Apakah Alquran memberikan petunjuk tentang keberadaan makhluk hidup di luar angkasa? Pertanyaan ini mungkin terdengar seperti bagian dari fiksi ilmiah, tetapi seorang mufasir Nusantara, Oemar Bakry, dalam Tafsir Rahmat justru meyakini bahwa Alquran telah memberikan isyarat mengenai hal ini.
Dalam banyak tafsir, kata al-samāwāt dalam Alquran umumnya diartikan sebagai “langit” dalam arti atmosfer atau lapisan langit yang terlihat oleh manusia. Namun, Oemar Bakry memiliki pendekatan yang berbeda. Ia secara konsisten menafsirkan kata al-samāwāt sebagai “luar angkasa”, bukan sekadar langit yang dapat dilihat dengan mata telanjang.
Melalui tafsirnya terhadap Q.S. Al-Nahl: 49 dan Q.S. Al-Hajj: 18, Oemar Bakry menegaskan bahwa Alquran memang telah memberikan petunjuk tentang adanya makhluk hidup di luar bumi. Bagaimana pemikirannya ini berkembang? Mari telusuri lebih jauh.
Q.S. Al-Nahl: 49: Isyarat Makhluk Hidup yang Melata
وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَا فِي السَّمٰوٰتِ وَمَا فِي الْاَرْضِ مِنْ دَاۤبَّةٍ وَّالْمَلٰۤئِكَةُ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُوْنَ
Dan sujud kepada Allah semua yang melata di bumi dan di luar angkasa, begitu juga para malaikat, dan mereka tidak sombong (Q.S. Al-Nahl: 49).
Meskipun Tafsir Rahmat tergolong dalam kitab tafsir yang singkat dan cenderung seperti hanya menerjemahkan ayat Alquran saja, terdapat ayat-ayat tertentu yang diberi penjelasan lebih detail oleh Oemar Bakry. Salah satunya adalah Q.S. Al-Nahl: 49 ini. Ia memberikan penjelasan lebih lanjut tentang ayat ini yang menunjukkan keyakinannya akan adanya kehidupan makhluk hidup di luar bumi.
“Allah Yang Maha Kuasa menciptakan ruang angkasa dan bumi. Semua yang melata di ruang angkasa dan di bumi, begitu juga para malaikat tunduk bersujud kepada kekuasaan-Nya. Ayat 49 ini menegaskan bahwa di ruang angkasa ada makhluk yang melata. Berarti ada makhluk hidup. Firman Allah Swt. di Surat Syura, ayat 29 lebih menegaskan lagi, “Dan di antara tanda-tanda kebesaran Allah ialah menciptakan ruang angkasa dan bumi dan ditebarkan-Nya pada keduanya (ruang angkasa dan bumi itu) makhluk yang melata” Kalau manusia dengan ilmu dan teknologinya masih menyelidiki apakah ada makhluk hidup di planet-planet, maka Alquran empat belas abad yang silam sudah menegaskan bahwa ada makhluk hidup di ruang angkasa itu, Mudah-mudahan ilmu dan teknologi manusia dapat membuktikan kebenaran isi Alquran ini.” (Tafsir Rahmat, 521).
Baca juga: Alquran Berbicara tentang Teori Pesawat Terbang
Dalam tafsir pada umumnya, ayat ini sering dimaknai bahwa semua makhluk yang ada di langit dan bumi—baik yang melata maupun malaikat—bersujud kepada Allah. Namun, Oemar Bakry memberikan sudut pandang yang berbeda. Ia memahami “al-samāwāt” bukan sekadar “langit” dalam pengertian atmosfer atau tempat para malaikat, melainkan sebagai “ruang angkasa” atau luar angkasa.
Lebih lanjut, ia menafsirkan kata dabbah (makhluk yang melata) tidak hanya terbatas pada makhluk yang hidup di bumi, tetapi juga mencakup makhluk yang berada di luar angkasa. Dengan demikian, ia menegaskan bahwa ada makhluk hidup yang melata di ruang angkasa, suatu pemikiran yang mendahului eksplorasi sains modern mengenai kemungkinan kehidupan di planet lain kala itu.
Q.S. Al-Hajj: 18: Sujudnya Makhluk Hidup di Luar Angkasa
اَلَمْ تَرَ اَنَّ اللّٰهَ يَسْجُدُ لَهٗ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَمَنْ فِى الْاَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُوْمُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَآبُّ وَكَثِيْرٌ مِّنَ النَّاسِۖ وَكَثِيْرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ ۗ وَمَنْ يُّهِنِ اللّٰهُ فَمَا لَهٗ مِنْ مُّكْرِمٍ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَفْعَلُ مَا يَشَآءُ
Apakah tidak engkau lihat bahwasanya sujud kepada Allah siapa-siapa yang ada di ruang angkasa dan di bumi. Begitu juga sujud (tunduk) matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung pohon-pohon, binatang-binatang yang melata dan sebahagian besar manusia? Dan banyak yang telah ditetapkan azab kepadanya. Dan siapa yang dihinakan Allah tidak ada orang yang dapat memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat berbuat apa yang dikehendaki-Nya (Q.S. Al-Hajj: 18).
Pada ayat ini, Oemar Bakry juga memberikan penjelasan lebih lanjut seperti pada Q.S. al-Nahl: 49, tidak hanya menerjemahkan saja. Ia menambahkan, “Ayat 18 ini menerangkan bahwasanya segala makhluk ciptaan Allah sujud dan takluk di bawah kekuasaan-Nya. Manusia sujud dengan kemauannya. Makhluk lain sujud dengan arti menuruti aturan Allah. Di dalam ayat ini disebutkan ada orang atau manusia di ruang angkasa dan di bumi. Jadi sudah ada isyarat bahwa di planet-planet itu ada makhluk hidup. Mudah-mudahan ilmu dan teknologi dapat membuktikannya.”
Baca juga: Tujuh Lapis Langit: Tafsir Saintifik atau Spiritualitas Kosmis?
Dengan menekankan frasa “ada orang atau manusia di ruang angkasa dan di bumi” dalam penafsirannya, ia menunjukan posisi yang lebih berani dibandingkan penafsirannya terhadap Q.S. al-Nahl: 49. Sebab, di sini ia tidak hanya mengisyaratkan adanya makhluk hidup secara umum, tetapi secara spesifik menyebut “orang atau manusia” di ruang angkasa. Konsistensinya juga terlihat dalam optimismenya terhadap perkembangan sains. Seperti pada penafsirannya terhadap ayat-ayat sebelumnya, ia kembali mengungkapkan harapan bahwa ilmu dan teknologi akan dapat membuktikan kebenaran isyarat Alquran ini.
Pendekatan ini memperlihatkan paradigma tafsirnya yang berupaya mengintegrasikan ayat-ayat Alquran dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Penafsiran Oemar Bakry terhadap Q.S. al-Hajj: 18 ini melengkapi dan memperkuat argumennya tentang eksistensi makhluk hidup di luar angkasa yang telah ia bangun melalui penafsiran ayat sebelumnya. Meskipun tafsirnya mungkin terlihat terlalu maju untuk zamannya, tetapi semangatnya untuk mengintegrasikan pemahaman Alquran dengan kemajuan sains memberikan kontribusi penting bagi pengembangan tafsir yang responsif terhadap perkembangan zaman. Wallahu a’lam.