Al-Quran selain menyajikan ayat-ayat pedoman kehidupan, juga menginformasikan ayat-ayat tentang kematian. Ayat-ayat kematian yang disampaikan Al-Quran tidak lain bertujuan agar manusia semakin mempertebal keimanannya. Penafsiran ayat-ayat kematian tersebut lazimnya diterangkan mufassir dengan pendekatan teologis atau filosofis. Namun, berbeda dengan Zaghlul An-Najjar, mufassir yang seringkali menginterpretasikan ayat-ayat Al-Quran dengan corak penafsiran bil ‘ilmi (saintifik). Di tangan An-Najjar, ayat-ayat kematian dalam Al-Quran menjadi sesuatu yang bisa dicerna secara rasional dan ilmiah.
Baca juga: Tafsir Surat Ar-Rahman Ayat 19-21: Fenomena Pertemuan Dua Lautan
Tafsir Zaghlul An-Najjar tentang ayat-ayat kematian
Zaghlul An-Najjar memang dikenal sebagai seorang mufassir dengan corak penafsiran bil ‘ilmi atau saintifik. Dalam karya tafsirnya Tafsir al-Ayat al-Kauniyah Zaghlul menggunakan pendekatan yang sama dengan pendahulunya Tanthawi Jauhari, namun lebih ringkas dan padat dari segi penjelasannya. Terhadap ayat-ayat Al-Quran yang membahas kematian, Zaghlul hanya memilih beberapa ayat saja yang diterangkan secara panjang lebar, barangkali agar tidak terjadi pengulangan pembahasan. Dalam hal ini, Zaghlul lebih menekankan pada surah Al-Waqi’ah ayat 60:
نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ ٱلْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوقِينَ
“Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-sekali tidak akan dapat dikalahkan,”
Dalam Tafsir al-Ayat al-Kauniyah Zaghlul percaya kematian setiap makhluk digenggaman Allah dengan waktu ajal yang telah ditentukan sebagaimana yang dijelaskan ayat di atas. Namun, mengenai cara kematiannya, Ia menjabarkannya secara ilmiah. Dimulai dengan penjelasan bahwa setiap sel hidup terdapat mekanisme khusus yang mengatur usia sel tersebut, dengan bentuk tutup ujung pada setiap kromosom di batasnya. Panjang tutup tersebut akan terus berkurang seirirng dengan setiap pembelahan, hingga sampai pada batas tertentu proses pembelahan berhenti dan sel-sel itupun lalu mati.
Secara konteks, ayat di atas menurut Zaghlul juga tidak bisa dipisahkan dari ayat-ayat sebelum maupun sesudahnya. Konteks pembahasan yang masih satu tema, tepatnya adalah rangkaian surah Al-Waqi’ah ayat 58-62. Rangkaian ayat dalam surah tersebut diungkapkan Zaghlul sebagai sebuah korelasi bahwa penentuan kematian sangat erat kaitannya dengan awal penciptaan manusia. Hal tersebut merupakan suatu proses yang terprogram pada kode genetika yang terbentuk ketika mani laki-laki dan mani perempuan bertemu.
Baca juga: Ketahui Manfaat Gunung Sebagai Pasak Bumi, Ini Penjelasannya dalam Al Quran
Faktor struktur kuantitas kromosom menurut Zaghlul juga ikut berperan di sini. Kromosom yang jumlahnya mencapai 46 buah, akan menuju jumlah kelengkapan dan keutuhannya, di mana pada satu sperma tersebut membawa setengah dari jumlah tersebut, yaitu 23 buah. Keutuhan jumlah kromosom yang dominan akan memunculkan sifat dan pembentukan fisik manusia, dan yang tersembunyi akan disimpan dan diturunkan pada generasi setelahnya. Hingga pada saat sel-se tersebut sampai ajal mekanismenya berhenti, sel-sel termasuk kromosom tersebut akan tersingkir dan mati.
Ada satu ayat kematian lagi yang ditafsirkan Zaghlul secara santifik, yaitu surah Ar-Rum ayat 19. Namun, tafsiran surah Ar-Rum ayat 19 itu hanya dijelaskan Zaghlul sebagai sebuah pemisahan bentuk materi, yaitu materi hidup maupun materi mati. Sebagaimana yang disebutkan di awal, bahwa Zaghlul memang lebih menekankan penjabaran saintifik ayat-ayat kematian secara panjang lebar dengan menekankan di rangkaian surah Al-Waqi’ah ayat 58-62. Nampaknya, hal tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi pengulangan pembahasan serta memperpadat karya tafsirnya.
Uraian saintifik penafsiran Zaghlul An-Najjar
Syarat penting yang harus dipenuhi dalam penafsiran bil ‘ilmi adalah aspek penemuan ilmiah yang telah terbukti dan terverifikasi, di samping ketentuan-ketentuan lain yang juga harus dipenuhi. Namun, aspek penemuan ilmiah tersebut menjadi kunci inti dari penafsiran tersebut, karena ia merupakan elan vitalnya. Begitu pula dengan Zaghlul, ia benar-benar memperhatikan bagian tersebut. Dalam pemaknaan ayat-ayat tentang kematian, Zaghlul merujuk sejumlah penemuan ilmuwan pakar bilogi dan sains dalam karya tafsirnya.
Penafsirannya tentang teori pembelahan sel-sel organisme ia rujuk dari penemuan seorang pakar bilogi Rusia bernama Alexey Matveyevich Olonikov tahun 1971. Penemuan tersebut menyingkap adanya mekanisme tertentu sehingga bisa menjadikan sel-sel kangker terus membelah dan menggandakan diri dari dominasi. Mekanisme pembelahan diri sel-sel tersebut dinamakan telomerase.
Selain itu, Zaghlul juga menampilkan penelitian yang dilakukan oleh Carol W. Greider, dan Elizabeth H. Blackburn tahun 1985. Dalam penelitian tersebut diterangkan senyawa enzim yang terdapat dalam tubuh organisme bernama enzim telomerase. Enzim tersebut berfungsi meremajakan sel-sel tubuh, serta mengurangi kerusakan DNA yang berakibat pada penuaan. Namun, seiring bertambah tuanya usia manusia, produksi enzim telomerase ini semakin menurun, dan akhirnya telomer memendek menyebabkan DNA tidak bisa lagi melindungi diri dari kerusakan.
Baca juga: Tafsir Surah Yasin ayat 39-40: Semua Makhluk Langit Adalah Ciptaan Allah Swt
Terkait pemendekan sel, Zaghlul menyebutkan penemuan terbaru yang membenarkannya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Howard Cooke tahun 1986. Peneitian Howard menyebutkan bahwa panjang telomer kromosom terus berkurang bersamaan dengan pembelahan sel hidup. Ini artinya keduanya saling terkait. Masing-masing telomer kromosom yang terprogram pada jumlah tertentu dari pembelahan dinamakan replico meter (penghitung kelipatan), dan juga longevity meter (penghitung batas waktu). Penemuan mekanisme ini membuktikan bahwa kematian sebenarnya ditentukan di dalam setiap sel hidup karena batasan jumlah pembelahan yang bisa menghentikan proses pembelahan berikutnya, akibatnya meluaskan ruang untuk perusakan sel sampai sel tersebut mati.
Penelitian-penelitian ilmiah tersebut disimpulkan oleh Zaghlul, bahwa kematian telah terprogram di dalam setiap makhluk hidup yang mana memiliki sel-sel hidup, dengan begitu akurat. Keakuratan waktu ajal dalam setiap makhluk hidup ini tentunya hanya bisa diberikan oleh Allah Yang Maha Kuasa. Di sini, kebenaran saintifik dan agama menemukan bulan madunya. Saintifik menjelaskan bahwa setiap sel-sel hidup sejak lahirnya telah terprogram dengan sel-sel matinya. Begitu pula, agama menjelaskan setiap yang bernyawa pasti akan mati sebagaimana bunyi surah Al-‘Ankabut ayat 57.
Wallahu a’lam.