BerandaKisah Al QuranPuasa Asyura: Bentuk Rasa Syukur atas Nikmat Allah

Puasa Asyura: Bentuk Rasa Syukur atas Nikmat Allah

Puasa Asyura merupakan puasa yang dilakukan pada hari kesepuluh dari bulan Muharram. Hari ini mempunyai keistimewaan yang tidak dimiliki hari-hari lain, karena di dalamnya terdapat peristiwa-peristiwa agung bersejarah yang patut diperingati sebagai rasa syukur atas nikmat Allah swt.

Muharam sendiri merupakan bulan yang mulia. Bahkan bulan yang paling utama diantara Asyhurul Hurum (bulan-bulan mulia), yakni rajab, dzulqa’dah, dzulhijjah dan Muharram. Para ulama sangat menganjurkan untuk memperbanyak amal saleh di bulan-bulan tersebut, dan pahala amal akan dilipatgandakan.

Di antara peristiwa tersebut adalah keselamatan Musa, as. dan kaumnya dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya. Peristiwa ini diabadikan dalan (QS. al-Baqarah [2]: 50)

وَاِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَاَنْجَيْنٰكُمْ وَاَغْرَقْنَآ اٰلَ فِرْعَوْنَ وَاَنْتُمْ تَنْظُرُوْنَ

Dan (ingatlah) ketika Kami membelah laut untukmu, sehingga kamu dapat Kami selamatkan dan Kami tenggelamkan (Fir‘aun dan) pengikut-pengikut Fir‘aun, sedang kamu menyaksikan. (Q.S. al-Baqarah [2]: 50)

Peristiwa lainya adalah diterimanya taubat Adam as. (QS. al-Baqarah [2]:37), berlabuhnya bahtera Nuh as. setelah terjadi banjir bandang selama enam bulan (QS. al-Ankabut [29]: 15), diterimanya taubat umat nabi Yunus as. (QS. Yunus [10]: 98) dan terbebasnya Yunus as. dari perut ikan, dikeluarkannya  Yusuf as. dari sumur, dikembalikannya penglihatan Ya’qub as. sehingga dapat melihat seperti semula, selamatnya Ibrahim as. dari api Namrud. (Nihayatuz Zain, juz 1 hlm. 196-197).

Ketika menafsiri ayat di atas, Ibnu Katsir menyebutkan, bahwa hari diselamatkannya Musa as. dan kaumnya adalah hari ‘Asyura. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata: setibanya Rasulullah saw. di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi puasa di hari Asyura. Lalu bertanya, kalian sedang puasa hari apa? (Baca juga: Inilah Tiga Amalan Utama dalam Menyambut Tahun Baru Islam)

Mereka menjawab, ini adalah hari yang baik, yaitu hari dimana Allah swt.menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka, maka di hari ini Musa as. berpuasa sebagai rasa syukurnya kepada Allah swt. lalu Rasulullah saw. berkata: kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian. Kemudian beliau perpuasa, dan memerintah untuk perpuasa. (Ibnu Katsir, jilid 1, hlm. 63).

Pada ayat di atas, Az-Zuhaili dalam tafsirnya menyebutkan tentang alasan puasa di hari Asyura,

وكان الإنجاء عيدا، مستوجبا شكر الإله، وصار يوم عاشوراء وهو اليوم العاشر من شهر المحرّم يوم صيام الشكر

“Dan hari keselamatan (dari kejaran fir’aun) ialah hari Ied (kebahagiaan), yang semestinya dibalas dengan rasa syukur kepada Tuhan. Dan hari Asyura (hari ke 10 dari bulan Muharram) menjadi hari puasa untuk syukur. (Tafsir al-Munir)

Makna Syukur dan Hikmahnya

Az-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir menyebutkan maksud syukur kepada Allah swt., yaitu bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.

Dalam konteks ini, Implementasi bersyukur atas suatu karunia telah dipraktikkan Musa as. ketika selamat dari Fir’aun, dan Nuh as. ketika selamat dari banjir bandang, keduanya berpuasa pada hari Asyura.  Begitu pula Rasulullah saw. mensyukuri hari tersebut dengan puasa. (Baca juga: Kisah Teladan Nabi di Bulan Muharram; Nabi Yunus Keluar dari Perut Ikan Paus)

Maka sudah sepantasnya kita menjadikan utusan-utusan Allah sebagai suri tauladan dalam mensyukuri nikmat-nikmat-Nya, agar yang dikaruniakan tidak berganti adzab. Allah swt. telah berfirman:

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat. (Q.S. Ibrahim [14]: 7)

Ayat di atas merupakan kabar gembira bagi orang yang mensyukuri atas nikmat-nikmat-Nya, juga merupakan warning bagi yang mengkufurinya. Termasuk hikmah bersyukur adalah terjaganya nikmat yang telah dikaruniakan.

Ibnu Athaillah berpesan dalam kitabnya al-Hikam: “Barangsiapa yang tidak mensyukuri nikmat Tuhan, berarti ia telah berusaha untuk menghilangkan nikmat itu. Dan barangsiapa mensyukuri nikmat, berarti ia telah mengikat nikmat itu dengan ikatan yang kuat.”  Wallahu A’lam

M. Ali Mustaan
M. Ali Mustaan
Alumnus STAI Imam Syafii Cianjur, mahasiswa pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pecinta kajian-kajian keislaman dan kebahasaaraban, penerjemah lepas kitab-kitab kontemporer
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...