Tanpa penyesalan, tobat hanya sekadar ucapan.

  1. Meninggalkan dosa secara total (iqlā’ anil ma’shiyah).

Seseorang yang benar-benar bertobat tidak hanya berhenti dari perbuatan dosanya, tetapi juga menjauhi faktor-faktor yang bisa membuatnya kembali terjerumus.

  1. Berjanji tidak mengulangi (‘azm).

Al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin (juz 4, hlm. 76) menyatakan bahwa tobat tanpa komitmen adalah seperti daun yang tertiup angin: mudah kembali ke tempatnya semula.

Baca juga: Tafsir Surah Attahrim Ayat 8: Perintah Tobat Tidak Hanya untuk Ahli Maksiat

  1. Memohon ampun kepada Allah (istighfar).

Ini yang dilakukan Nabi Adam dalam doanya. Bukan hanya meminta penghapusan dosa, tetapi juga rahmat agar tidak mengulangi kesalahan.

  1. Mengganti keburukan dengan kebaikan (tahliyah ba’da takhliyyah).

Sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya amal kebajikan itu menghapus kejahatan.” (Q.S. Hud [11]: 114).

Pandangan Ilmuwan Barat tentang Tobat dan Perubahan Diri

Konsep tobat dalam Islam memiliki kemiripan dengan teori perubahan dalam psikologi. Dr. James Prochaska dalam model Stages of Change-nya menjelaskan bahwa perubahan sejati terjadi dalam beberapa tahap: prekontemplasi (tidak sadar akan kesalahan), kontemplasi (menyadari kesalahan), persiapan (berniat berubah), aksi (melakukan perubahan), dan pemeliharaan (menjaga perubahan).

Menariknya, Islam telah mengajarkan hal ini jauh sebelum teori modern berkembang. Tobat yang benar bukan hanya sekadar istighfar lisan, tetapi perubahan diri yang nyata.

Kembali kepada Fitrah

Tobat Nabi Adam adalah contoh nyata bahwa manusia memang tempatnya salah dan bahwa fitrahnya kembali kepada Allah. Dalam dunia modern yang penuh pembenaran diri, konsep dan cara tobat yang diteladankan Nabi Adam menjadi semakin relevan. Mengakui kesalahan tanpa mencari alasan adalah langkah pertama menuju perbaikan diri.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Hasan Al-Bashri, “Orang yang bertobat dengan tulus adalah mereka yang jika mengingat dosanya, hatinya langsung bergetar.” (Hilyat al-Awliya, juz 2, hlm. 134).

Maka, sudahkah kita benar-benar bertobat? Ataukah kita masih mencari alasan seperti Iblis?

Khoirul Ibad
Khoirul Ibad
Alumni Institut Imam Malik, Maroko (2021) dan Magister Ilmu Alquran dan Tafsir IIQ Jakarta (2024)
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Memaknai Alquran ala Fahruddin Faiz, Tips Hidup Anti Cemas

Memaknai Alquran ala Fahruddin Faiz, Tips Hidup Anti Cemas

0
Pada tanggal 15 Februari 2025 kemarin, Pusat Studi Al-Qur'an (PSQ) baru saja merayakan 20 tahun berdirinya. Perayaannya diselenggarakan di Masjid Istiqlal dengan tajuk “Membumikan...