BerandaTafsir TematikTafsir KebangsaanMenuai Spirit Kemerdekaan Melalui Ayat-Ayat Al-Qur’an

Menuai Spirit Kemerdekaan Melalui Ayat-Ayat Al-Qur’an

Kemerdekaan merupakan wujud dari kedaulatan atas sesuatu. Artinya, seseorang atau suatu kelompok tidak lagi dijajah oleh siapapun. Sebagaimana negara kita Indonesia yang menjunjung tinggi kemerdekaan dan pada saat yang sama mengutuk keras penjajahan di atas dunia.

Bangsa kita, Indonesia telah mempersiapkan segala sesuatu untuk meraih kemerdekaan yang hakiki seperti yang terkandung dalam lagu Indonesia Raya. Kalimat “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia Raya”, merupakan spirit untuk terus meningkatkan kualitas kemerdekaan.

Penyebutan jiwa terlebih dahulu ketimbang badan, menunjukkan pentingnya membangun jiwa sebelum badan. Karena melawan penjajahan secara batin lebih dahsyat ketimbang melawan penjajahan secara lahiriah saja.

Al-Qur’an Kitab Kemerdekaan

Al-Qur’an mengandung spirit kemerdekaan. Kitab ini bertujuan mengeluarkan manusia dari keterjajahan. Baik itu keterjajahan yang bersifat fisik maupun yang bersifat batin sebagaimana difirmankan oleh Allah di surah Ibrahim ayat pertama:

الر ۚ كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ

Artinya: “Alif Lam, Ra’. Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya engkau mengeluarkan manusia dari aneka gelap gulita menuju cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, yaitu jalan Tuhan Yang Maha Mulia lagi Maha Terpuji.”

Dalam menjelaskan ayat ini, Quraish Shihab menegaskan bahwa Al-Qur’an bertujuan untuk mengeluarkan manusia dari segala bentuk dan jenis kegelapan (zulumāt). Oleh karenanya, kata ini berbentuk jamak. Sementara kata cahaya (nūr) berbentuk tunggal. Artinya, segala macam keterjajahan secara lahir dan batin dapat dihilangkan melalui pengamalan atas nilai-nilai Al-Qur’an. Kemudian manusia akan berada dalam satu cahaya kemerdekaan. (Tafsir Al-Misbah, vo.7, hal. 7).

Sementara Asy-Sya’rawi menambahkan, bahwa ayat ini menggunakan kata manusia secara umum. Dengan demikian, risalah Nabi Muhammad dapat berlaku untuk seluruh manusia. Risalah tersebut mengeluarkan manusia dari segala bentuk kecenderungan hawa nafsu mereka menuju satu jalan yang lurus dan luas. (Tafsīr Asy-Sya’rawī, hal. 7425).

Melalui uraian di atas, dapat dipahami bahwa Al-Quran mengandung spirit kemerdekaan. Dengannya, seluruh manusia tanpa terkecuali dapat terbebas dari segala bentuk keterjajahan. Kemudian dapat berdaulat atas diri sendiri dengan kemerdekaan yang sejati.

Baca juga: Tafsir Surat Ibrahim Ayat 1: Al-Quran sebagai penerang dari kegelapan

Keterjajahan oleh Hawa Nafsu

Satu dari sekian bentuk keterjajahan adalah dikuasai oleh hawa nafsu. Manusia yang dibutakan oleh hawa nafsunya tidak lagi memiliki kedaulatan atas diri sendiri. Ia akan condong melakukan segala perbuatan yang menyimpang. Tentu, hal ini serupa dengan menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan baginya. Karena ia hanya tunduk kepada nafsunya sendiri.

Hal ini juga disinggung oleh Al-Qur’an dalam surah Al-Furqan ayat 43:

أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا

Artinya: “Sudahkah engkau (Muhammad) melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?”

Fakhruddin Al-Razi menjelaskan ayat ini dengan mengutip riwayat dari Ibn Abbas, bahwa hawa nafsu yang dimaksud adalah hawa nafsu yang ditempatkan sebagai tuhan yang disembah (Tafsir Al-Kabīr, jil. 24, hal. 463). Dengan demikian, hawa nafsu telah menjajahnya dan membuatnya tunduk. Sehingga, orang semacam ini tidak memiliki kendali atas dirinya, karena telah direbut oleh hawa nafsu itu tadi.

Baca juga: 4 Spirit Kemerdekaan yang Dibawa Islam dalam Ayat-Ayat Al-Qur’an

Ajaran Tauhid Sebagai Basis Anti-Penjajahan

Di sisi yang lain, keterjajahan oleh apapun merupakan lawan dari tauhid. Tauhid bermakna hanya menyembah Allah, tidak selain-Nya. Bahkan, tidak boleh menyembah Allah sekaligus menyembah selain-nya. Artinya, orang yang terjajah, sesungguhnya belum benar-benar mengamalkan tauhid yang sejati.

Selain itu, tauhid juga memiliki dampak sosial bagi manusia, dalam artian tidak boleh menghamba kepada sesama manusia. Seorang perempuan misalnya tidak boleh menghamba kepada lelaki, begitupun sebaliknya. Lebih jauh lagi, seseorang yang bertauhid tidak boleh menghamba kepada harta, kekuasaan, jabatan, dan nafsunya.

Bahkan, selain memerdekakan diri sendiri dari keterjajahan, Islam sangat menganjurkan untuk membebaskan orang lain dari keterjajahan. Sebagai contoh, Al-Qur’an memerintahkan kita memerdekakan budak sebagaimana dinyatakan dalam surah Al-Balad ayat 13-14:

فَكُّ رَقَبَةٍ وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ

Artinya: “Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) memerdekakan budak.”

Dengan demikian, Al-Qur’an memberikan perhatian yang besar terhadap kemerdekaan manusia. Baik kemerdekaan secara fisik maupun kemerdekaan secara mental. Spirit kemerdekaan ini perlu terus digali dan diamalkan. Untuk menutup tulisan ini, saya akan mengutip mutiara hikmah dari Sayyidina Ali ra. tentang kemerdekaan:

Sesungguhnya Engkau diciptakan oleh Allah secara merdeka, maka hiduplah Engkau sebagaimana engkau diciptakan.”

Terakhir, semoga dengan momen kemerdekaan ini, kita semua dapat menuai spirit kemerdekaan dan memaknai hakikatnya kembali. Menghayati dengan lebih serius, kemudian bertanya lagi kepada diri kita masing-masing, “Sudahkah saya merdeka?”. Wallahu’alam bishawab.

Baca juga: Tafsir Surat An-Naml Ayat 34: Penjajahan Menyalahi Fitrah Kemerdekaan Manusia

Ahmed Zaranggi Ar Ridho
Ahmed Zaranggi Ar Ridho
Mahasiswa pascasarjana IAT UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bisa disapa di @azzaranggi atau twitter @ar_zaranggi
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Konsep Kepemimpinan Berdasarkan Sila Kelima Pancasila

0
Dalam Pancasila terdapat nilai-nilai yang dapat menginspirasi terkait konsep kepemimpinan yang sesuai dengan semestinya, yakni sila yang kelima “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat  Indonesia”....