BerandaKhazanah Al-QuranTradisi Al-Quran'Pepujian Jawi' Surah Al-Fatihah

‘Pepujian Jawi’ Surah Al-Fatihah

Bagi masyarakat muslim, surah al-Fatihah menjadi surah yang tidak dapat ditanggalkan. Surah berjumlah tujuh ayat itu mesti dihafalkan. Kendati penghafalan itu tidak disertai dengan ketaatannya dalam beribadah, pemaknaan mendalam dari masing-masing ayatnya, atau pelafalannya yang kadang tidak terlalu jelas. Tetapi tetap saja, siapa yang mendaku muslim, maka surah al-Fatihah mesti bisa terbaca tanpa membuka teks arabnya.

popularitas surah al-Fatihah, diakumulasi dengan ekspresi kreatif muslim nusantara, akhirnya membuahkan banyak sekali produk. Tidak hanya dalam bentuk benda semisal kaligrafi atau ukiran yang menyertai bangunan masjid. Produk surah al-Fatihah itu juga merambah dalam rupa pepujian Jawi sebelum salat fardhu didirikan, seperti yang ditunaikan salah satu pesantren pimpinan K.H. Edy Latif di Banyumas.

Edy Latif menuturkan bahwa pepujian Jawi surah al-Fatihah ini diproduksi oleh ayahnya, K.H. Achmad Gufron. Baik Edy Latif maupun saudaranya yang lain tidak tahu secara pasti, kapan pepujian ini dilantunkan sampai membumi di tengah-tengah masyarakat yang ada di Desa Sidabowa, Banyumas dan sekitarnya. Menurutnya ada dua alasan mendasar ihwal pepujian Jawi surah al-Fatihah ini diproduksi.

Pertama, tentu saja untuk berdakwah. Kyai kelahiran 1948 ini memahami bahwa masyarakatnya di masa itu masih belum mengenal ajaran Islam secara mendalam. Di sisi lain, K.H. Achmad Gufron, sang ayah menilai bahwa penting bagi setiap muslim untuk ‘bisa’ membaca surah al-Fatihah. Maka dibuatlah pepujian surah Al-Fatihah yang masih dalam bentuk bahasa Arab.

Alasan selanjutnya adalah terkait dengan sasaran dakwahnya yang ada di masyarakat akar rumput. Lantaran berada di Jawa, maka kyai yang pernah tercatat sebagai santri di Pesantren Tremas, Pacitan ini mengalihbahasakannya menjadi bahasa Jawa. Dari sini, masyarakat yang berada di luar pesantren juga bisa mengerti arti dari surah al-Fatihah lewat pepujian setelah adzan dikumandangkan.

Baca Juga: Ini Rahasia Angka Tujuh dalam Surah Al-Fatihah

Faiz Abdullah dan Elya Munfarida membaca fenomena ini, sebagai bentuk akulturasi antara budaya lokal dengan budaya Islam yang mulai menguat pasca kemerdekaan negeri ini dideklarasikan. Melalui artikelnya, Pemaknaan Puji-pujian Al-Fatihah KH Achmad Gufron dalam Perwujudan Akulturasi Masyarakat (2023), keduanya berargumentasi tentang keberhasilan dakwah itu lantaran empat hal; nilai Islam yang universal, afiliasi sosial kyai ke arah nahdliyin, dukungan kebudayaan setempat, dan keberhasilan mengintegrasikan kebudayaan lokal dengan ajaran Islam.

Dua poin teratas menjadi strategi dakwah pada konteks kekinian. Dakwah dengan mengemas sisi jenaka Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin misalnya, kemudian didukung dengan afiliasi pendakwah ke kelompok Islam tertentu, dapat menjadi modal kesuksesan dalam menyampaikan ajaran Islam. Masyarakat muslim akar rumput akan mendulang tawa tanpa disadari ada nasehat yang masuk dalam dirinya.

Kemudian dua poin yang bawah, menjadi strategi dakwah yang mempunyai nilai historis. Para Walisongo dan ulama nusantara terdahulu bisa dijadikan indikasinya. Agus Sunyoto dalam bukunya, Atlas Wali Songo (2012) misalnya, merekam jejak dakwah para wali yang tidak menegasikan tradisi lokal. Selain itu, ada banyak literatur dan atau riset lain yang menunjukkan konklusi serupa.

Berikut teks pepujian Jawi surah al-Fatihah yang diproduksi KH Achmad Gufron:

Nyuwun karekso ing Alloh saking syetan kang nggridu

Kelawan nyebut kanti asmane Alloh Kang Welas tur Kang Asih

Puji kaduwe Alloh pangerane ngalam kabeh

Kang Welas tur Kang Asih

Ngratoni ing Qiyamat

Kito nyembah ing Alloh serto nyuwun pitulung

Mugi paring pitedah dateng kito dedalan ingkang leres

Dedalane wong akeh kang den paringi ni’mat, sanes dalane wong akeh kang den bendu kesasar

Mugi Alloh kersoho nyembadani dateng panyuwun kito

Sekian.

Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady
Alumnus Magister Studi Agama-agama, Konsentrasi Sosiologi Agama, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Etika Islam di Ruang Publik: Memadukan Adab dan Martabat dalam Relasi Sosial

Etika Islam di Ruang Publik

0
Di zaman sekarang, banyak pertemuan terjadi baik secara fisik maupun virtual. Kita sering berada dalam berbagai majelis, entah itu dalam seminar, diskusi, atau acara-acara...