Selain intended text, Jorge J.E. Gracia juga menggagas macam teks berikutnya, yang ia sebut dengan ideal text. Ideal text ini berlaku untuk teks yang hanya ada dalam pikiran seorang penafsir, bahwa teks itulah yang pernah dan seharusnya dihasilkan oleh pengarang, padahal sang pengarang tidak pernah menyusunnya. Pengertian ini kemudian dirinci lagi oleh Gracia menjadi tiga poin. Pertama, ideal text dapat dipahami sebagai versi yang tidak akurat dari historical text, namun dianggap sebagai salinan yang akurat oleh penafsir. (A Theory of Textuality, hal. 83)
Untuk kategori teks seperti di atas, jika ditarik ke dalam tradisi hadis, maka penjelasan Subhi al-Salih dalam ‘Ulum al-Hadith Wa Mustalahuhu, hal. 27 tentang shahifah al-shahihah, Sahifah yang ditulis oleh Hammam bin Munabbih (40-131 H) yang mengumpulkan hadis-hadis yang diterima dari gurunya, Abu Hurairah (w. 59 H). termasuk dalam pengertian ideal text.
Sementara itu, mirip dengan cerita shahifah al-shahihah, di dunia tafsir dikenal Tafsir al-Manar dan Tanwir al-Miqbas min Tafsir ibn ‘Abbas, dua kitab tafsir yang sama-sama dinisbatkan pada gurunya, padahal sang guru tersebut tidak pernah menghasilkannya -menjadi teks tertulis-. Tafsir al-Manar merupakan kumpulan catatan Rasyid Ridla mengenai ceramah-ceramah gurunya, Muhammad ‘Abduh. Diterangkan bahwa tafsir ini mempunyai dua penyusun; Muhammad ‘Abduh berdasarkan ceramahnya yang menafsirkan ayat hingga Q.S. an-Nisa’ [4]: 126 kemudian dilanjutkan oleh Rasyid Ridla (w. 1354 H) hingga surah Yusuf [12]: 101. Namun yang diterbitkan hanya sampai pada ayat 52 surah Yusuf, batas juz XII ke juz XIII. Sisa ayat dari surah Yusuf kemudian dilanjutkan oleh sahabat Rasyid Ridla dari Syria, Bahjat al-Bithar dan dia pun kemudian berinisiatif untuk menerbitkan seluruh tafsir surah Yusuf tersebut dalam bentuk buku.
Adapun nama Ibn ‘Abbas (w. 68 H.) dalam Tafsir Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn ‘Abbas hanya merupakan penisbatan pada author pertamanya yaitu Ibn ‘Abbas. Sementara orang yang mengumpulkan dan menyusun tafsir ini yaitu Muhammad bin Ya’qub al-Fairuz Abadi (w. 817 H). Lihat Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn ‘Abbas
Kedua, ideal text dapat dimengerti sebagai teks yang dihasilkan oleh seorang penafsir yang menganggap bahwa hal itu mengungkapkan dengan sempurna pandangan dari historical text (teks tertulis yang sudah ada) yang tidak sempurna. Masuk dalam kategori ini yaitu kitab-kitab tafsir, syarh, tahqiq, hasyiyah dan semacamnya. Ketiga, ideal text dapat dipahami sebagai teks yang dihasilkan oleh seorang penafsir sebagai teks yang mengungkapkan dengan sempurna tentang gagasan yang memang seharusnya dijelaskan oleh sang pengarang. Karya-karya tafsir yang sangat banyak dan beragam tampaknya juga masuk dalam kategori teks ideal yang ketiga ini.
Baca Juga: Mengenal ‘Intended Text’ dalam Alquran
Sifat ideal text dari teks Alquran
Ideal text sepertinya akan lebih memperjelas posisi teks teks Alquran dan teks tafsir Alquran. tafsir bersumber dari pembaca, bukan pengarang, maka dari itu sifatnya sangat relatif, karena tafsir tidak lain merupakan kemungkinan-kemungkinan dari intended text yang dicoba diungkap oleh penafsir. Intended text itu hanya diketahui secara pasti oleh pengarangnya, dalam kasus Alquran maka yang sudah pasti tahu mengenai maksud dari Alquran adalah pemiliknya, yaitu Allah, para penafsir hanya menebak saja dengan memperhatikan tanda-tanda yang ada dalam teks Alquran.
Walaupun demikian, ideal text itu sangat diperlukan sebagai alat bantu dalam memahami Alquran. Ini tidak lain dikarenakan -berdasar pada pemetaan teks Alquran sebelumnya- setiap ayat Alquran pasti mempunyai intended text yang hanya diketahui oleh Allah. Maka dari itu, keberadaan tafsir atau ideal text dalam setiap ayat Alquran memang diharuskan. Dalam redaksi yang berbeda dapat dikatakan bahwa Alquran tidak bisa dipahami dengan hanya berpedoman pada teks yang tertulis itu saja.
Satu lagi sifat dari ideal text, yaitu beragam. Setiap penafsir punya latar belakang kehidupan yang tidak sama, mulai dari lingkungan keluarga, pendidikan, guru dan seterusnya. Hal ini yang akan menyebabkan setiap orang punya pemikiran yang tidak sama. Oleh karena demikian, maka sangat dimaklumi ketika ideal text dalam teks Alquran sangat banyak dan beragam.
Sebagai contoh adalah tafsir kata habl Allah dalam surah Ali Imran ayat 103,
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
lafad habl Allah pada ayat ini diartikan beragam oleh para mufasir. Al-Thabari misalnya, mufasir yang terkenal menafsirkan ayat berdasarkan riwayat-riwayat ini terhitung mencantumkan lima keterangan yang berbeda dalam menafsirkan kata ‘habl Allah’. Ada yang menafsirkan kata tersebut dengan al-jama’ah, ada pula yang memaknainya dengan Alquran, janji Allah (‘ahd Allah), ikhlas mengesakan Allah (al-ikhlas li Allah wahdah) dan al-Islam.
Ini hanya dalam kitab Tafsir At-Thabari, bagaimana dengan kitab tafsir lainnya? Tentu ini akan menambah keragaman dari ideal text tersebut. Wallah a’lam