BerandaTafsir TematikMengenal Tujuh Istilah Angin yang Disebutkan dalam Al-Quran

Mengenal Tujuh Istilah Angin yang Disebutkan dalam Al-Quran

Tidak ada ciptaan Allah Swt yang sia-sia untuk manusia. Angin, salah satu ciptaannya ini ternyata menyimpan segudang manfaat dan potensi yang dikandungnya yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Tanpa angin, bagaimana mungkin manusia dan makhluk hidup di alam semesta ini dapat hidup? Angin telah memberikan udara yang segar bagi kita semua. Nah, Al-Quran sendiri telah menginformasikan beberapa jenis angin dan istilah-istilahnya yang beraneka ragam. Seperti apa jenis angin, sifat angin dan istilah-istilah angin dalam Al-Quran? Simak penjelasannya di bawah ini.

Al-Rih dan al-Riyah

Istilah angin dalam Al-Quran yang pertama adalah Al-riyah (الرياح) dan aryah (ارياح) yang merupakan bentuk jama’ dari al-rih (الريح) dan al-rihah (الريحة). K.H. Ahmad Warson Munawwwir dalam Kamus al-Munawwir menjelaskan bahwa untuk angin kencang diungkapkan dengan kata al-raih. Sedangkan untuk angin sepoi-sepoi diungkapkan denngan al-rauhu sebagaimana dikemukakan Ibn Faris dalam Mu’jam Maqayis al-Lughah. Kata al-rih dalam bentuk mufrad sering kali menggambarkan siksa, sedangkan untuk yang jamak melukiskan tentang nikmat seperti yang diungkapkan al-Asfahani dalam Mu’jam Mufradat Alfadz al-Quran.

Nasaruddin Umar menyebutkan bahwa kata angin disitir dalam Al-Quran tidak kurang dari 29 kali dalam dua bentuk, yaitu kata al-rih (mufrad) 19 kali dan kata riyah (jamak) 10 kali. Penyebutan angin dalam kata riih seringkali menyatakan dampak negatif dan destruktif. Hal ini berbeda dengan riyah yang cenderung lebih berdampaik baik dan soft (lunak). Adapun secara terminologi seperti yang dinyatakan Muhammad Farid Wajdi dalam Dairat al-Ma’arif al-Qarn al-‘Isyrin bahwa kata riih merupakan peredaran udara, rahmat dan pertolongan.

Kata riih disebutkan sebanyak 19 kali dalam Al-Quran. Adapun beberapa maknanya, antara lain: (1) Q.S. Yunus [10]: 22 menggambarkan sifat angin yang baik, yang dengannya kapal dapat bergerak, (2) Q.S. Yunus [10]: 22, bermakna angin badai yang dapat menenggelamkan kapal, (3) Q.S. al-Isra’ [17]: 69, bermakna angin topan yang menenggelamkan orang kafir, (4) Q.S. Ali Imran [2]: 113, bermakna angin dingin yang merusak tanaman, (5) Q.S. Ibrahim [14]: 18, bermakna angin kencang yang meluluhlantahkan benda di sekitarnya, dan sebagainya.

Adapun kata riyah disitir sebanyak 10 kali dalam Al-Quran, misalnya Q.S. al-A’raf [7]: 57 yang bermakna angin yang membawa rahmat Allah yang menimbulkan hujan. Ini sebagaimana yang disampaikan Quraish Shihab dalam Ensiklopedia Al-Quran; Kajian Kosa Kata.

Al-Qurtuby dalam tafsirnya mengulas panjang lebar tentang al-rih. Al-rih adalah udara yang bergerak di mana gerakan angin sangatlah dinamis dan fluktuatif (kadang kuat, kadang lemah). Hal ini disebabkan dari mana asal angin itu bertiup. Terkait hal ini, al-Qurtuby menyebutkan ada empat arah mata angin, yaitu (1) rih al-shaba (ريح الصبا), angin yang bertiup dari arah depan berlawanan dengan arah gerakan benda.

Sedangkan (2) rih al-dubur (ريح الدبر), angin yang bertiup dari arah bekakang, dan (3) rih al-syamal (ريح الشمال) atau angin utara, yaitu angin yang berhembus dari kiri ke kanan. Dan (4) al-rih al-junub (ريح الجنوب) atau angin selatan, yaitu angin yang berhembus dari kanan ke kiri. Pada dasarnya, term al-riih dan al-riyah merujuk pada angin, kecuali pada firman-Nya dalam Q.S. Yusuf [12]: 94, yang merujuk pada arti aroma atau bau yang terpancar dari seseorang. Ayat ini mengungkapkan tentang bau Nabi Yusuf yang tercium oleh ayahnya.

Baca juga: Mengenal Enam Fungsi Angin dalam Al-Quran Perspektif Tafsir Ilmi

I’sharun

Istilah angin dalam Al-Quran kedua ialah i’sharun. I’sharun merupakan bentuk isim masdar, yang artinya angin badai. I’sharun diambil dari kata a’shara-yu’shiru-i’sharun (أعصر، يعصر، إعصار). Al-Zujaj mendefinisikan kata i’sharun sebagai angin yang membawa debu yang berterbangan hingga ke langit, atau orang-orang biasa menyebutnya angin topan atau angin yang sangat kencang. Seperti yang diabadikan dalam firman-Nya Q.S. al-Baqarah [2]: 266,

فَاَصَابَهَآ اِعْصَارٌ فِيْهِ نَارٌ فَاحْتَرَقَتْ

Lalu kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, sehingga terbakar. (Q.S. al-Baqarah [2]: 266).

Al-Dzariyat

Al-dzariyat berasal dari kata dzara-yadzru-dzarwan (ذرا، يذرو، ذروا) artinya berjalan cepat, terbang. Ibn Faris dalam Mu’jam Maqayis al-Lughah memaknai kata dzarwun dengan dua makna, yaitu memuliakan sesuatu dan melindunginya dan sesuatu yang jatuh dan pecah. Dalam makna lain, ia diartikan dengan mengucur, melempar. Muhammad Ismail Ibrahim dalam Mu’jam al-Alfadz wa al-A’lam al-Quraniyyah memaknainya dengan terbang, pecah dan hilang.

Kata dzarwun disebutkan sebanyak 3 kali dalam Al-Quran dengan arti angin dan diterbangkan, serta kata al-dzariyat disebutkan satu kali dalam Q.S. al-Dzariyat [51]: 1,

وَالذّٰرِيٰتِ ذَرْوًاۙ

Demi (angin) yang menerbangkan debu, (Q.S al-Dzariyat [51]: 1).

Al-Thabathaba’i dalam Tafsir al-Mizan memaknai kata dzariyat di atas dengan angin yang dapat membongkar tanah dan menerbangkan debunya. Sedangkan al-Tabari dalam Jami’ al-Bayan memaknainya dengan al-riyah, yaitu angin yang menerbangkan debu (al-riyah al-lati tadzuru al-turabi dzarwan). Quraish Shihab menyimpulkan bahwa al-dzariyat merujuk pada angin yang sangat dahsyat yang menerbangkan segala apapun di dunia ini ketimbang angin yang menyejukkan.

Al-Mursalat

Kata al-Mursalat diambil dari arsala-yursilu-irsalan, artinya mengirim atau mengutus. Kata ini juga dapat dimaknai malaikat atau angin, atau yang dikirim. Kata al-mursalat sendiri terdapat dalam Q.S. al-Mursalat [77]: 1,

وَالْمُرْسَلٰتِ عُرْفًاۙ

Demi (malaikat-malaikat) yang diutus untuk membawa kebaikan (Q.S. al-Mursalat [77]: 1).

Derivasi dari term al-Mursalat, di antaranya irsal al-riyah yang bermakna membawa angin kebaikan (al-riyah al-thayyibah al-layyinah) seperti yang dituturkan al-Tabari dalam Jami’ al-Bayan ketika menafsirkan Q.S. al-A’raf [7]: 57,

وَهُوَ الَّذِيْ يُرْسِلُ الرِّيٰحَ بُشْرًاۢ بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهٖۗ

Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan), (Q.S. al-A’raf [7]: 57).

Dalam ayat yang lain Q.S al-Hijr [15]: 22, Allah swt mengisahkan,

وَاَرْسَلْنَا الرِّيٰحَ لَوَاقِحَ فَاَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً فَاَسْقَيْنٰكُمُوْهُۚ وَمَآ اَنْتُمْ لَهٗ بِخٰزِنِيْنَ

Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan (air) itu, dan bukanlah kamu yang menyimpannya. (Q.S. al-Hijr [15]: 22).

Al-Suyuthi dalam al-Dur al-Mantsur menafsirkan ayat di atas dengan menukil riwayat di bawah ini,

وأخرج ابن جرير وابن المنذر وابن أبي حاتم والطبراني والخرائطي في مكارم الأخلاق، عن ابن مسعود رضي الله عنه في قوله { وأرسلنا الرياح لواقح } قال: يرسل الله الريح فتحمل الماء، فتلقح به السحاب فيدرّ كما تدر اللقحة ثم تمطر

“Diriwayatkan Ibn Jarir dan Ibn al-Mundzir dan Ibn Hatim dan al-Tabrani dan al-Khara’ithi dalam Makarim al-Akhlaq, dari Ibn Mas’ud r.a. berkata bahwa Allah swt mengirimkan angin dan membawa air sehingga awan bercampur dengannya lalu berproses dan menghasilkan tetesan air hujan yang berkah”.

Dari sini diketahui bahwa term angin yang merujuk pada term irsal adalah angin yang membawa keberkahan dan kebaikan.

Baca juga: Jalaluddin As-Suyuthi: Pemuka Tafsir yang Multitalenta dan Sangat Produktif

Hashib

Istilah angin dalam Al-Quran berikutnya ialah Hashib. Istilah ini sebagaimana dituturkan KH. Mustain Syafi’i dalam Tafsir Al-Quran Aktual, adalah angin yang mengandung debu kasar atau kerikil-kerikil tajam yang destruktif. Angin jenis ini dapat membawa malapetaka atau azab. Angin ini pernah dikirim oleh Allah Swt kepada kaum Nabi Luth sebagai adzab bagi mereka karena melegalkan hubungan homoseksual sebagaimana temaktub dalam Q.S. al-Qamar [54]: 34,

اِنَّآ اَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ حَاصِبًا اِلَّآ اٰلَ لُوْطٍ ۗنَجَّيْنٰهُمْ بِسَحَرٍۙ

Sesungguhnya Kami kirimkan kepada mereka badai yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka), kecuali keluarga Lut. Kami selamatkan mereka sebelum fajar menyingsing, (Q.S. al-Qamar [54]: 34).

Qashif

Qashif merupakan jenis angin yang spesialisasinya sebagai angin penghancur di darat (muhlikah fi al-barr) sebagaimana disampaikan KH. Mustain Syafi’i dalam Tafsir Al-Quran Aktual. Fungsi angin ini tidak berbeda dengan hashib yaitu sebagai azab bagi manusia. Allah Swt mengisahkannya dalam Q.S. al-Isra’ [17]: 68,

اَفَاَمِنْتُمْ اَنْ يَّخْسِفَ بِكُمْ جَانِبَ الْبَرِّ اَوْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا ثُمَّ لَا تَجِدُوْا لَكُمْ وَكِيْلًا ۙ

Maka apakah kamu merasa aman bahwa Dia tidak akan membenamkan sebagian daratan bersama kamu atau Dia meniupkan (angin keras yang membawa) batu-batu kecil? Dan kamu tidak akan mendapat seorang pelindung pun, (Q.S. Al-Isra’ [17]: 68).

Ashif

Jika Qashif adalah angin penghancur di darat, maka ashif adalah jenis angin penghancur di lautan (muhlikah fi al-bahr) demikian penjelasan KH. Mustain Syafi’i dalam Tafsir Al-Quran Aktual. Badai angin ini menghantam kapal lautan di laut dan destruktif (menimbulkan musibah Tsunami misalnya). Kata ‘Ashif ini termaktub dalam firman-Nya Q.S. Yunus [10]: 22,

وَجَرَيْنَ بِهِمْ بِرِيْحٍ طَيِّبَةٍ وَّفَرِحُوْا بِهَا جَاۤءَتْهَا رِيْحٌ عَاصِفٌ وَّجَاۤءَهُمُ الْمَوْجُ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ

Dan meluncurlah (kapal) itu membawa mereka (orang-orang yang ada di dalamnya) dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya; tiba-tiba datanglah badai dan gelombang menimpanya dari segenap penjuru, (Q.S. Yunus [10]: 22).

Kata ‘Ashif dalam ayat di atas merupakan angin yang bersifat destruktif, berfungsi sebagai penghancur di lautan yang menghantam kapal dan apapun yang ada di lautan.

Demikianlah tujuh istilah angin dalam Al-Quran. Tentu masih banyak lagi derivasi term-term angin dalam Al-Quran yang belum diulas panjang lebar. Semoga pembahasan tentang tujuh istilah angin dalam Al-Quran ini dapat memberikan wawasan baru (new insight) untuk kita semua dalam memahami sifat angin dan potensinya. Wallahu A’lam.

Baca juga: Dosen di Korea pun Bertafsir, Kyai Mustain: Ada Dua Model Orang Menafsirkan Al-Quran

 

Senata Adi Prasetia
Senata Adi Prasetia
Redaktur tafsiralquran.id, Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU