Salah satu di antara imam qiraah yang mutawatir adalah Imam Hamzah. Beliau lahir di Kuffah pada tahun 80 H. Bernama lengkap Hamzah bin Habib bin U’marah Az-Zayyat Al-Qari. Dijuluki dengan gelar Az-Zayyat (tukang minyak) karena sang Imam adalah pebisnis minyak zaitun. Dalam beberapa beberapa kesempatan, Imam Hamzah menjual keju dan wortel dari daerah Hulwan ketika singgah di kota Kufah.
Imam Hamzah mewarisi bacaan Alquran yang muttasil melalui gurunya, Abi Muhammad Sulaiman bin Mahran. Di antara murid yang mewarisi bacaannya adalah Khalaf dan Khallad. Terdapat juga Sulaim bin Isa sebagai sosok murid yang paling ia cintai.
Dalam kitab Tahzib al-Kamal fi Asma ar-Rijal, Al-Hafiz Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf Al-Mizzi mengisahkan sebuah kisah menarik terkait sang Imam. Suatu ketika, Sulaim pernah masuk ke rumah Imam Hamzah dan menemukannya tengah menggosok kedua pipinya ke tanah sambil menangis.
Melihat hal tersebut, Sulaim pun bertanya, “Aku berlindung kepada Allah, apa yang terjadi?” tanya Sulaim.
“Tadi malam aku bermimpi seakan-akan hari kiamat sedang terjadi,” jawab Imam Hamzah.
“Lalu datang suara menyeru kepada para pembaca Alquran, sedangkan aku termasuk dari orang yang dipanggil itu. Kemudian aku mendengar suara sayup mayup berkata: ‘Tidak ada orang yang boleh masuk ke dalam kecuali orang yang mengamalkan Alquran lalu aku pun mundur. Tiba-tiba ada suara memanggil namaku ‘Mana Hamzah bin Habib Az-Zayyat?’. Aku pun mensahut ‘لَبَّيْكَ دَاعِيَ الّلهِ لَبَّيْك’. Tiba-tiba seorang malaikat bergegas menimpaliku ‘Katakanlah لَبَّيْكَ اللهمَّ لَبَّيْك. Lantas aku pun mengucapkan seperti apa yang ia katakan.”
Baca Juga: Tafsir Surah Al-Hasyr Ayat 9: Sifat-Sifat Kepahlawanan Kaum Ansar
“Selepas itu, ia memasukkanku ke dalam sebuah ruangan. Aku mendengar suara-suara yang gaduh dengan bacaan Alquran. Saat itu, sungguh aku terheran-heran, tubuhku bergemetar. Aku mendengar seorang mengatakan kepadaku, ‘Jangan takut, bacalah Alquran dan naiklah ke derajat tertinggi.’ Aku pun membalikkan wajahku seketika itu, tiba-tiba aku berada di sebuah mimbar yang sangat indah, terbuat dari permata, tangganya dari Zabarjad hijau, kedua penyangganya dari Yaqut kuning.”
“Bacalah Alquran dan naiklah ke derajat tertinggi’ kembali suara itu berkata padaku. Maka naiklah derajatku. Suara itu berturut-turut memberi perintah padaku. ‘Bacalah surah al Anam’. Kubaca surah itu sedangkan aku sendiri tak tahu kepada siapa aku membaca. Hingga pada ayat (َوَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْق عِبَادِه) terdengar suara, ‘Wahai Hamzah, bukankah Aku (Allah Swt) adalah Dzat yang berkuasa atas hamba-hambaKu?’
“Benar, wahai Tuhanku”, lalu kuselesaikan bacaanku. ‘Bacalah Alquran,’ perintah itu kembali menggema. Kubaca surah Al-‘Araf. Saat sampai di akhir surah al ‘Araf, aku bersiap hendak melakukan sujud tilawah.”
“Suara itu kembali berkata ‘Cukup, jangan sujud, sudah cukup amalmu di dunia, wahai Hamzah!’ perintah suara itu. ‘Siapa yang membacakan qiraat ini padamu?’ suara itu bertanya. Aku pun menjawab ‘Sulaiman’.
‘Sungguh benar (bacaan Sulaiman). Lalu kepada siapakah Sulaiman membaca Al-Qur’an?’ “Kepada Yahya” jawabku.
‘Sungguh benar (bacaan Yahya). Lalu kepada siapakah Yahya membaca Al-Qur’an?’ “Kepada Abi Abdurrahman as Sulami.” ‘Benar. Lalu kepada siapakah Abi Abdurrahman as-Sulami membaca Al-Qur’an?’ Kepada putra paman nabi-Mu, Ali bin Abi Thalib.
“Benar. Lalu kepada siapakah Ali bin Abi Thalib membaca Al-Qur’an?’ Kepada nabi-Mu Muhammad saw.” Kepada siapakah nabi-Ku membaca Al-Qur’an? “Kepada malaikat Jibril.”
“Tatkala sampai pertanyaan, ‘Kepada siapa Jibril mengambil bacaan Al-Qur’an?’ sontak aku pun terdiam.”
‘Katakanlah wahai Hamzah min anta’ (dari engkau, wahai Allah), Jibril mengambil bacaan Al-Qur’an’ tutur suara itu.
“Aku tak berani berucap ‘ anta (Engkau)’. Suara itu kembali mengatakan, ‘Katakanlah _anta_ (Engkau)’. Lalu kuucapkan kalimat yang diperintahkan itu. Kemudian suara itu menjawabku, ‘Sungguh benar engkau, wahai Hamzah. Telah menjadi hak Al-Qur’an agar aku memuliakan Ahlul Quran. Terlebih kepada Ahlul Quran yang mengamalkan isi Al-Qur’an.’
‘Wahai Hamzah,’ lanjut suara itu, ‘Al-Qur’an adalah kalam-Ku. Dan aku tak mencintai seseorang pun melebihi kecintaanku kepada Ahlul Quran.’
‘Wahai Hamzah, kabarkanlah rasa cintaku ini kepada Ahli Quran dan kebaikan yang akan aku berikan kepada mereka. Sungguh mereka adalah golongan yang mulia nan terpilih.’
“Aku pun seakan merasa diberi kenikmatan besar tatkala itu” ungkap Imam Hamzah kepada Sulaim.
‘Apa yang Aku lakukan kepadamu ini juga telah Kulakukan kepada orang sepertimu, baik sebelum maupun setelahmu.’
‘Wahai Hamzah, kabarkan kepada para sahabatmu akan kecintaanKu kepada Ahli Qur’an dan perlakuanKu kepada mereka, karena merekalah orang-orang yang terpilih’
‘Wahai Hamzah, demi kemulian dan keagunganKu, sungguh tak akan pernah aku siksa lisan-lisan yang membaca Al-Qur’an dengan api neraka. Tak akan pernah kusiksa hati yang terisi Al-Qur’an. Tak akan pernah kusiksa telinga-telinga yang khusyuk mendengar Al-Qur’an. Tak akan pernah kusiksa mata yang melihat Al-Qur’an.’
“Seketika itu, aku memuji ‘Mahasuci Engkau, Mahasuci Engkau, Ya Rabb’ kataku.”
‘Wahai Hamzah, dimana نظَّارُ المَصَاحِف (Para pembaca Al-Qur’an)?’. Akupun bertanya, “Apakah para penghafal Qur’an, wahai Tuhanku?”. Suara itu menjawab, ‘Bukan, para huffazul Qur’an adalah orang yang akan aku jaga sampai hari kiamat, jika mereka datang kepadaku, niscaya akan aku angkat derajat mereka dari setiap ayat yang mereka baca.’
Baca Juga: Perbedaan Pendapat Ulama Tentang Jumlah dan Pembagian Makhraj Huruf
Imam Hamzah mengakhiri ceritanya, “Bagaimana mungkin aku tak menangis dan tersungkur setelah bermimpi seperti ini?” seraya berkata kepada Sulaim. (Tahzib al-Kamal fi Asma ar-Rijal Juz 5, Al-Hafiz Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf Al-Mizzi, hal. 215-216)
Begitulah kisah Imam Hamzah yang bermimpi bertemu dengan Tuhannya dan mendapat derajat keistimewaan yang ia dapatkan karena berjuang keras mempelajari Al-Qur’an.
Imam Hamzah wafat pada tahun 156 H. Ia dimakamkan di daerah Hulwan, Irak. Namanya harum dan dikenang banyak orang karena jasanya sebagai salah satu imam Qiraat yang menjaga keauntentikan Alquran dari segi bacaan.
Yahya bin Ma’in pernah berkomentar, “Tidaklah aku mengira tertahannya bala’ bagi penduduk Kufah kecuali berkat Imam Hamzah.”
Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari kisah ini dan memotivasi diri kita agar senantiasa semangat dalam membaca, mempelajari, dan memahami Al-Qur’an. (Tahzib al-Kamal fi Asma ar-Rijal Juz 3, Al-Hafiz Al-Baihaqi, hal. 25,26)