Gaya hidup frugal bukan sekadar tren, melainkan sebuah persimpangan antara kebijaksanaan finansial dan spiritualitas. Dalam Islam, gaya hidup sadar konsumsi ini memiliki relasi yang erat dengan konsep barakah, yakni sebuah keberkahan ilahiah yang membuat sedikit terasa cukup. Sebagaimana dijelaskan dalam penelitian, frugal living adalah upaya sadar untuk mengontrol diri dari perilaku konsumtif berlebihan demi mencapai tujuan jangka panjang (Maisyarah & Nurwahidin, 2022, hlm. 89). Lalu, bagaimana Islam secara spesifik membingkai gaya hidup ini, dan apa hubungan mendalamnya dengan konsep keberkahan?
Baca Juga: Relasi Antara Konsep Sabar dan Gaya Hidup Frugal Living
Membedah Makna Barakah
Sebelum melangkah lebih jauh, perlu kiranya memahami apa itu barakah. Secara linguistik, Ibnu Faris menjelaskan bahwa akar kata ba-ra-kaf (برك) memiliki makna inti “ketetapan dan kelanggengan”, seperti menderumnya seekor unta yang menempel kokoh di tanah .(Ibn Faris, 1979, hlm. 227–228). Dari makna dasar inilah lahir makna-makna turunan yang lebih dalam. Mengutip Ibnu Abbas, Ibnu Manzur mendefinisikan barakah sebagai “kelimpahan dalam setiap kebaikanaaa” (al-kathrah fi kulli khair) (Ibn Mandzur, 1414, hlm. 396).
Alquran meletakkan sebuah syarat fundamental untuk membuka “keran” keberkahan dari langit dan bumi. Allah berfirman dalam Surah Al-A’raf, ayat 96:
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti akan Kami limpahkan kepada mereka berkah (barakātin) dari langit dan bumi…”
Ibn Ashur menjelaskan bahwa penggunaan kata barakātin dalam bentuk jamak menunjukkan banyaknya ragam dan jenis keberkahan yang akan dilimpahkan. Beliau mendefinisikan barakah secara mendalam sebagai “kebaikan yang saleh yang tidak memiliki konsekuensi buruk di akhirat”; ini adalah level nikmat tertinggi (Ibn ‘Ashur, 1984, hlm. 53).
Di sisi lain, Al-Maraghi menambahkan dimensi spiritual yang indah. Menurutnya, “berkah dari langit” bukan hanya hujan, tetapi juga mencakup pengetahuan dari wahyu dan hembusan ilham dari Allah. Sementara “berkah dari bumi” bukan hanya kesuburan tanah, tetapi juga pemahaman akan sunnatullah di alam semesta (Al-Marâghî, 1431, hlm. 14–15).
Baca Juga: Arti Kata Tabaarakallah dan Penjelasannya dalam Al-Quran
Frugal Living sebagai Wujud Takwa Penjemput Barakah
Ayat di atas menegaskan bahwa syarat turunnya barakah adalah iman dan takwa. Di sinilah frugal living memainkan perannya sebagai manifestasi takwa dalam urusan harta. Untuk memahaminya, kita perlu melihat lawannya: tabdzir (pemborosan), sebuah perilaku yang secara aktif menolak barakah. Allah berfirman dalam Surah Al-Isra’, ayat 26-27:
“…dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara setan…”
Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya, Mafatih al-Ghaib, memberikan penjelasan yang sangat tajam mengenai ayat ini. Beliau mengutip pandangan ulama salaf seperti Mujahid yang membedakan antara infak dan pemborosan: “Jika seseorang menginfakkan seluruh hartanya dalam ketaatan kepada Allah, ia bukanlah pemboros. Namun, jika ia menginfakkan satu dirham pun dalam maksiat kepada Allah, maka ia adalah seorang pemboros” (Al-Râzi, 1420, hlm. 328–329). Ini menunjukkan bahwa standar pemborosan bukanlah pada jumlah, melainkan pada kebenaran tujuannya.
Lebih jauh, Ar-Razi menjelaskan makna “saudara setan”. Ini adalah sebuah tasyabbuh (kemiripan) dalam perbuatan. Setan bersifat kafūr (sangat ingkar) kepada Tuhannya, karena ia menggunakan nikmat yang Allah berikan untuk berbuat maksiat. Demikian pula, seorang pemboros (mubadzir) juga bersifat kafūr, karena ia menggunakan nikmat harta yang Allah berikan untuk hal-hal yang tidak diridai-Nya (Al-Râzi, 1420, hlm. 329). Dengan demikian, seorang yang menerapkan frugal living sesungguhnya sedang menjaga dirinya dari kemiripan dengan setan dan melatih dirinya untuk menjadi hamba yang bersyukur.
Buah Manis dari Barakah
Apa hasil nyata dari gaya hidup frugal yang dipenuhi barakah? Buahnya adalah ketenangan dan rasa cukup yang melampaui logika matematis. Imam Al-Maraghi menjelaskan perbedaan penting: ketika nikmat diberikan kepada orang yang tidak beriman, ia menjadi ujian (ibtila’) yang melahirkan kesombongan. Namun, ketika diberikan kepada orang beriman, ia melahirkan rasa syukur dan digunakan di jalan kebaikan, sehingga menjadi nikmat dan berkah yang sejati (Al-Marâghî, 1431, hlm. 14–15).
Rasa cukup inilah kekayaan hakiki yang menjadi buah dari barakah. Rasulullah SAW memberikan dua ilustrasi indah tentang hal ini. Pertama, tentang hakikat barakah itu sendiri:
“Makanan untuk satu orang cukup untuk dua orang, makanan untuk dua orang cukup untuk empat orang, dan makanan untuk empat orang cukup untuk delapan orang.” (HR. Muslim)
Imam An-Nawawi dalam syarahnya menjelaskan bahwa hadis ini adalah dorongan untuk saling membantu (al-muwasah) dalam urusan makanan. Beliau menegaskan bahwa meskipun makanan itu sedikit, di dalamnya akan terjadi sebuah barakah yang mencakup semua orang yang hadir, sehingga tercapailah kecukupan yang dimaksud (al-kifayah al-maqshudah) (An-Nawawī, 2000a, hlm. 66–67).
Pada puncaknya, gaya hidup ini akan mengantarkan seseorang pada kekayaan yang sejati, sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
“Kekayaan bukanlah tentang banyaknya harta benda, namun kekayaan yang sejati adalah kekayaan jiwa (ghinan-nafs).” (HR. Bukhari dan Muslim)
An-Nawawi menguraikan hadis ini dengan menyatakan bahwa kekayaan yang terpuji (al-ghina al-mahmud) bukanlah banyaknya harta dunia (katsratul ‘aradh), melainkan kekayaan jiwa, rasa kenyangnya, dan sedikitnya ketamakan. Beliau menegaskan bahwa seseorang yang hatinya terus-menerus mencari tambahan duniawi, maka ia tidak memiliki kekayaan sama sekali, karena ia tidak pernah merasa cukup dengan apa yang ia miliki (An-Nawawī, 2000b, hlm. 140).
Penutup
Relasi antara barakah dan frugal living adalah hubungan simbiosis yang indah. Frugal living, dalam pandangan Islam, bukanlah sekadar strategi finansial, melainkan sebuah disiplin spiritual. Ia adalah ikhtiar seorang hamba untuk mewujudkan takwa dalam hartanya, dengan cara menghindari pemborosan (tabdzir) yang menyerupai perbuatan setan. Sebagai balasannya, Allah melimpahkan barakah sebagai anugerah ilahiah yang membuat yang sedikit terasa mencukupi, yang terbatas namun terasa melimpah, dan puncaknya, mengantarkan jiwa pada kekayaan sejati: ghinan-nafs, rasa cukup yang menenangkan. Wallahu a’lam.