BerandaTafsir Al QuranMengenal Terjemahan Al-Quran Bersajak dalam Bahasa Aceh Karya Tengku Mahjiddin Jusuf

Mengenal Terjemahan Al-Quran Bersajak dalam Bahasa Aceh Karya Tengku Mahjiddin Jusuf

Satu lagi khazanah terjemahan Al-Quran dalam bahasa daerah di Indonesia, yaitu terjemahan Al-Quran bersajak dalam bahasa Aceh yang ditulis oleh Tengku Haji Mahjiddin Jusuf. Judul lengkap terjemahannya yaitu Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemah Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai karya terjemahan ini.

Karir Keorganisasian dan Intelektualitas Tengku Mahjiddin Jusuf

Tengku H. Mahjiddin Jusuf lahir di Peusangan, Aceh Utara pada tanggal 6 September 1918. Dia berasal dari keluarga yang agamis, pendidikan pertamanya didapatkan langsung dari sang ayah, Tgk. Fakir Jusuf seorang ulama dan pengarang sya’ir. Keahlian menulis syairnya didapatkannya dari sang ayah.  

Layaknya muda-mudi Aceh pada zamannya, Tengku Mahjiddin menimba ilmu agama terlebih dahulu di beberapa dayah (pondok) baru kemudian melanjutkan pendidikan formalnya ke perguruan tinggi di Madrasah al-Muslim hingga tahun 1937 (sekarang menjadi Institut Agama Islam (IAI) Al-Muslim Aceh). Dalam kata pengantar bukunya disebutkan bahwa Tengku Mahjiddin pernah melanjutkan pendidikannnya di Padang sampai tahun 1941, namun tidak dijelaskan secara lebih spesifik.

Setelah menyelesaikan pendidikannnya secara formal Tengku Mahjiddin kembali ke Aceh dan ditunjuk sebagai pemimpin Madrasah al-Muslim, tetapi berhenti di tengah jalan karena dipilih sebagi Kepala Negeri (setingkat camat) di Peusangan, dan tidak berlangsung lama dia kemudian dipindahkan ke Banda Aceh dan ditugaskan sebagai Kepala Pendidikan Agama.

Karena kepiawannya dalam memimpin, dia mendapatkan kepercayaan yang lebih tinggi, yaitu sebagai Kepala Pendidikan Agama  provinsi Sumatra Utara, namun jabatan ini hanya sebentar diemban (1951-1952) dan kembali lagi ke Aceh menjabat sebagai Kepala Pendidikan Agama di Aceh.

Jabatan lain yang pernah diembannya adalah sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mewakili partai politik Islam (MASYUMI) Majelis Syura Muslim Indonesia  dan anggota Majelis Ulama Indonesia untuk daerah Aceh.

Walaupun dia banyak berkecimpung di dunia pemerintahan, dia tetap berdedikasi di bidang agama. Tengku Mahjiddin adalah seorang imam di Masjid Baiturrahman Banda Aceh, dan dia juga menulis beberapa buku pelajaran untuk Sekolah Rakyat Indonesia (SRI) dalam bidang tafsir dan bahasa Arab, seperti terjemahan Al-Quran bersajak dalam bahasa Aceh ini. Ia juga mulai merintis pengajaran tahfidz Al-Quran pada tahun 1990.

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran mencatat karya Tengku Mahjiddin yang lain yang ditulis dalam bahasa Aceh seperti ‘Hikayat Nabi Yusuf’, juga beberapa hikayat (syair dalam bahasa Aceh yang lain) dan buku tentang ayahnya yang berjudul ‘Fakir Jusuf, Penulis Hikayat Aceh’. Beberapa karya hikayatnya dan buku yang terakhir ini belum sempat diterbitkan.

Atas jasa dan pengabdiannya kepada Al-Quran, termasuk pula karya terjemahan Al-Quran bersajak tersebut, lembaga resmi pentashih mushaf Al-Quran ini memasukkan Tengku Mahjiddin sebagai salah satu di antara ulama, para penjaga Al-Quran. Ia meninggal dunia pada malam Hari Raya Idul Fitri tahun 1414 H bertepatan dengan 14 Maret 1994 M.

Latar Belakang Penulisan Terjemah

Tengku Mahjiddin mulai melakukan penerjemahan pada tanggal 25 November 1955 ketika dia dalam tahanan. Empat tahun Mahjiddin pernah mendekam di penjara Binjai, tepatnya setelah peristiwa pemberontakan Aceh tahun 1953. Selama dalam tahanan dia hanya menerjemahkan tiga surat, yaitu: QS. Yasin [36], QS. al-Kahfi [18], dan QS. al-Insyirah dan diterbitkan di Harian Duta Pantjatjita Banda Aceh tahun 1965. Proses penerjemahan sempat terhenti selama 20 tahun kemudian dilanjutkan kembali pada tahun 1977 dan selesai pada tahun 1988.

Dalam kata pengantar buku Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemah Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh, penyunting mengatakan bahwa dalam melakukan penerjemahan Tengku Mahjiddin bukan sekedar memberikan informasi, tetapi juga berupaya mempengaruhi emosi pembaca, seperti berusaha mendekatkan makna dengan latar budaya dan lingkungan pembaca.

Penjelasan ini secara tidak langsung bisa mengidentifikasi alasan Tengku Mahjiddin dalam menerjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Aceh, yaitu agar masyarakat Aceh memahami isi kandungan Al-Qur’an dan merasakan Al-Qur’an berbicara kepadanya.

Pendekatan makna terhadap latar budaya salah satunya dapat dilihat ketika Tengku Mahjiddin  menerjemahkan firman Allah Q.S At-Tin [95]: 1

وَالتِّيْنِ وَالزَّيْتُوْنِۙ

Tengku Mahjiddin menerjemahkan teks tersebut dengan Demi boh ara dan boh zaitun. Ketika ditanya oleh tim penyunting mengapa Tengku Mahjiddin menerjemahkan buah tin menjadi buah ara, dia menjawab bahwa buah zaitun sudah dikenal di Aceh sekurang-kurangnya dari minyaknya, sedangkan buah tin hampir tidak dikenal. Oleh karena itu ia lebih memilih terjemahan boh ara.

Metode Terjemahan dan Sumber

Pada awalnya Al-Quran terjemahan ini ditulis dengan Arab Jawi. Dan setelah mengalami beberapa proses penyuntingan dari tahun 1993-1994, untuk pertama kalinya terjemahan Al-Quran  ini diterbitkan dengan bahasa latin. Selama proses penyutingan, tim penyunting selalu berkonsultasi langsung dengan Tengku Mahjiddin sehingga apabila ada kata atau kalimat yang perlu diubah maka penyunting meminta beliau sendiri yang mengganti kata atau kalimat tersebut.

Sesuai dengan jenis terjemahannya, terjemah Al-Quran bersajak dalam bahasa Aceh ini, akan langsung terlihat sajak pada setiap penggalan ayat yang diterjemahankannya. Setiap penggalan ayat terdiri dari empat baris dan setiap empat baris memiliki sepuluh suku kata dan setiap akhir baris ada persamaan bunyi.

Dalam proses terjemahan, Tengku Mahjiddin lebih dulu menangkap maksud teks baru kemudian memformulasikannya dalam sajak bahasa Aceh. Hal ini terbilang rumit karena harus memenuhi syarat dan kriteria yang tidak ada dalam terjemahan bebas.

Metode terjemahan yang dipakai dalam terjemah Al-Quran bersajak ini adalah metode tarjamah tafsiriyyah, sebagaimana defenisi tarjamah tafsiriyyah oleh Manna’ Khalil al-Qattan dalam kitabnya Maba>his fi Ulum Alqur’a>n, yaitu menjelaskan menjelaskan  makna kalimat dengan bahasa lain tanpa terikat kepada kaidah-kaidah atau struktur bahasa asal. Terjemahan  jenis ini tidak mengabaikan penjagaan kaidah dan struktur bahasa asal, selama penerjemah sanggup mengungkap makna dari teks yang diterjemahkan.

 Dalam proses terjemahannya, Tengku Mahjiddin merujuk kepada beberapa kitab-kitab tafsir di antaranya adalah kitab al-Mishba@hu al-Munir fi Tahdzibi Tafsi@r karya Ibn Kastir, Tafsir Al- Kasya@f karya al-Zamakhsyari, Jami’ al-Bayan ‘an ta’wi@li Alquran karya Ibnu Jarir al-Thabari. Kemudian untuk bahan pembanding terjemahan bahasa Indonesia, Tengku Mahjiddin merujuk Alquran Bahasa Indonesia susunan A. Hassan, Mahmud Yunus, H.B Jassin dan Alquran Terjemahan Kementrian Agama Republik Indonesia.

Demikian sekilas tentang terjemahan Al-Quran bersajak ini, karya tersebut tentu menambah warna dalam dunia dan kajian terjemahan Al-Quran di Indonesia. Wallahu A’lam.

 

Isyatul Luthfi
Isyatul Luthfi
Alumni Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir IAIN Langsa. Minat pada kajian tafsir tematik, tafsir tahlili, hermeneutika dan tafsir Nusantara
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

kaidah Asbabunnuzul

Telusur Kaidah Asbabunnuzul dalam Kitab-Kitab ‘Ulūm al-Qur’ān

0
Dalam ilmu Alquran, di bagian kaidah Asbabunnuzul terdapat suatu kaidah yang lebih khusus lagi, yaitu al-‘Ibrah bi ‘umūm al-lafdz dan al-‘Ibrah bi khuṣūṣ al-sabab. Mulanya...