Kitab at-Tafsirat al-Ahmadiyah merupakan salah satu karya tafsir penting yang ditulis oleh ulama asal India, Mulla Jiwan. Dalam kitab ini, Mulla Jiwan membahas ayat-ayat hukum dalam Alquran dengan penjelasan yang mudah dipahami. Pendekatan dalam Kitab at-Tafsirat al-Ahmadiyah tergolong jelas dan praktis, sehingga layak dijadikan rujukan, khususnya bagi peneliti di bidang studi Alquran dan tafsir. Melalui karya ini, Mulla Jiwan menunjukkan kemampuannya dalam menggabungkan ilmu tafsir dan fikih. Hal ini menjadi bukti nyata kontribusi besar Mulla Jiwan dalam khazanah keilmuan Islam.
Baca Juga: Mengenal Tafsir Jami‘ al-Bayan Karya Muhammad Al-Ijiy
Selayang Pandang Mulla Jiwan
Ahmad bin Abi Sa’id bin Abdullah bin Abdul Razaq lebih dikenal sebagai Ahmad Malajiwun atau dalam penyebutan lainnya, Mulla Jiwan. Ia lahir di kota Amethi, Lucknow, India pada tahun 1637 M/1047 H dan wafat pada tahun 1717 M/1130 H. Ia hidup pada masa pemerintahan Mughal di India. Mulla Jiwan menghafal Alquran pada usia tujuh tahun, ia mempelajari berbagai ilmu keislaman dan menguasainya, di antaranya; ilmu tafsir, hadis, dan fikih. Ia berguru kepada banyak ulama besar di masa itu, yaitu; Syekh Abdul Ahad, Syekh Muhammad al-Ashfahani, dan Syekh Nasrullah al-Ahmadi. Mulla Jiwan juga merupakan guru dari Syekh Abdul Qadir dan Syekh Abul Fadl.
Mulla Jiwan menjadi salah satu ulama besar di India setelah penyebaran madzhab Hanafi dan masuknya Islam ke berbagai wilayah anak benua. Ia menyusun berbagai karya, di antaranya; Syarh Nur al-Anwar, As-Sawanih ‘ala Manazil al-Lawa’ih, Adab al-Ahmadi fi-as-Siyar wa as-Suluk, Manaqib al-Auliya’ fi Akhbar as-Syuyukh, dan yang paling terkenal Kitab at-Tafsirat al-Ahmadiyah.
Sepeninggal Mulla Jiwan, karyanya tetap dijadikan rujukan oleh para ulama setelahnya, memberikan pengaruh besar dalam dunia keilmuan Islam, khususnya dalam tafsir ayat-ayat hukum di madzhab Hanafiyah. (Ali Iyazi, Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum, 1/389-390)
Baca Juga: Mengenal Kitab-Kitab Tafsir dari Kalangan Syiah
Potret Kitab at-Tafsirat al-Ahmadiyah
At-Tafsirat al-Ahmadiyah fi Bayan al-Ayat al-Shar’iyah yang lebih dikenal dengan Tafsir Ahmadiyah karya Mulla Jiwan, ditulis pada tahun 1099 H. Cetakan pertama di Biyha, percetakan Qadhi Abdul Karim, kemudian disempurnakan oleh Ghulam Ahmad Sahib at-Tilya’i pada tahun 1327 H, dengan catatan tambahan dari Mulla Rahim. Cetakan kedua diterbitkan di Dar al-Isa’ah al-‘Arabiyah, Afghanistan dengan total 744 halaman. (Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum 1/389)
At-Tafsirat al-Ahmadiyah merupakan tafsir fiqhi yang berdasar pada madzhab Hanafiyah, ditulis secara ringkas dan padat, serta memuat perbandingan pendapat dalam masalah-masalah khilafiyah. Sebelum memulai penafsiran, Mulla Jiwan mengawali pendahuluan yang menjelaskan alasan penyusunan kitab ini serta metode penulisannya. Ia juga menyebutkan berbagai karya yang menjadi sumber rujukan yang digunakan, di antaranya; Anwar al-Tanzil karya al-Baidhawi, Madarik al-Tanzil karya al-Nasafi, al-Kashshaf karya al-Zamakshari, dan lain sebagainya. (Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum 1/391-392)
Mulla Jiwan menggunakan metode tematik dalam penafsirannya, cara penyajiannya juga cukup sederhana yakni memulai dengan memberikan judul topik yang diambil dari salah satu ayat, lalu mencantumkan ayat lain yang berkaitan. Setelah itu, ia mencantumkan beberapa pendapat ulama, namun tidak selalu memberikan penjelasan panjang lebar – cukup sebagai penguat pendapat yang dipilih. Dalam penafsirannya, tentu cenderung mengikuti pandangan madzhab Hanafi. Dalam menjelaskan hukum, ia membandingkan dalil-dalil yang ada dan memilih yang paling kuat, sambil membantah dalil yang dianggap kurang tepat.
Sumber penafsiran yang digunakan Mulla Jiwan adalah Alquran, hadis, dan atsar para sahabat sehingga Kitab at-Tafsirat al-Ahmadiyah digolongkan sebagai kitab tafsir bi al-ma’tsur. Dalam tafsirnya juga tersaji beberapa kisah israiliyyat, tapi tidak semua diterima oleh Mulla Jiwan, contohnya ia menolak cerita tentang Nabi Daud dan perempuan bernama Uria. (Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum 1/394)
Baca Juga: Mengenal Kitab Tafsir Nurul Ihsan Karya Muhammad Sa’id
Contoh Penafsiran
Dalam salah satu ayat, Allah memerintahkan hamba-Nya untuk menegakkan salat dan menunaikan zakat:
وَاَقِيْمُوا الصَّلوةَ وَاتُوا الزَّكوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرّكِعِيْنَ
Mulla Jiwan menafsirkan bahwa yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah perintah kepada ahli kitab agar mengikuti tata cara salat umat Islam, termasuk menghadap Ka’bah dan melakukan rukun-rukun salat seperti ruku’ dan sujud.
Menurutnya, dulu orang-orang Yahudi dan bahkan Nabi Muhammad Saw dalam beberapa tahun melaksanakan salat hanya dengan berdiri lalu ditambahkan dengan ruku’ dan sujud. Sebagaimana firman Allah Swt di surah al-Hajj ayat 77 yang berbunyi “Wahai orang-orang yang beriman! Rukuklah dan sujudlah.”
Lebih lanjut, Mulla Jiwan juga membahas tentang kewajiban salat dan zakat yang menurutnya sudah sangat jelas dalam Islam. Karena itu, tak perlu lagi mencari-cari dalil tambahan sebab Allah sudah menyebutkan berkali-kali dalam Alquran. Terkait salat berjamaah, menurutnya itu sunnah muakkadah sesuai dengan pandangan madzhab Hanafi. (al-Malajiwun, at-Tafsirat al-Ahmadiyah, hlm.13)
Adapun penafsiran Mulla Jiwan terhadap ayat yang membahas tentang haji dalam surah Ali ‘Imran ayat 97:
فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَه كَانَ اٰمِنًا ۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ
Menurutnya, haji adalah kewajiban bagi yang mampu, sedangkan umrah dihukumi sunnah. Ia berlandas pada riwayat Ibnu Jarir dari Ya’qub dari Ibnu ‘Ulayyah dari Yunus dari Hasan berkata: “Rasulullah Saw membaca ayat, ‘Dan wajib bagi manusia kepada Allah untuk melakukan haji ke Baitullah, yaitu bagi siapa yang mampu menempuh perjalanan ke sana (QS. Ali ‘Imran: 97).’ Mereka bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan jalan atau mampu?’ Rasulullah menjawab; ‘Bekal dan kendaraan.’”
Imam Syafi’i menafsirkan mampu dengan bekal dan kendaraan, Imam Malik menafsirkan mampu dengan kesehatan, berjalan dan bekerja guna memperoleh bekal dan kendaraan, sedangkan Mulla Jiwan menafsirkan sesuai dengan pandangan madzhab Hanafi, menurutnya meskipun bekal dan kendaraan tersedia akan tidak berguna tanpa adanya jaminan kesehatan dan keamanan dalam perjalanan. (al-Malajiwun, at-Tafsirat al-Ahmadiyah fi Bayan al-Ayat ash-Shari’ah, hlm.191)
Baca Juga: Mengenal Tafsir Sinar Karya Abdul Malik Ahmad, Ulama Asal Sumbar
Penutup
Secara keseluruhan, Kitab at-Tafsirat al-Ahmadiyah karya Mulla Jiwan adalah tafsir yang memenuhi syarat sebagai rujukan hukum Islam. Metodenya teratur, sumbernya otoritatif, dan isinya relevan dengan kebutuhan hukum pada masanya. Meski ada kecenderungan pada satu madzhab dan tema yang terbatas, hal ini tidak mengurangi nilainya sebagai salah satu tafsir hukum penting dalam tradisi Islam.