Pada saat sahabat Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah, umat Islam mengalami banyak kemajuan terutama dalam hal perluasan wilayah kekuasaan. Dengan sikap tegas dan kejeniusannya dalam memimpin negara dan agama, beliau menjadi figur pemimpin ideal yang tercatat memiliki segudang prestati dan inovasi gemilang dalam dunia Islam.
Salah satu keberhasilan yang tercapai pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab r.a. adalah penaklukkan besar di daerah Irak dan Syam. Penaklukkan daerah-daerah tersebut memberikan keuntungan besar kepada umat Islam terutama pasukan yang turut serta dalam proses tersebut. Mereka akan mendapatkan harta ghanimah dari harta kekayaan pasukan musuh yang kalah dalam perang.
Baca Juga: Progresivitas Umar bin Khattab Terkait Hukum dalam Alquran (Bagian 1)
Ketentuan Pembagian Harta Ghanimah
Harta ghanimah secara sederhana dapat diartikan sebagai harta rampasan perang. Setelah peperangan usai dan dimenangkan oleh pasukan Islam, harta benda yang berhasil didapatkan dari pasukan musuh yang kalah perang menjadi hak umat muslim. Ketentuan distribusi harta ghanimah ini dijelaskan dalam Alquran, surat al-Anfal ayat 41,
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ [الأنفال: 41]
“Dan ketahuilah, sesungguhnya segala yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil, (demikian) jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu pada hari bertemunya dua pasukan. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” Q.S. al-Anfal [8]: 41
Ayat di atas menjelaskan mekanisme pendistribusian harta rampasan perang. Pertama, harta rampasan perang yang sudah terkumpul disisihkan seperlima untuk dibagikan kepada golongan yang disebutkan dalam ayat tersebut; Allah swt. (agama dan kemaslahatan umum), RasulNya, keluarga Nabi, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil (musafir). Kemudian sisanya menjadi hak para prajurit perang. Infanteri memperoleh satu bagian sedangkan kaveleri mendapatkan 2 bagian (menurut sebagian riwayat 3 bagian). [Tafsir Ayat al-Ahkam li al-Sayis, juz 1, hal. 433]
Baca Juga: Progresivitas Umar bin Khattab Terkait Ayat-Ayat Hukum (Bagian 2)
Keputusan Khalifah Umar r.a. Terkait Status Tanah Ghanimah
ketika Kota Khaibar ditaklukkan oleh pasukan muslim, Rasulullah saw. membagi-bagikan harta ghanimah kepada para pasukan perang termasuk tanah Khaibar itu sendiri. Pendistribusian tanah rampasan perang juga sesuai dengan keumuman ayat 41 surah al-Anfal. Peristiwa pembebasan atau penalukkan wilayah juga terjadi secara besar-besaran pada masa Khalifah Umar bin Khattab ra.
Ahmad Syalabi dalam kitab Mausuah al-Hadharah al-Islamiyah mengisahkan bahwa ketika daerah Syam berhasil ditaklukkan, Abu Ubaidah mengirim surat kepada sang Khalifah. Dalam suratnya itu Abu Ubaidah menyampaikan keinginan para pasukan perang agar khalifah segera membagi-bagikan tanah Syam kepada pasukan yang ikut serta dalam proses penaklukkan.
Ternyata, Khalifah Umar bin Khattab r.a. tidak mengamini keinginan mereka. Setelah bermusyawarah dengan para sahabat, beliau memutuskan untuk tidak membagikan tanah taklukkan kepada veteran perang, melainkan dikuasai oleh negara. Tanah tersebut kemudian diserahkan kepada pemilik semula atau kepada orang yang sanggup mengelolanya dengan catatan mereka akan membayar sejumlah harta yang diistilahkan sebagai kharaj.
Secara sederhana, kharaj dapat diartikan sebagai pajak tanah. Menurut Imam al-Mawardi, kharaj adalah sesuatu yang dibebankan atas tanah dan dibayarkan dari hasil tanah tersebut. [Al-Ahkam al-Sulthaniyah, hal. 227].
Keputusan untuk memberlakukan kharaj ini merupakan inovasi besar yang berhasil dilakukan Khalifah Umar bin Khattab r.a. demi mewujudkan kemaslahatn umum, beliau bersikukuh dengan hasil ijtihadnya tersebut meskipun tidak sedikit kalangan yang kontra terhadapnya.
Baca Juga: Penafsiran Umar bin Khattab sebagai Dasar Model Tafsir Kontekstual menurut Abdullah Saeed
Sebagai seorang khalifah yang visioner, beliau memiliki proyeksi dan pandangan jauh ke depan. Di bawah kekuasaannya, umat Islam telah mengalami kemajuan pesat dalam berbagai aspek, termasuk dalam hal kekuatan militer. Sistem negara juga telah terbentuk dengan cukup rapi pada masa kekhalifahan beliau, sehingga segala jenis kegiatan kenegaraan termasuk peperangan dan penaklukkan semuanya dibiayai oleh negara. Dengan kondisi seperti ini, beliau berpandangan bahwa akan lebih baik jika tanah-tanah taklukkan tidak dibagikan kepada para pasukan perang sebagaimana harta ghanimah lainnya, melainkan tetap dikuasai oleh negara.
Selain itu, alasan Umar bin Khattab r.a. tidak membagikan tanah-tanah taklukan kepada pasukan perang demi kepentingan jangka panjang. Tanah yang dikuasai oleh pemerintah diproyeksikan sebagai aset produktif yang secara berkala akan memberikan pemasukan kepada negara.
Kharaj yang menjadi sumber pendapatan negara tersebut kemudian akan menjadi kekayaan negara yang dapat dialokasikan untuk kepentingan orang banyak. Jika ini berjalan lancar bukan hanya generasi pada masa itu, melainkan generasi setelahnya juga akan mendapatkan manfaat dari hasil aset produktif tersebut.
Keputusan Khalifah Umar bin Khattab r.a. terkait alokasi tanah taklukan yang sepenuhnya dipegang negara tidak bertentangan dengan ayat Alquran di atas. Dalam hal ini, ulama memang memiliki pandangan yang berbeda terkait jenis harta ghanimah yang pendistribusiannya sesuai ayat tersebut.
Menurut Ulama Syafiiyah, ayat tersebut berlaku umum mencakup seluruh harta yang diperoleh dari pasukan musuh yang kalah perang, termasuk tanah atau wilayah yang mereka huni. Sedangkan menurut Mazhab Maliki, harta ghanimah yang tersebut dalam ayat diatas hanya khusus pada harta/aset bergerak. Tanah atau aset tak bergerak tidak masuk sebagai harta ghanimah yang harus dibagi-bagikan kepada pasukan perang. [Al-Jami li Ahkam al-Quran, juz 8, hal. 4-5]
Dari sini, dapat diambil benang merah bahwa keputusan yang diambil oleh Khalifah Umar bin Khattab r.a. sama sekali tidak bertentangan dengan nas Alquran atau sunnah Nabi. Alih-alih mengabaikan nas, kebijakan yang diambil Umar bin Khattab r.a. justru memadukan antara teks dan konteks demi menggapai maslahat umum yang lebih besar. Wallah a’lam.