Keberagaman yang ada pada setiap manusia meliputi warna kulit, ras, suku, bahasa, dan asal-usul seseorang. Terkadang perbedaan tersebut bisa menjadi pemicu ketidaksetaraan dari golongan yang tidak mengerti keistimewaan dari ciptaan Allah swt. Hal tersebut kerap menimbulkan sikap rasis yang masih sering terjadi di kalangan masyarakat.
Rasisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perlakuan yang berat sebelah terhadap suku yang berbeda, paham bahwa ras diri sendiri adalah ras yang paling unggul. Alquran menegaskan bahwa manusia diciptakan berbeda-beda baik bentuk, warna kulit, bahasa dan lain-lain. Dan tujuan dari perbedaan tersebut adalah supaya manusia saling mengenal dan menghargai satu sama lain. Sebagaimana yang di jelaskan dalam Q.S Alhujurat [49]:13;
Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mmengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal.
Baca Juga: Perbedaan Adalah Keniscayaan, Toleransi Adalah Keharusan
Sudah jelas bahwa dalam kehidupan ini setiap orang mengenal banyak perbedaan. Sehingga, dari perbedaan itu bisa menjadikan seseorang untuk saling tenggang rasa, saling menghargai, bukan untuk menjelekkan maupun mencaci.
Dalam Alquran telah disinggung bahwa setiap perbedaan yang ada pada diri manusia termasuk dalam bentuk kebesaran Allah. Sebagaimana yang terdapat dalam Q.S Alrum [30]:22;
وَمِنْ اٰيٰتِهٖ خَلْقُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافُ اَلْسِنَتِكُمْ وَاَلْوَانِكُمْۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّلْعٰلِمِيْنَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah menciptakan langit dan bumi, perbedaan bahasa dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berilmu.
Berdasarkan penjelasan dari Tafsir Kemenag, di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah penciptaan langit tanpa penyangga dan bumi yang terhampar. Demikian pula dengan perbedaan bahasa yang diucapkan dengan mulut yang terdiri atas unsur yang sama yaitu bibir, gigi, dan lidah.
Di samping itu juga meliputi perbedaan warna kulit, meski manusia berasal dari sumber yang satu. Dan perbedaan-perbedaan itu adalah tanda-tanda eksistensi dan keesaan-Nya bagi orang-orang yang mengetahui atau berilmu.
Orang yang mengerti akan ilmu pengetahuan, maka tidak akan melakukan hal sedemikian seperti mencela dan sebagainya mengenai perbedaan antara dirinya dan orang lain. Justru hal tersebut akan menjadi sikap kagum tersendiri dengan mengagungkan kebesaran Allah yang mampu menciptakan makhluk-Nya dengan sedemikian rupa, dengan keberagaman tersebut.
Baca Juga: Menjadi Muslim Moderat menurut Habib Jafar
Kemudian, M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah (jilid 11, 38) menjelaskan perbedaan bahasa dan warna kulit merupakan hal yang cukup jelas terlihat dan disadari oleh setiap orang, apalagi kedua perbedaan tersebut bersifat langgeng pada diri setiap orang.
Tetapi jangan duga bahwa tidak ada sesuatu di balik semua itu. Banyak rahasia yang belum terungkap. Banyak juga masalah baik menyangkut warna kulit maupun bahasa dan suara yang hingga kini masih menjadi tanda tanya bagi banyak orang.
Dari penafsiran tersebut dapat dipahami bahwa perbedaan yang ada pada diri setiap manusia masih menjadi misteri yang dibingungkan oleh setiap hamba-Nya. Hal ini karena setiap orang memiliki tanda tanya tersendiri tentang mengapa, apa, dan bagaimana semua hal itu bisa terjadi. Tetapi, sebagai hamba-Nya yang beriman tentunya percaya akan kebesaran Tuhan dan mengambil hikmah baik dari perbedaan yang ada.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia adalah ciptaan Allah swt., maka wajib untuk saling menghargai setiap apa yang telah diciptakan oleh Allah swt. Jangan ada rasa paling benar sendiri terhadap ras, suku, bahasa, maupun warna kulit yang dimiliki, sebab tindakan tersebut bisa menimbulkan sikap rasis pada diri seseorang. Sepantasnya mensyukuri nikmat tersebut tanpa harus merendahkan orang lain dengan berbagai caranya sendiri.
Wallahu a’lam.
*Artikel ini hasil kerja sama tafsiralquran.id dan Program Studi Ilmu Alquran dan Tafsir, UIN Sunan Ampel Surabaya