Muhammad Ali al-Sayis merupakan salah satu tokoh mufassir pada era modern yang mengarang kitab At-Tafsir Ayat Al-Ahkam. Seperti dilihat dari nama kitab tersebut telah terlihat corak Tafsir Ayat Al-Ahkam ini menjelaskan tentang ayat-ayat hukum.
Kitab Tafsir Ayat al-Ahkam karya Ali Al-Sayis merupakan kitab yang disusun oleh Muhammad Ali al-Sayis untuk kalangan mahasiswa Fakultas Syariāah di Universitas Kairo, Mesir. Tetapi setelah mengalami beberapa penyempurnaan dan pengeditan, kitab ini kemudian dibukukan dan beredar luas di seluruh negara muslim termasuk Indonesia.
Karakteristik Tafsir Ayat Al–Ahkam
Kitab Tafsir Ayat al-Ahkam karya Ali al-Sayis ini merupakan salah satu referensi yang laris terutama untuk kajian tafsir ahkam. Dalam pendahuluan kitab Tafsir Ayat al-Ahkam (al-Sayis, 2002), Ali al-Sayis mengatakan bahwasanya kitab ini merupakan kitab yang disusun dengan sistematis dan dikuatkan oleh beberapa produk penafsiran para mufassir lain. Di antaranya :
Melalui tafsir bil maātsur yang merupakan penafsiran yang berdasarkan pada riwayat hadis. Hal ini dapat dilihat pada salah satu rujukan yang digunakan oleh Ali al- Sayis, yaitu tafsir Imam al-Suyuti dan Ibn Jarir al-Thabari.
Melalui tafsir bil raāyi yang merupakan penafsiran berdasarkan pengambilan hukum dengan pemikiran akal. Hal ini dapat dilihat pada salah satu rujukannya, yaitu tafsir al-Razi, Mafatihul Ghaib, tafsir al-Zamakhsyari, dan sebagainya. Dari segi hukum-hukum, kitab tafsir ini dikuatkan dengan kitab Imam al-Qurtubi dan Imam al-Jassas.
Baca juga: Mengenal Tafsir Marah Labid, Tafsir Pertama Berbahasa Arab Karya Ulama Nusantara, Syekh Nawawi Al-Bantany
Detailnya, tafsir Ayat al-Ahkam ini sebagaimana penjelasan Ali Al-Sayis dalam Tafsir Ayat Al-Ahkam, berjumlah 814 halaman yang terbagi dalam empat sanah, yang pertama 176, yang kedua 238, yang ketiga 192 dan yang ke empat 208. Tafsir Ayat al-Ahkam ini menjelaskan tentang ayat-ayat hukum yang ada dalam Al-Quran atas dasar faham ahlu sunnah wa al jamaāah.
Jilid pertama dimulai dengan penyebutan daftar ayat dalam surat al-Baqarah, pada jilid kedua dimulai dengan runtutan ayat dari Surat al-Imran, Surat an-Nisa, Surat al-Maidah, Surat al-Anāam dan juga Surat al-Aāraf. Pada jilid yang ketiga di mulai dengan penyebutan ayat dari Surat al-Anfal, Surat at-Taubah, Surat an-Nahl, Surat al-Israā, Surat al-Hajj, Surat an-Nur, sedang yang terakhir terbagi dalam dua bagian: bagian yang pertama ayat-ayat ahkam dari surat Lukman sampai pada surat al-Hujurat, sedang bagian yang kedua dari surat al-Waqiāah sampai pada surat al-Muzammil.
Namun dalam kitab ini tidak terdapat daftar isi dan daftar kitab rujukan (footnote), yang ada hanya tema-tema dan ayat-ayat saja yang seharusnya menjadi kemudahan bagi para pembaca. Sehingga mempersulit para pembacanya dalam mengorek informasi dari penafsiran ataupun pendapat ulama dan sebagainya.
Akan tetapi tafsir ini juga mempunyai kelebihan tersendiri, yaitu menjadi salah satu kitab tafsir ayat ahkam yang pernah ada dan kitab ini adalah yang membahas ayat-ayat hukum secara jelas dan bermanfaat sekaligus banyak mengangkat tema kontemporer.
Metode Penafsiran
Secara umum, sistematika yang digunakan Ali al-Sayis dalam kitab tafsir ini adalah ia mengawali penafsiran dengan menyebut satu sampai tiga ayat hukum yang hendak dikaji. Beliau tidak memulai dengan tema-tema kajian dahulu (seperti Rawaiāul Bayaan karya Ali Ash-Shabuni) baru kemudian mengumpulkan ayat-ayat yang berhubungan dengan tema, melainkan menyebutkan sesuai urutan surat dan ayatnya lebih dahulu. Seperti pada Surat Al-Baqarah, ayat 102-103, yang merupakan ayat tentang sihir.
Baca juga: Mengenal Tafsir Iklil, Kitab Tafsir Berbahasa Jawa Pegon dan Makna Gandul
Kemudian ia mengurai kata-kata teknis yang harus dipahami terlebih dahulu. Tahap ini dapat disebut pula dengan tafsir al-mufradat. Langkah berikutnya, ia mulai menafsirkan frasa-frasa ayat yang memiliki kandungan hukum. Dalam hal ini, Ali al-Sayis mengolaborasi kajian dengan mengungkapkan pendapat para mufasssir baik dari kalangan mufassir klasik maupun kontemporer. Pada bagian akhir, Ali al-Sayis melakukan istinbath hukum yang disederhanakan dari ulasan ayat-ayat tersebut.
Telah dijelaskan bahwa tidak ada informasi tentang metode yang dipakai, akan tetapi melihat dari isi kitab tersebut dapat diketahui bahwa Ali al-Sayis menggunakan metode tahlili (analisis), hal ini dilihat dari penyebutan suatu ayat dalam Al-Quran, kemudian ayat tersebut ditafsirkan sesuai dengan permasalahan yang terkait.
Meskipun al-Sayis belum menyebutkan metode penafsiran seperti apa yang digunakan, namun diperoleh beberapa langkah yang digunakan dalam penafsiran tersebut.
- Disebutkan ayat tertentu dalam surat tertentu. Apabila ayat tersebut terdapat asbabun nuzul, hal itu diutamakan dalam penafsiran.
- Terkait dengan gramatika bahasa, suatu ayat yang disebutkan dan dijelaskan berdasarkan kata perkata yang merupakan kalimat inti secara rinci.
- Terdapat pemaparan aspek balaghiyah (bahasa), sehingga mampu memperindah dalam pemaknaan.
- Disebutkan munasabah dengan ayat dan surat lain baik yang sebelum atau yang sesudahnya.
- Untuk memperkuat argumen yang muncul dalam penafsiran disebutkan hadis-hadis shahih terkait dengan ayat yang ditafsirkan.
- Terdapat pendapat ulama yang disebutkan, terkait dengan pembahasan suatu hukum yang terdapat dalam ayat yang menjadi pokok bahasan.
- Terdapat syair-syair yang digubah dari penyair.
- Disebutkan istinbath hukum (kesimpulan) yang terdapat dari ayat yang ditafsirkan. Wallahu Aālam.