Ketika membaca al-Quran, seringkali kita menemukan lafadz-lafadz yang berbeda namun memiliki kesamaan atau kemiripan arti, seperti kata takut yang terkadang digambarkan oleh al-Quran dengan lafadz khauf dan ada kalanya dengan khashyah. Kedua kata itu memiliki arti takut. Dalam konteks kebahasaan, itu dinamai sebagai an-Nazha’ir atau mutaradif.
An-Nazha’ir atau Mutaradif adalah istilah bagi lafadz yang berbeda namun memiliki arti yang sama atau mirip. Pada kesempatan kali ini, penulis akan sajikan kosakata yang termasuk sebagai Mutaradif, yaitu lafadz kahuf dan khashyah.
Makna kata Khauf
Khauf berasal dari bahasa Arab yang tersusun dari tiga huruf kha, waw, fa’ yang memiliki arti menunjukkan gentar dan terkejut. Khauf memiliki arti ketakutan dan kekhawatiran. Kekhawatiran yang dimaksud berupa ketakutan, kegelisahan, kecemasan terhadap sesuatu yang belum diketahui pasti. Secara bahasa khauf berarti ketakutan terhadap masa yang belum diketahui yang dianggap bahaya dan mencelakakan.
Menurut al-Falluji, Khauf merupakan rasa takut yaitu bentuk kegelisahan ketika seseorang memperkirakan sesuatu yang ia benci akan meinpanya. Senada dengan pendapat di atas, Prof. Quraish menuturkan, bahwa khauf merupakan guncangan hati karena menduga akan adanya bahaya.
Ibn Qayyim menuturkan, bahwa takut kepada Allah hukumnya adalah wajib. Karena perasaan takut itu akan menghantarkan manusia agar selalu beribadah kepada Allah dengan penuh ketundukan dan kekhusyu’an. Senada dengan itu, Prof. Quraish mmenguraikan, bahwa rasa takut yang digambarkan dengan lafadz khauf akan melahirkan dorongan untuk mempersiapkan langkah-langkah guna menghindari suatu hal yang negatif.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Anfal [8]: 58,
وَإِمَّا تَخَافَنَّ مِن قَوْمٍ خِيَانَةً فَٱنۢبِذْ إِلَيْهِمْ عَلَىٰ سَوَآءٍ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْخَآئِنِينَ
Artinya, “Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat”.
Prof. Quraish dalam tafsirnya menguraikan, bahwa ayat di atas adalah perintah pembolehan akan pembatalan perjanjian damai jika ditakutkan pihak musuh akan berkhianat. Yang mana, pembatalan itu juga harus diumumkan kepada pihak musuh. Dan al-Quran menyebut mereka yang enggan untuk mengumumkan pembatalan itu sebagai pengkhianat pula.
Baca juga: Mengenal Sinonim dan Homonim dalam Al-Quran, Konsep Kebahasaan yang Mesti Diketahui Mufassir
Makna kata Khashyah
Al-Khashyah (الخشة) berasal dari kata خشي-يخشى (khasyiya-yakhsya), yang tersusun dari tiga huruf kha, syin, dan ya (خشي) yang memiliki makna khafa (خاف) yakni takut. Seperti ungkapan khasiya al-rajul (خشي الرجل) yang artinya laki-laki itu takut. Kata ini juga memiliki arti asyaddu khaufan (اشد خوفا) yang berarti sangat takut. Kata al-Khashyah menggambarkan takut yang berlebih-lebihan. Serta takut ini hanya diperuntukkan kepada Allah Swt.
Dalam kitab Mu’jam Mufradat, makna khashyah menunjukkan rasa takut yang dilandasi dengan sikap mengagungkan. Kebanyakan penggunaan kata khashyah didasari oleh rasa takut, serta pengetahuan akan apa yang ia takuti. Oleh karenanya, kata khashyah tersebut dikhususkan hanya untuk Allah. Menurut al-Zarkasyi, makna al–khashyah dimaknai sebaga al–ijlal (الأجلال) yaitu penghormatan dan al-ta’zim (التعظم) yaitu pengagungan.
Menurut Thabathaba’I, khashyah merupakan takut yang memberikan goncangan jiwa, yang demikian selalu dilukiskan dengan kata khashyah. Takut semacam itu adalah buruk dan tercela, keculai takut (khashyah) kepada Allah. Oleh karenanya, tidaklah para nabi memiliki rasa khashyah kecuali hanya pada Allah (Shihab, 2005: 128).
Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Ahzab [33]: 39,
ٱلَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَٰلَٰتِ ٱللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُۥ وَلَا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلَّا ٱللَّهَ ۗ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ حَسِيبًا
Artinya, “(yaitu) Orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan”.
Khashyah dalam ayat di atas memiliki arti takut kepada Allah. Al-Ashfahani dalam kitabnya menguraikan derivasi lafadz khashyah yang dipergunakan dalam al-Quran: khashyah bermakna ketaatan (QS. Qaf: 33); ibadah (QS. At-Taubah: 18).
- Al-Khashyah bermakna Ketaatan
Adapun makna al-khashyah dalam makna ketaatan terlukis dalam QS. Qaf [50] 31-33,
وَأُزْلِفَتِ ٱلْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ غَيْرَ بَعِيدٍ (31) هَٰذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظ (32) مَّنْ خَشِىَ ٱلرَّحْمَٰنَ بِٱلْغَيْبِ وَجَآءَ بِقَلْبٍ مُّنِيبٍ (33)
Artinya, “Dan didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat.”
Kata khashyah (خشى) pada ayat di atas berbentuk fi’il madli, yang memiliki arti telah takut, yakni takut yang lahir setelah menyadari dosa-dosa yang telah dilakukan, serta lahir dari rasa haibah atau rasa takut bercampur kagum (Shihab, 2005: 311). Kata man khashyah (من خشي) mengandung dua makna, yaitu makna tunduk dengan mengikuti segala ucapan-Nya serta mengangkat kepala untuk bermohon kepada-Nya. Dengan kata lain, kata al-khashyah pada ayat ini memiliki makna takut, tunduk dan patuh atas segala apa yang telah Allah perintahkan.
Baca juga: Pandangan Ulama Tentang Konsep Sinonimitas dalam Al-Quran
- Al-Khashyah yang bermakna Ibadah
Allah berfirman dalam QS. At-Taubah [9]: 18,
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا ٱللَّهَ ۖ فَعَسَىٰٓ أُو۟لَٰٓئِكَ أَن يَكُونُوا۟ مِنَ ٱلْمُهْتَدِينَ
Artinya, “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Dalam ayat di atas, makna kata (ولم يخش ألا الله) wa lam yakhsya illa Allah menurut Thabathaba’I sebagai rasa takut yang kemudian melahirkan dorongan untuk beribadah. Yang mana maksudnya bukan takut yang bersumber dari naluri manusia melainkan takut hanya kepada Allah. Ini suatu peringkat yang tidak dapat dicapai kecuali oleh para nabi dan manusia-manusia istimewa yang dekat dengan Allah.
Adapun pendapat Ibnu Asyur yang menguraikan, bahwa takut yang dimaksud ayat ini adalah ketika takut itu terjadi pada waktu bersamaan yang takut itu lebih dari dua atau lebih. Misal takut pada Allah dan bersamaan takut pada selain-Nya, maka ayat di atas menyatakan bahwa ketakutan itu hanya kepada Allah, dan ia tidak takut pada selain pada-Nya.
Penutup
Jika kita lihat, khauf dan khashyah memiliki arti yang sama, yakni takut. Namun, jika kita perhatikan, dua lafadz di atas memiliki perbedaan makna dan maksud. Di mana kata khauf menggambarkan takut yang didasari oleh dugaan, yang mendorong seorang menyiapkan langkah-langkah guna menghindari sesuatu yang negatif. Sementara khashyah adalah takut didasari pengetahuan, oleh karenanya, seorang akan meninggalkan rasa takut kecuali hanya kepada Allah.
Baca juga: Kata Ḍarb dalam Al-Qur’an Tidak Selalu Berarti Memukul, Ini 15 Maknanya