Sabar dan tekad kuat adalah dua kunci sukses bagi seorang pemimpin. Sudah menjadi mandat baginya untuk merawat masyarakat dan memakmurkan kehidupan mereka. Tanpa adanya sifat sabar dan tekad kuat, mustahil pemimpin mampu mengatur dan mebangun negara. Ibarat kata pepatah, al-i’timad ‘ala al-nafs asas al-najah (teguh dalam prinsip/pendirian kunci sukses) dan sabar kunci kesuksesan. Dalam Al-Quran, dua kunci itu Allah firmankan pada Surat as-Sajdah ayat 24-25.
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآَيَاتِنَا يُوقِنُونَ
إِنَّ رَبَّكَ هُوَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ
Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami. Sungguh, Tuhanmu, Dia yang memberikan keputusan di antara mereka pada hari kiamat tentang apa yang dahulu mereka perselisihkan padanya.
Baca juga: Ibrah Kisah Nabi Yusuf: Menjadi Pejabat di Bawah Kepemimpinan Non-Muslim
Konteks ayat
Sebenarnya, tidak ada satu pun riwayat yang persis menjelaskan sebab turunnya ayat 24-25 ini. Akan tetapi, bila mengacu pada konten yang berbicara soal risalah dari Bani Israel, maka mengindikasikan bahwa ayat ini turun sebagai risalah perdamaian kaum Yahudi Madinah yang telah tertarik dengan Islam dan berdekatan dengan zaman ketika Nabi saw. akan menyebarkan dakwah ke Madinah. Anggapan ini mengacu pada Surat as-Sajdah ayat 23 dan 24.
Mengutip Abid Al-Jabiri dalam Fahmul Qur’anil Hakim, penghargan yang Allah swt. berikan kepada Nabi Musa as. dan Bani Israel dapat dipahami sebagai analogi bagi Islam yang dibawa dan didakwahkan oleh Nabi saw. berharap untuk dapat hidup dan berbaur dengan Yahudi Madinah dengan menjunjung nilai-nilai tolesansi dan saling melengkapi.
Ketika para pengikut Nabi Musa as. dapat menjadi panutan bagi kaumnya dalam hal agama, maka begitu pun kaum Nabi Muhammad saw.. Mereka juga dapat menjadi panutan bahkan untuk seluruh umat. Panutan yang senantiasa menggolarakan prinsip-prinsip ketauhidan dan ketaatan. Sebagaimana Allah swt. menjadikan Taurat sebagai petunjuk untuk Bani Israil dan kaum Nabi Musa as. sebagai panutan, begitu pula Al-Quran, ia adalah kitab petunjuk untuk seluruh umat, dan pengikut Nabi saw. adalah panutan seluruh umat.
Baca juga: Tafsir Surat An-Nisa’ Ayat 59: Bentuk Dukungan Rasulullah Terhadap Pemimpin dan Ulama
Dengan begitu, risalah Nabi saw. ini menjadi penyempurna risalah-risalah sebelumnya yang telah dijelaskan pada Surat Al-‘Anbiya’, tentang janji Allah swt. kepada Nabi Musa as. yang telah terbukti. Dan bahwa Allah swt. telah menetapkan dalam Kitab Zabur, ‘sesungguhnya yang berhak menjadi pewaris dunia adalah hamba-hambanya yang saleh’.
Tafsir global
Allah swt. dalam ayat 24 menjelaskan bahwa Ia telah menjadikan sebagian dari Bani Israel sebagai panutan dalam agama. Berdasarkan tafsiran Wahbah az-Zuhayli dalam Tafsir al-Munir, panutan agama yang dimaksud ialah nabi. Ada pula yang menafsirkannya dengan nabi dan rahib.
Nabi atau rahib itulah yang bertugas untuk mendakwahkan tauhid, ubudiyah, dan syariat kepada umat serta menunjukkannya pada jalan kebenaran. Hal ini dilakukan atas dasar mandat dari Allah swt., selama para panutan tersebut mampu bersabar dalam menahan beratnya beban yang dipukul dan sabar dari cobaan-cobaan dunia. Juga, selama mereka yakin terhadap ayat-ayat yang telah Allah swt. turunkan.
Pada ayat selanjutnya, Allah swt. menyatakan kepada Nabi saw. bahwa kelak di hari kiamat Allah swt. memutuskan segala konflik agama antara mukmin dan kafir, hingga semua dapat balasan yang setimpal dengan apa yang diperbuat.
Baca juga: 3 Macam Sikap Sabar yang Digambarkan dalam Al-Quran
Sabar dan tekad kuat kunci sukses pemimpin
Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, ayat ini membicarakan tentang kenikmatan yang diberikan kepada suatu kaum berupa dihadirkannya pemimpin-pemimpin yang dapat membimbing menuju kebenaran. Yaitu pemimpin yang penuh kesabaran dan bertekad kuat..
Frasa Sabaru pada ayat 24, diambil dari kata as-sabr, yang secara bahasa berarti menahan diri dalam kesempitan. Sementara secara istilah, sabar diartikan dengan menahan hawa nafsu sesuai dengan tuntutan akal dan syariat. Menurut ar-Raghib al-Ishfahani dalam Mufradat Alfadzil Quran, sabar memiliki beberapa sinonim, sesuai dengan konteks kata itu digunakan. Pertama, sabar, diartikan dengan menahan nafsu dari tindakan maksiat. Kedua, shaja’ah, diartikan dengan menahan rasa takut ketika peperangan. Ketiga, lapang dada, diartikan dengan menahan kebosanan. Keempat, menyembunyikan kabar. Frasa ini kemudian dapat dipahami dengan menahan diri dari hal-hal negatif, sehingga melatih pemimpin agar tidak grusa-grusu dalam mengambil tindakan.
Sementara frasa yuqinun: diambil dari kata yakin, salah satu sifat ilmu di atas taraf makrifat dan dirayah. Ilmu tertinggi. Sebagaimana yang dijelaskan al-Ishfahani, yakin adalah ketika sesuatu yang menjadi objek sudah benar-benar tertancap dalam pemahaman besertaan tetapnya hukum, sehingga tidak ada lagi bentuk pertentangan. Dengan pengertian ini, dapat dipahami bahwa pemimpin yang baik ialah yang memiliki tekad kuat tak tergoyahkan.
Baca juga: Kisah Akhnas Ibn Syuraiq dan Pergulatan Politik Berbaju Agama di Indonesia
Dengan adanya tekad kuat, pemimpin dapat menebar kemaslahatan pada rakyatnya, tanpa ada ragu. Dengan kesabaran, pemimpin dapat melaksanakan tanggungjawabnya dengan istikamah.. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan bila sabar adalah sebagian dari iman, dan sebagian lainnya adalah rasa syukur dengan mentaati perintah dan menjauhi larangan.
Dua pilar ini sangatlah penting untuk menjadi acuan seorang pemimpin yang bertanggungjawab. Hal ini karena dengan tekad itulah, hakikat perintah dan larangan bisa diketahui. Dan, dengan kesabaran, apa yang dilarang bisa dihindari serta apa yang diperintah bisa dilaksanakan dengan khidmat. Ibarat kata, berpegang teguh pada prinsip dan keyakinan adalah kunci kesuksesan, dan bahwa orang sabar dan pemaaf adalah yang berhati mulia’. Tanpa keduanya mustahil harapan akan terealisasi.
Sebagaimana konteks ayat di atas, yang memberikan isyarat bagi minoritas muslim Mekah kala itu agar tetap bersabar sebagaimana orang-orang pilihan dari Bani Israel. Di lain sisi, bertekad kuat sebagaimana tekad orang-orang pilihan itu, sehingga membuat mereka pantas untuk menjadi pemimpin, generasi sekarang pun harus demikian. Dengan sabar dan tekad kuat, kepemimpinan akan dapat terlaksana dengan baik. Wallahu a’lam[]