BerandaKisah Al QuranPemuda Beriman dalam Kisah Ashabul Ukhdud

Pemuda Beriman dalam Kisah Ashabul Ukhdud

Dalam surah al-Buruj [85] ayat 4 disinggung temtag Ashabul Ukhdud. Ashabul Ukhdud diartikan dengan orang-orang yang mempunyai parit. Dalam Tafsir Ibnu Katsir, bentuk jamak dari ukhdud adalah akhaadiid, artinya parit yang ada di bumi. Ayat ini merupakan pemberitahuan tentang satu kaum dari orang-orang kafir yang mengintimidasi orang-orang beriman. Kaum itu memaksa orang-orang beriman agar kembali pada agama sebelumnya, namun karena orang mukmin menolak, maka dilemparkanlah mereka ke dalam parit yang penuh api.

Dalam Tafsir ath-Tabari disebutkan bahwa ada perbedaan ulama terkait keterangan siapa ashabul ukhdud. Sebagian dari mereka memahami bahwa ashabul ukhdud dahulunya adalah ahli kitab dari sisa-sisa kaum Majusi. Ada pula yang mengatakan kalau mereka berasal dari kalangan Bani Israil.  Dalam literatur yang lain disebutkan bahwa peristiwa dalam surah al-Buruj [85] ayat 4 ini terjadi di Najran, sekitar pertengahan abad ke 6 M. Ashabul Ukhdud yang dimaksud yaitu pemuda bernama Abdullah bin Tsamir, pemeluk agama al-Masih bin Maryam. Sedangkan rajanya bernama Dzu Nuwas seorang pemeluk agama Yahudi.

Dalam cuplikan kisah itu, Ibnu Katsir menguraikan sebuah riwayat yang cukup panjang dari Syuhaib bahwa Rasulullah saw. bersabda yang substansinya menceritakan seorang raja dan pemuda. Raja itu memiliki seorang tukang sihir yang sudah tua. Agar ilmu-ilmunya tetap lestari, dia pun meminta kepada sang Raja agar dicarikan pemuda untuk diajarkan ilmu-ilmi sihir, Raja akhirnya membawakannya seorang pemuda.

Selain berinteraksi dengan seorang penyihir, pemuda itu juga dekat dengan seorang Rahib, yang pada akhirnya dia lebih memilih untuk mengikuti ajaran Rahib. Setelah itu, tersiar berita bahwa pemuda itu dapat menyembuhkan berbagai penyakit.

Baca Juga: Tafsir Surah Al Buruj Ayat 1-10

Suatu ketika, pembantu Raja yang buta meminta pemuda itu untuk menyembuhkannya. Pemuda itu berkata, “Aku tidak dapat menyembuhkan seorang pun. Sesungguhnya yang menyembuhkan itu adalah Allah Yang Maha Mulia. Jika engkau beriman kepada-Nya, maka aku akan berdoa, sehingga Dia pun akan menyembuhkanmu.” Pembantu itu pun beriman, lalu pemuda tersebut mendoakan, dan Allah pun memberikannya kesembuhan.

Saat Raja mengetahui kalau pembantunya telah sembuh, dia bertanya siapa yang menyembuhkannya. Pembantu itu menjawab,

Rabb-ku”

“Aku?!”, kata Raja

“Tidak, Rabb-ku dan Rabb-mu”

“Apakah engkau mempunyai Rabb selainku?”

Rabb-ku dan Rabb-mu adalah Allah”

Maka Raja menyiksanya, hingga dia mengatakan tentang pemuda itu. Raja pun mencarinya, dan dia menyiksa pemuda tersebut. Ketika Raja bertanya, dia menjawab sebagaimana pembantu tadi, hingga akhirnya pemuda itu memberikan informasi tentang Rahib. Rahib pun disiksanya, dan dia tetap teguh pada keimanannya. Akhirnya pembantu dan Rahib tersebut dibunuh oleh Raja.

Si pemuda tadi juga tidak luput dari kejaran Raja. Namun, Raja selalu gagal untuk melenyapkannya. Dia mencoba menghilangkan nyawanya di gunung dan lautan, namun pemuda itu selamat, sebab dia berdoa kepada Allah.

Baca Juga: Tafsir Surah Al Buruj Ayat 11-22

Kemudian, pemuda tersebut berkata pada Raja, “Sesungguhnya engkau tidak dapat membunuhku sampai engkau mengerjakan apa yang aku perintahkan kepadamu.” “Apa itu?”, sahut Raja. Pemuda itu menjelaskan, “Engkau harus mengumpulkan orang-orang di tanah lapang, lalu engkau menyalip diriku di batang pohon, lalu engkau ambil panah di tas milikku, kemudia ucapkan, ‘Dengan menyebut nama Allah, Rabb pemuda itu.’ Jika engkau telah melakukan hal tersebut, maka engkau akan dapat membunuhku.”

Tentu saja Raja melakukan perintah itu. Anak panah pun melesat dan meluncur tepat dipelipisnya. Dan ternyata tak disangka, kerumunan orang yang menyaksikan peristiwa tersebut justru berbondong-bondong beriman kepada Allah swt.

Atas peristiwa tersebut Raja marah, dan memerintahkan untuk membuat parit-parit yang di dalamnya telah disiapkan api. Mereka yang tetap pada keimanannya kepada Allah akan dilemparkan ke dalam parit tersebut.

Dari kisah ashabul ukhdud di atas, ibrah yang bisa diteladani yaitu tentang keteguhan iman. Sebagaimana yang dilakukan oleh pemuda tersebut. Tidak ada yang bisa menggoyahkan keimannya, sekalipun nyawa yang menjadi taruhannya. Selain itu, kita juga diingatkan bahwa harus selalu menyandarkan segala urusan hanya kepada Allah swt. Wallah a’lam.

Muhammad Faishal Haq
Muhammad Faishal Haq
Alumni Pondok Pesantren Mambaus Sholihin, Gresik. Pegiat kajian keislaman dan kealquranan
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Sikap al-Qurṭubī Terhadap Riwayat Isrāīliyyāt

0
Tema tentang Isrāīliyyāt ini sangat penting untuk dibahas, karena banyaknya riwayat-riwayat Isrāīliyyāt dalam beberapa kitab tafsir. Hal ini perlu dikaji secara kritis karena riwayat ...