Keberadaan suatu negara diproyeksikan untuk menjamin keamanan dan kenyamanan warga negaranya. Seorang filusuf besar berkebangsaan prancis, JJ Rousseau menjelaskan bahwa terbentuknya negara dapat digambarkan sebagai kontrak sosial antar individu yang memiliki cita-cita yang sama untuk membangun sebuah institusi guna mencapai kesejahteraan bersama. Dengan kontrak tersebut juga mereka memilih seseorang untuk mengurusi kepentingan bersama yang kemudian disebut sebagai pemerintah.
Pemerintah dan rakyat berposisi sebagai subjek yang berperan aktif dalam merealisasikan program-program kenegaraan. Sebagai unsur terpenting dari eksistensi suatu negara, pemerintah merupakan aktor utama yang mewakili kepentingan rakyat untuk menentukan ke arah mana dan sejauh mana institusi bernama negara tersebut dapat melahirkan kesejahteraan bersama.
Kewajiban pemerintah kepada rakyat
Dengan statusnya sebagai pemegang kebijakan, pemerintah berkewajiban untuk berkomitmen dan berusaha memenuhi hak-hak warga negara berupa kenyamanan, kesejahteraan, dan lain sebagainya. Mengenai kewajiban seorang kepala negara terhadap rakyatnya dapat dibaca dalam firman Allah Swt. dalam surah An-Nisa ayat 58:
{إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا} [النساء: 58]
Artinya: “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat.”
Imam Ibnu Jarir al-Thabari berpendapat bahwa ayat di atas secara spesifik ditujukan kepada para pemegang kekuasaan. Meskipun hal ini tidak menafikan ayat tersebut bermakna umum untuk semua orang yang memikul amanat dalam bentuk apapun. Artinya dengan ayat ini, Allah Swt. mewajibkan kepada setiap pemimpin untuk menjalankan amanat yang diembannya serta tetap berpegang teguh pada prinsip keadilan dalam setiap keputusan yang dibuat [Tafsir al-Thabari, juz 8, hal. 494].
Baca juga: Mengenal Proyek Terjemahan Alquran Berbahasa Lokal Pemerintah Indonesia
Berdasarkan pandangan Imam al-Thabari di atas, setidaknya ada dua aspek yang disebutkan dalam ayat tersebut berkenaan dengan kewajiban seorang pemimpin. Pertama, harus bisa menjalankan amanat dengan memberikan warga negaranya hak-hak yang semestinya mereka dapatkan. Di samping itu, menunaikkan amanat ini juga dimaknai sebagai keadilan pemerintah menyangkut tugasnya sebagai pemegang kebijakan [Tafsir al-Maraghi, juz 5, hal. 70].
Kewajiban kedua yang ditegaskan dalam ayat di atas adalah berlaku adil dalam setiap keputusan, terutama yang berkaitan dengan sengketa dan perselisihan antarindividu atau kelompok. Menurut Syaikh Wahbah al-Zuhaili, keadilan merupakan fondasi negara. Dengan memegang teguh prinsip keadilan ini, negara akan mampu membangun peradaban yang maju dan tentunya manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Lebih lanjut lagi, Syaikh Wahbah al-Zuhaili menegaskan seluruh agama samawi sepakat bahwa seorang hakim, pemerintah, dan para pemegang kebijakan wajib mendasarkan setiap kebijakan dan keputusannya pada prinsip keadilan [Al-Tafsir al-Munir, juz 5, hal. 124].
Kewajiban rakyat kepada pemerintah
Dalam ayat berikutnya, Allah Swt. mewajibkan kepada umat Islam (dalam hal ini sebagai masyarakat) untuk menaati pemimpin setelah mereka melaksanakan kewajibannya untuk melayani publik dengan dua prinsip di atas. Allah Swt. berfirman:
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا} [النساء: 59]
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. An-Nisa’ [04]: 59).
Baca juga: Kewajiban Taat kepada Pemerintah dalam Tafsir Surah An-Nisa Ayat 59
Dua ayat dalam surah An-Nisa di atas menjelaskan relasi yang terjalin antara seorang pemimpin dengan rakyatnya. Jika pada ayat sebelumnya Allah memerintahkan para pemegang kekuasaan untuk menjalankan amanat dan berlaku adil, maka ayat ke-59 ini berisi kewajiban rakyat untuk taat kepada pemerintah. Tentunya dibatasi selama ketaatan tersebut tidak bertentangan dengan syariat.
Terkait relasi ini, Imam al-Razi menulis dalam kitab tafsirnya;
اعْلَمْ أَنَّهُ تَعَالَى لَمَّا أَمَرَ الرُّعَاةَ وَالْوُلَاةَ بِالْعَدْلِ فِي الرَّعِيَّةِ أَمَرَ الرَّعِيَّةَ بِطَاعَةِ الْوُلَاةِ…
وَلِهَذَا قَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّه عَنْهُ: حَقٌّ عَلَى الْإِمَامِ أَنْ يَحْكُمَ بِمَا أَنْزَلَ اللَّه وَيُؤَدِّيَ الْأَمَانَةَ، فَإِذَا فَعَلَ ذَلِكَ فَحَقٌّ عَلَى الرَّعِيَّةِ أَنْ يَسْمَعُوا وَيُطِيعُوا
Ketahuilah! Tatkala Allah Swt. memerintahkan para pemimpin untuk berlaku adil terhadap rakyat, maka (di saat yang sama) Allah Swt. juga memerintahkan rakyat untuk taat kepada pemimpin.
Oleh karenanya, Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. berkata: kewajiban seorang pemimpin adalah memutuskan perkara sesuai dengan aturan Allah dan menunaikkan amanah. Apabila hal tersebut telah dilakukan, maka rakyat wajib taat dan patuh kepada pemimpin [Mafatih al-Ghaib, juz 10, hal. 112].
Baca juga: Surah An-Nisa [4]: 59: Larangan Melakukan Kudeta terhadap Pemerintah yang Sah
Alhasil, Alquran telah mengatur interaksi dan relasi masyarakat dengan pemerintah. Bahwa, masing-masing dari keduanya memiliki hak dan kewajiban yang terjalin secara interaktif. Kewajiban pemerintah yang sekaligus hak rakyat adalah keadilan dan amanat. Sedangkan kewajiban rakyat yang juga menjadi hak pemerintah adalah patuh dan taat. Sekian.