Pengantar Tafsir Era Tabi’in: Sumber dan Madrasah Tafsirnya menjadi materi pembuka dalam edisi materi tulisan kali ini. Setelah era sahabat, era Tabi’in menjadi era baru dalam penafsiran al-Qur’an sebab di era ini telah banyak golongan-golongan non-Arab yang masuk Islam (mawali) dan juga menjadi rujukan tafsir. Maka tulisan ini akan menjadi pengantar sebelum masuk pada seri kajian lanjutan pada era ini.
Era Tabi’in disebutkan sebagai fase lanjutan dalam aktivitas penafsiran al-Qur’an setelah era sahabat. Era ini ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh tafsir yang menggantikan posisi para sahabat. Menariknya, tokoh-tokoh mufassir di era ini tidak hanya berasal dari golongan arab namun juga non-Arab (mawali). Golongan non-Arab yang muncul sebagai mufassir ini merupakan orang-orang yang turut serta masuk Islam akibat adanya ekspansi khilafah Islamiyah di era sahabat. Mereka juga merupakan murid dari para sahabat Rasulullah yang memiliki otoritas dalam penafsiran serta madrasah tafsir di kota tempat mereka menetap.
Baca Juga: Bagaimana Proses Kemunculan Penafsiran Al-Quran Era Sahabat? Ini Penjelasannya
Para Tabi’in yang menjadi pionir mufassir pengganti sahabat ini memiliki tanggungjawab yang cukup berat. Mereka harus menghadapi sebuah konteks tatanan kehidupan yang berbeda serta menjawab problematika yang ada dengan menyempurnakan maupun memikirkan ulang (reinterpretasi) penafsiran-penafsiran yang diwariskan di era Sahabat.
Sumber Penafsiran
Sebagaimana pada era Sahabat, di era ini para Tabi’in juga menjadikan eksplorasi internal al-Qur’an sebagai metode pertama dalam penafsiran. Pemahaman dimensi linguistik al-Qur’an yang mereka dapatkan dari guru-guru mereka menjadi salah satu wasilah dalam melakukan telaah internal dalam memahami al-Qur’an.
Riwayat tafsir Nabi yang turut mereka dapatkan dari para Sahabat serta hasil ijtihad mandiri dari para guru mereka juga menjadi elemen penting yang membantu mereka dalam memahami redaksi ayat-ayat al-Qur’an. Selain itu mereka juga mengambil riwayat-riwayat yang berasal dari ahli kitab yang bersumber dari kitab-kitab mereka.
Selanjutnya mereka juga melakukan ijtihad mandiri, khususnya bagi para Tabi’in yang memiliki kapasitas keilmuan yang mumpuni. Sebagaimana dikatakan oleh Adz-Dzahabi bahwa kitab-kitab tafsir Tabi’in yang sampai pada kita saat ini sebagian besar berisi hasil ijtihad mandiri para Tabi’in. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya riwayat penafsiran di era Sahabat yang umumnya orang Arab asli dan mampu memahami makna ijmali ayat.
Baca Juga: Kenapa Hasil Penafsiran itu Berbeda-beda? Ini Salah Satu Alasannya
Sedangkan di era Tabi’in sudah banyak orang-orang non-Arab yang memeluk Islam dan memiliki hajat untuk memahami al-Qur’an sebagai kitab sucinya. Maka dari itu para Tabi’in melakukan ijtihad dalam rangka melengkapi penafsiran yang telah ada serta mempertimbangkan konteks saat wahyu itu turun dan konteks yang mereka hadapi.
Madrasah Tafsir
Sejatinya sejak era Rasulullah sampai era Sahabat telah banyak wilayah yang dimenangkan Allah untuk umat Islam. Di era Tabi’in jumlah wilayah yang ditaklukan pun semakin banyak. Hal inilah yang menyebabkan umat Islam tidak berkumpul pada suatu daerah tertentu namun tinggal secara terpisah di daerah-daerah yang berada dalam kekuasaan Islam serta memiliki profesi yang bermacam-macam.
Sebagian dari mereka ada menjadi pejabat pemerintahan seperti kepala daerah dan sekertaris. Ada juga yang menjadi bergelut di bidang hukum dan menjadi hakim. Ada yang menjadi sumber ilmu masyarakat dengan diakuinya sebagai mu’allim serta beragam profesi lainnya.
Para sahabat yang memahami kondisi tersebut, kemudian mulai mengirimkan perwakilan-perwakilannya untuk menjadi sumber ilmu di masing-masing daerah. Kedatangan para sahabat—yang selanjutnya menjadi guru para Tabi’in—ini pun begitu diidamkan dan dengan antusiasme yang tinggi para Tabi’in yang ingin menimba ilmu senantiasa hadir dalam majelis-majelis ilmu yang diisi oleh para Sahabat yang alim.
Dari sekian banyak sahabat tersebar dan membuka majelis ilmu di berbagai daerah, muncullah tiga madrasah tafsir yang paling terkenal. Ketiga madrasah tersebut memang diampu langsung oleh para sahabat yang terkenal memiliki otoritas penafsiran dan menjadi rujukan sahabat lainnya dalam memahami al-Qur’an.
Adapun ketiga madrasah tafsir itu ialah 1) Madrasah Tafsir Makkah yang dipimpin oleh Ibn Abbas; 2) Madrasah Tafsir Madinah yang dipimpin oleh Ubay Ibn Ka’ab; 3) Madrasah Tafsir Kufah yang dipimpin oleh Abdullah Ibn Mas’ud. Dari ketiga madrasah tafsir itu nantinya lahir pentolan-pentolan Tabi’in yang memiliki kapasitas keilmuan yang mumpuni dan mampu menjadi pewaris keilmuan dari era Sahabat.
Para Tabi’in yang tersohor dari setiap madrasah tafsir inilah nantinya yang akan diulas dalam edisi tulisan berikutnya. Demikian materi “Pengantar Tafsir di Era Tabi’in: Sumber dan Madrasah Tafsirnya” yang menjadi pembuka pada sesi kajian tafsir di era Tabi’in. Selamat menanti edisi tulisan selanjutnya. Wallahu a’lam.