BerandaTafsir TematikTafsir KebangsaanSatu Lagi Kisah Toleransi dalam Al-Quran: Nabi Sulaiman dan Ratu Semut

Satu Lagi Kisah Toleransi dalam Al-Quran: Nabi Sulaiman dan Ratu Semut

Toleransi adalah satu topik yang tidak pernah usang sampai kapan pun. Terlebih di era digital seperti sekarang, seakan tercipta ruang komunikasi tanpa sekat. Media sosial selain dapat memberikan kemanfaatan dalam perdamaian, idtak jarang juga menjadi sumber perpecahan dan keretakan bangsa.

Adanya keberagaman pada setiap manusia berfungsi untuk menutupi kekurangan dan melengkapi kelemahan sesamanya. Manusia yang terdiri dari beragam suku, bangsa, agama, dan perbedaan lainnya juga diamini dalam Al-Quran. Ayat yang sering dikutip dalam hal ini adalah surah Al-Hujurat ayat 13 yang menyatakan bahwa penciptaan manusia yang berbeda beda tersebut tidak lain adalah untuk saling mengenal.

Dalam ayat yang lain, Al-Quran mengamini tentang adanya perbedaan agama. Tentu bukan berarti semua agama benar, tetapi meunjukkan bukti bahwa di dunia perbedaan manusia akan selalu ada sekalipun dalam hal agama. Beragam kepercayaan manusia juga disebutkan dalam beberapa ayat seperti surah An-Nahl ayat 93, Al-Maidah ayat 48. Ayat tersebut menceritakan bahwa Allah telah menurunkan beberapa agama dan syariat sebelum Islam. Ayat berikutnya adalah Al-An’am ayat 107, secara khusus Allah menginformasikan kepada Nabi bahwa umpamanya Allah SWT berkehendak, semua penduduk musyrikin Makkah bisa saja menjadi beriman seluruhnya.

Di lain sisi, Islam merupakan ajaran rahmat. Segala ajaran di dalamnya memiliki substansi rahmat, yakni membawa kebaikan bagi umat manusia. Ayat tentang rahmat disebutkan dalam Al-Quran pada surah Al-Anbiya ayat 107. Pada ayat tersebut Allah berfirman bahwa apa yang diutuskan kepada Nabi Muhammad  tidak lain menjadi rahmat seluruh Alam.

Baca Juga: Al-Qur’an dalam Menjaga Harmonisasi dan Toleransi Antar Umat Beragama

Nabi Sulaiman dan Ratu Semut

Terkait toleransi, baik Al-Quran maupun hadis banyak memberikan contoh. Satu lagi kisah yang sangat terkenal adalah kisah nabi Sulaiman dan ratu semut beserta pasukannya yang diabadikan pada surah An-Naml ayat 18-19 sebagaimana berikut:

حَتّٰىٓ اِذَآ اَتَوْا عَلٰى وَادِ النَّمْلِۙ قَالَتْ نَمْلَةٌ يّٰٓاَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوْا مَسٰكِنَكُمْۚ  لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمٰنُ وَجُنُوْدُهٗۙ وَهُمْ لَا يَشْعُرُوْنَ(18)”فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِّنْ قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ اَوْزِعْنِيْٓ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰىهُ وَاَدْخِلْنِيْ بِرَحْمَتِكَ فِيْ عِبَادِكَ الصّٰلِحِيْنَ  (19)

“Hingga ketika mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut, “Wahai semut-semut! Masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari. (18) Maka dia (Sulaiman) tersenyum lalu tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa, “Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku mengerjakan kebajikan yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (19)

Mengacu pada Tafsir Kemenag, (LPMQ Kemenag, 18–19) dijelaskan bahwa ayat ini berisi dialog antara pasukan semut dengan nabi Sulaiman. Ratu semut memerintahkan pasukannya untuk berlindung karena kedatangan Nabi Sulaiman dan pasukannya. Karena ukurannya yang kecil, semut menganggap Nabi Sulaiman tidak akan melihat mereka. Atas perkataan tersebut, Nabi Sulaiman tersenyum dan berdoa sebagaimana ayat di atas.

Sedangkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, (Al-Katsir 2004:206) mengutip hadis dalam Sahih Muslim yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi Muhammad mengisahkan bahwa dahulu Allah pernah menegur seorang Nabi yang membakar sarang semut. Hal itu disebabkan karena ada seekor semut yang menggigit Nabi tersebut. Kala itu Allah menanyakan bahwa apakah hanya karena seekor semut saja, seorang nabi sampai menghabisi sarangnya.

Tafsir Al-Ibriz menambahkan, ketika ratu semut memerintahkan rakyatnya untuk berlindung, Nabi Sulaiman lantas menghampiri raja tersebut. Nabi Sulaiman bertanya “apa sebabnya kami memerintahkan rakyatmu untuk masuk ke sarang?”, “apakah kamu khawatir bila saya berbuat aniaya?”, “apakah kamu tidak mengetahui bahwa saya adalah nabi yang berbuat adil?” Ratu  semut lantas menjawab bahwa ia takut jika pasukan nabi sulaiman tidak melihat keberadaan pasukan semut karena ukurannya yang kecil.

Baca Juga: Belajar Servant Leadership dari Kisah Nabi Sulaiman dalam Al-Quran

Berdasarkan penjelasan beberapa mufasir di atas, kita dapat mengambil pemahaman bahwa Al-Quran memberikan contoh kebijaksanaan berbuat baik kepada siapa saja. Baik itu kepada sesame manusia maupun ciptaan Allah lainnya, binatang sekalipun. Nabi Sulaiman sekalipun memiliki status Nabi dan Raja, Ia tetap memiliki keadilan dan toleransi dalam bersikap terhadap semut, ia tidak berlaku semena-mena.

Toleransi mengajarkan untuk tidak membeda-bedakan status, bahkan manusia-binatang sekalipun. Jika pada hewan saja kita dicontohkan untuk bertoleransi, apalagi pada sesama manusia? Wallahu a’lam

Muhammad Wildan Syaiful Amri Wibowo
Muhammad Wildan Syaiful Amri Wibowo
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...