BerandaKhazanah Al-QuranMengenal Profil Lembaga Pentashihan Mushaf Al-Quran Kementerian Agama

Mengenal Profil Lembaga Pentashihan Mushaf Al-Quran Kementerian Agama

Di setiap mushaf Al-Quran yang kita baca, baik yang cetakan lama sebelum komputerisasi maupun cetakan baru dengan macam variasi dan warna, selalu ada satu halaman khusus beraksara jawi (melayu) dengan judul besar “tanda tashih”. Biasanya lembaran itu berisi nomor, kode, keterangan penerbit, ukuran mushaf, dan berisi tanda tangan. Itulah halaman yang dikeluarkan oleh Lembaga Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMQ). Artikel ini akan sedikit mengulas tentang LPMQ, sejarah pendirian, tugasnya, dan transformasinya.

Berdirinya Lembaga Pentashihan Mushaf Al-Quran diawali dengan masuknya modernisasi percetakan di awal abad ke-20. Pada saat itu, produksi mushaf al-Quran turut terpengaruh sehingga ikut diproduksi secara massal oleh berbagai penerbit. Masing-masing penerbit pada waktu itu melakukan pentashihan sendiri-sendiri, seperti penerbit Al-Qur’an Matba’ah al-Islamiyah Bukittinggi 1933 M di tashih oleh as-Syaikh Sulaiman ar-Rasuli dan al-Hajj Abdul Malik, penerbit Abdullah bin Afif Cirebon 1352 H/1933 M ditashih oleh al-Hajj Muhammad Usman dan al-Hajj Ahmad al-Badawi, dan lain-lain.

Sebagai wujud perhatian pemerintah untuk menjamin kesucian teks Al-Qur’an dari berbagai kesalahan dan kekurangan dalam penulisan Al-Qur’an, pada tahun 1957 dibentuk suatu lembaga kepanitiaan yang bertugas mentashih (memeriksa/mengoreksi) setiap mushaf Al-Qur’an yang akan dicetak dan diedarkan kepada masyarakat Indonesia. Lembaga tersebut diberi nama Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an. Keberadaan lembaga ini tidak muncul dalam struktur tersendiri, dan hanya merupakan semacam panitia adhoc. Lembaga tersebut menjadi bagian dari Puslitbang Lektur Keagamaan dan dalam PMA no. 3 tahun 2006 tentang organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama.

Tugas-tugas Lajnah semakin berkembang sejalan dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan. Pada tahun 1982 keluar Peraturan Menteri Agama Nomor 1 tahun 1982, yang isinya antara lain menyebut tugas-tugas Lajnah Pentashih, yaitu (1) meneliti dan menjaga mushaf Al-Qur’an, rekaman bacaan Al-Qur’an, terjemah dan tafsir Al-Qur’an secara preventif dan represif; (2) mempelajari dan meneliti kebenaran mushaf Al-Qur’an, Al-Qur’an untuk tunanetra (Al-Qur’an Braille), bacaan Al-Qur’an dalam kaset, piringan hitam dan penemuan elektronik lainnya yang beredar di Indonesia; dan (3) Menyetop peredaran Mushaf Al-Qur’an yang belum ditashih oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an.

Sepanjang perjalanan Lajnah sejak pertama kali didirikan pada tahun 1957 telah mengalami beberapa pergantian kepemimpinan. Sebutan untuk pemimpin Lajnah hingga akhir tahun 2006 adalah Ketua Lajnah yang secara ex officio dijabat oleh Kepala Puslitbang Lektur Keagamaan. Sejak awal tahun 2007 sejalan dengan ditetapkannya Lembaga Pentashihan Mushaf Al-Quran sebagai satuan kerja (satker) tersendiri, sebutan Ketua Lajnah berubah menjadi Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.

Tugas-tugas Lajnah hingga tahun 2007 masih sebatas mentashih Al-Qur’an dengan segala macam produknya. Namun belakangan ini tugas-tugas Lajnah menjadi semakin luas. Sehubungan dengan itu, sebagai tindak lanjut pelaksanaan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama dan untuk meningkatkan dayaguna dan hasil-guna pelaksanaan tugas dibidang pentashihan dan pengkajian Al-Qur’an, keluarlah Peraturan Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.

Di dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 2007 Bab I pasal 1, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an adalah Unit Pelaksana Teknis Badan Penelitian dan Pengembangan serta Pendidikan dan Pelatihan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.

Sejak keluarnya PMA tersebut, Organisasi dan Tata Kerja Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an turut berubah sesuai dengan tugas dan fungsi Lajnah dalam diktum tersebut, sehingga organisasi ini mencakup 3 bidang, yaitu (1) Bidang Pentashihan, (2) Bidang Pengkajian Al-Qur’an, dan (3) Bidang Bayt Al-Qur’an dan Dokumentasi. Khusus pengelolaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal telah diterbitkan pula Keputusan Menteri Agama No. 45 Tahun 2007 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Agama Nomor E/50 Tahun 2002 tentang Susunan Personalia Pengelolaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal Taman Mini Indonesia Indah. Sejak keluarnya PMA No. 3 Tahun 2007 inilah tugas pengelolaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Al-Qur’an di bawah Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. Wallahu A’lam.

Wildan Imaduddin Muhammad
Wildan Imaduddin Muhammad
Dosen Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...