BerandaTafsir TematikPerbedaan Makna Kata Al-Rajul dan Al-Dzakar dalam Alquran

Perbedaan Makna Kata Al-Rajul dan Al-Dzakar dalam Alquran

Allah Swt. menciptakan segala sesuatu yang ada di muka bumi ini berpasang-pasangan; kanan dan kiri, atas dan bawah, laki laki dan prempuan, serta masih banyak lagi contohnya. Dalam Alquran, Allah sering menggunakan kata al-rajul atau al-rijal sebagai penyebutan untuk laki-laki dan al-nisa untuk perempuan.

Namun, kerap kali ditemukan pula kata Al-Dzakar sebagai sebutan lainnya untuk laki laki. Lantas, apakah kedua kata yang memiliki arti yang sama tersebut juga memiliki makna yang sama? Kali ini penulis ingin menguraikan perbedaan makna yang terkandung di antara keduanya.

Kata Al-Rajul biasanya diartikan sebagai laki-laki murni, baik sebagai sifat maupun sebagai jenis, tergantung bagaimana konteks ayatnya. Sementara itu, Al-Dzakar juga diartikan sebagai laki-laki, tetapi hanya berdasarkan jenisnya. Hal ini berbeda dengan Al-Rajul yang bisa diartikan sebagai sifat seorang laki laki yang berani, tegas, keras, dan sifat-sifat lain yang umunya dimiliki oleh laki-laki.

Dalam kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Qur’an dikatakan bahwa kata Al-Rajul atau al-Rijal disebut dalam Alquran sebanyak 55 kali dan dapat dimaknai dengan berbagai macam makna, antara lain:

  1. sebagai gender laki laki dalam Q.S. Albaqarah ayat 228.
  2. sebagai orang (laki-laki maupun perempuan) dalam Q.S. Alahzab ayat 23.
  3. sebagai nabi atau rasul dalam Q.S. Alanbiya ayat 7.
  4. sebagai tokoh masyarakat dalam Q.S. Yasin ayat 20.
  5. sebagai budak dalam Q.S. Azzumar ayat 29.

Sementara itu kata Al-Dzakar disebutkan sebanyak 18 kali dalam Alquran, yang di antaranya terdapat dalam Q.S. Annisa ayat 11, 124, dan 176, serta dalam Q.S. Alan’am ayat 143 dan 144.

Dalam Lisan al-‘Arab, kata al-Rajul diartikan sebagai laki laki yang sudah dewasa dan sudah melewati masa kanak-kanaknya. Kriteria yang masuk dalam kata Al-Rajul, bukan hanya mengacu kepada jenis kelamin laki-laki, melainkan juga ditujukan kepada sifat-sifat kejantanan atau maskulinitas. Contohnya dalam Q.S. Alan’am: 9:

وَلَوْ جَعَلْنٰهُ مَلَكًا لَّجَعَلْنٰهُ رَجُلًا وَّلَلَبَسْنَا عَلَيْهِمْ مَّا يَلْبِسُوْنَ

“Seandainya Kami jadikan dia (rasul) itu (dari) malaikat, tentu Kami jadikan dia (berwujud) laki-laki, dan pasti Kami buat mereka tetap ragu sebagaimana kini mereka ragu.”

Laki-laki dalam ayat tersebut tidak menunjuk kepada jenis kelamin, karena malaikat tidak pernah disebutkan jenis kelaminnya dalam ayat manapun. Oleh karena itu, kata rajul dalam ayat ini merujuk pada makna maskulinitas. Karena seorang nabi, harus memiliki sifat-sifat maskulinitas.

Contoh lain terdapat pula dalam Q.S. Annisa: 34:

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ

“Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya..”

Penulis menemukan dalam ayat ini kata al-Rajul lebih ditekankan kepada aspek maskulinitas daripada kepada aspek biologis. Dalam ayat tersebut dikatakan alasan mengapa al-rajul menjadi penanggung jawab atas al-nisa, yaitu karena ada kelebihan yang telah Allah berikan kepada mereka (al-rajul).

Dalam Tafsir Al-Misbah (jilid 2) karya Quraish Shihab (2002: 443) dikatakan bahwa kelebihan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah bahwa secara umum lelaki lebih cenderung kepada olahraga, berburu, pekerjaan yang melibatkan gerakan dibanding wanita. Lelaki secara umum cenderung kepada tantangan dan perkelahian, sedangkan perempuan cenderung kepada kedamaian dan keramahan. Lelaki lebih agresif dan suka ribut, sementara wanita lebih tenang dan tenteram. Kelebihan-kelebihan yang disebutkan di atas merupakan sifat maskulinitas yang bisa dimiliki oleh laki-laki maupun perempuan.

Baca juga: Nasaruddin Umar: Alquran Bedakan antara Gender dan Jenis Kelamin

Kemudian kata Al-Dzakar biasanya hanya ditujukan kepada benda atau sesuatu yang murni berjenis kelamin laki-laki. Seperti yang terdapat dalam Q.S. Ali Imran: 36:

فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ اِنِّيْ وَضَعْتُهَآ اُنْثٰىۗ وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْۗ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْاُنْثٰى ۚ وَاِنِّيْ سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَاِنِّيْٓ اُعِيْذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطٰنِ الرَّجِيْمِ

“Ketika melahirkannya, dia berkata, “Wahai Tuhanku, aku telah melahirkan anak perempuan.” Padahal, Allah lebih tahu apa yang dia (istri Imran) lahirkan. “Laki-laki tidak sama dengan perempuan. Aku memberinya nama Maryam serta memohon perlindungan-Mu untuknya dan anak cucunya dari setan yang terkutuk.”

Pada ayat di atas, kata Al-Dzakar menunjuk langsung kepada makna jenis kelamin laki-laki. Karena dalam ayat tersebut disebutkan bahwa jenis kelamin maryam adalah perempuan, sehingga Al-Dzakar dalam ayat tersebut langsung merujuk pada arti laki-laki secara biologis.

Contoh lain juga bisa ditemukan dalam Q.S. Annisa: 124:

وَمَنْ يَّعْمَلْ مِنَ الصّٰلِحٰتِ مِنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَاُولٰۤىِٕكَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُوْنَ نَقِيْرًا

“Siapa yang beramal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia beriman, akan masuk ke dalam surga dan tidak dizalimi sedikit pun.”

Pada ayat di atas disebutkan secara jelas bahwa makna kata dzakar ditekankan pada aspek biologisnya, yaitu jenis kelamin laki-laki.

Berdasarkan uraian-uraian yang sudah dipaparkan, penulis menarik kesimpulan bahwasannya perbedaan makna al-Rajul dan Al-Dzakar terletak pada aspek yang ditekankan pada masing-masing kata. Seperti yang dikatakan oleh Al-Ishfahani bahwa kata Al-Rajul lebih kepada aspek maskulinitas dan kejantanan seseorang dan kata Al-Dzakar ditekankan kepada aspek biologisnya, yaitu jenis kelamin laki-laki.

Jadi, bisa dikatakan semua orang yang termasuk dalam kategori al-Rajul bisa masuk juga ke dalam kategori Al-Dzakar, namun semua orang yang termasuk dalam kategori Al-Dzakar belum tentu bisa masuk dalam kategori al-Rajul.

Baca juga: Menghindari Kesalahan Logika dalam Memahami Alquran Menurut Al-Ghazali

Nesytia Amara Bilqis
Nesytia Amara Bilqis
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

penamaan surah Alquran

Penamaan Surah Alquran: Proses Penamaan Nonarbitrer

0
Penamaan merupakan proses yang selalu terjadi dalam masyarakat. Dalam buku berjudul “Names in focus: an introduction to Finnish onomastics” Sjöblom dkk (2012) menegaskan, nama...