BerandaKhazanah Al-QuranPara Penulis Alquran di Zaman Nabi Muhammad

Para Penulis Alquran di Zaman Nabi Muhammad

Alquran yang sampai pada kita hari ini kebanyakan berasal dari tradisi cetak. Hasil cetakan tak bisa dilepaskan dari proses penulisan dengan ragam media yang digunakan. Sejarah mencatat, Alquran pernah ditulis melalui batu, tulang, pelepah kurma, juga media lain yang bisa digunakan untuk mencatat.

Di samping itu, Alquran pun tetap dipelihara dalam hafalan. Pada masa kini, Alquran bahkan ditulis melalui media komputer, bahkan platform IT. Alquran yang awalnya disebar dan disalin dalam beberapa mushaf (Utsmani), hari ini dikenal dan dapat dibaca dengan keragaman media.

Konsistensi dan pencetakan Alquran hingga saat ini tidak lepas dari jasa para penulis Alquran. Merekalah yang diperintah Nabi Muhammad saw. juga khalifah untuk menjaga dan mengumpulkan Alquran melalui media tulisan yang tetap dikonfirmasi pada hafalan para sahabat.

Proses penulisan bermula pada masa Nabi Muhammad saw. masih hidup. Ini dikuatkan dengan adanya larangan ketika itu menulis sesuatu dari beliau kecuali Alquran, supaya tidak bercampur dengan hadis. Pun, Alquran tetap terpelihara sampai saat ini berkat para penghafalnya. Jalinan guru dan murid dalam metode hafalan talaqqi (tatap muka) menjadi berkah luar biasa hingga saat ini.

Pengumpulan Alquran pada zaman Nabi Muhammad saw.

Nabi Muhammad saw. ketika menerima wahyu, langsung menghafal dan menyimpannya di dalam dadanya. Inilah pengumpulan Alquran dengan derajat yang utama. Alquran terpelihara dalam hafalan Nabi Muhammad saw. dengan sempurna. Nabi saw. membacakan Alquran pada para sahabat untuk dihafal. Mereka sangat cakap dalam menghafal.

Sahabat yang ingin membacakan apa yang dihafalnya dapat menemui sahabat lain untuk saling mengingat atau bahkan mengoreksi bacaan dan hafalan. Beberapa sahabat menjadi guru bagi sahabat lainnya. Alquran ketika itu beredar dalam banyak hafalan para sahabat.

Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash meriwayatkan sabda Nabi Muhammad saw., “Ambillah Alquran dariku (sesuai yang aku ajarkan) dari empat orang, yaitu; Abdullah bin Mas’ud, Salim, Muadz bin Jabal, dan Ubay bin Ka’ab” (H.R. al-Bukhari). Anas bin Malik ra berkata, “Alquran pada zaman Nabi saw. dikumpulkan oleh empat orang, yaitu; Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Zaid bin Tsabit, dan Abu Zaid. Semuanya berasal dari kaum Anshar.”

Pernyataan Anas bin Malik r.a. ini bukan khusus menyebutkan hanya empat orang tersebut. Sebab, pada zaman Nabi saw. banyak yang mengumpulkan Alquran seperti Abdullah bin Mas’ud dan Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash. Informasi lain menyebutkan bahwa ‘Amir bin Syarahil al-Sya’bi r.a. pernah bertemu dengan kira-kira 500 orang sahabat.

Di antara mereka adalah Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Muadz bin Jabal, Abu Zaid, Abu Darda, dan Sa’id bin ‘Ubaid. Keterangan ini diperoleh dari Ibnu Abi Syaibah r.a. Setelah Nabi saw. wafat, penghafal dan pengumpul Alquran sungguh sangat banyak, sehingga kita tidak bisa menyebukan satu persatu.

Pengumpulan Alquran berdasarkan informasi di atas cenderung pada hafalan. Sementara itu, ada pula pengumpulan dalam bentuk tulisan. Pengumpulan Alquran menurut catatan sejarah terdiri dari bentuk hafalan dan tulisan.

Baca juga: Penulisan Al-Quran sebagai Awal Tradisi Intelektual Islam Menurut Ali Romdhoni

Beberapa versi tentang para penulis Alquran

Tradisi tulis sudah ada pada zaman Nabi Muhammad saw. Tulisan menjadi ciri dari peradaban yang membedakan antara prasejarah dengan sejarah. Meskipun orang Arab pada waktu itu terkenal dengan tradisi hafalannya. Bahkan, ia menjadi ciri budaya yang membedakannya dengan bangsa lain, selain keunggulan dalam bidang sastra.

Ketika ayat atau surah turun, Nabi Muhammad saw. menyuruh beberapa sahabat untuk menuliskannya. Beberapa penulis Alquran di antaranya adalah Khalid bin Sa’id bin ‘Ash, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Syarahbil bin Hasanah, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Hanzhalah bin Rabi’, Aban bin Sa’ib bin ‘Ash, dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan.

Dalam riwayat lain, terutama pada versi al-Hafizh Abdul Ghani al-Maqdisi (w.600 H), disebutkan beberapa penulis. Mereka adalah Abu Bakar al-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, ‘Amir bin Fuhairah, Abdullah bin Arqam al-Zuhri, Ubay bin Ka’ab, Tsabit bi Qais bin  Syimasy, Khalid bin Sa’ib bin ‘Ash, Hanzhalah bin Rabi’, Zaid bin Tsabit, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, dan Syarahbil bin Hasanah. Zaid bin Tsabit dan Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang paling sering ditugasi.

Merekalah 13 orang penulis yang disebutkan dalam ringkasan buku sirahnya dan pada pengantar kitab yang disusunnya, yaitu al-Kamal fi Asma al-Rijal.

Ibnu Katsir (w. 774 H) menyebutkan beberapa penulis Alquran pada bab khusus dalam kitabnya, al-Bidayah wa al-Nihayah. Beliau menyebutkan 26 orang penulis Alquran dengan penjelasan biografinya. Informasi selanjutnya disebutkan oleh al-‘Iraqi (w. 806 H) yang menyebutkan sekitar 24 orang penulis Alquran.

Ketika ayat turun, Nabi saw. menyuruh para penulis untuk mencatatnya sekaligus menempatkan ayat dan surah sesuai dengan petunjuk beliau. Alquran belum terhenti pada zaman Nabi saw. masih hidup. Sehingga, ketika ayat atau surah turun, para penulis diperintah untuk mencatat dan menempatkan keduanya sesuai dengan tempatnya.

Media yang digunakan menulis Alquran cukup beragam seperti pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, dan potongan tulang belulang binatang.

Beberapa orang sahabat menulis Alquran untuk diri sendiri. Ada yang kumpulannya sedikit dan adapula yang banyak. Sebagiannya ada yang dihafal tapi tidak ditulis. Akan tetapi, dalam riwayat sahih terdapat informasi kumpulan yang sempurna pada Alquran yang ada di kalangan sahabat.

Alquran yang ditulis hingga saat ini menunjukkan bahwa bukti otentifikasi tetap terjaga. Dengan media tulisan, Alquran akan tetap terjaga dan diteliti dengan baik. Dalam perkembangan digital IT, Alquran disajikan dalam bentuk platform digital. Dengan sentuhan jari tangan, ia dapat dibaca, ditelaah, atau bahkan menjadi rujukan dalam penelitian tentangnya.

Baca juga: Pemeliharaan Al-Quran dari Zaman Nabi Hingga Masa Kini

- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Keutamaan Waktu antara Maghrib dan Isya

Keutamaan Waktu antara Maghrib dan Isya

0
Dalam Islam, setiap waktu memiliki keutamaan dan keberkahan tersendiri. Salah satunya ialah waktu antara Maghrib dan Isya. Di waktu yang singkat tersebut umat Islam...