BerandaTafsir TematikBelajar dari Sikap Nabi Yusuf As. dalam Menyikapi Hoaks, Perhatikan Surah Yusuf...

Belajar dari Sikap Nabi Yusuf As. dalam Menyikapi Hoaks, Perhatikan Surah Yusuf Ayat 26 dan 29

Hoaks adalah memanipulasi berita yang sengaja dilakukan dan bertujuan untuk memberikan pengakuan atau pemahaman yang salah. Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi di era digital telah melahirkan fenomena hoaks yang beragam, seperti hoaks yang dilangsungkan melalui lelucon, pengakuan palsu atau membalikkan sebuah fakta. Hoaks menjadi sebuah ancaman besar bagi suatu bangsa maupun individu karena dapat melahirkan perpecahan. Kemudian bagaimana seharusnya kita menyikapi hoaks tersebut?

Sebenarnya fenomena hoaks bukanlah hal baru karena sejak penciptaan Adam dan Hawa hoaks sudah terjadi, yaitu ketika setan sengaja menghasut Adam dan Hawa agar mau mendekati pohon yang dilarang oleh Allah dan mengatakan bahwa Allah melarang mereka untuk mendekati pohon tersebut karena Allah tidak ingin mereka kekal di dalam surga, seperti dalam surah Al-A’raf ayat 20.

Fenomena hoaks terus mewarnai peradaban umat manusia dari masa ke masa, Al-Quran sebagai kitab petunjuk umat manusia ikut merekam fenomena hoaks umat-umat terdahulu, dengan maksud agar umat Muhammad mengambil ibrah darinya. Salah satu fenomena hoaks yang diabadikan Al-Quran adalah hoaks yang menimpa Nabi Yusuf yang terjadi pada Q.S Yusuf ayat 26 dan 29.

Baca Juga: Cara Menangkal Hoaks (Berita Bohong) Menurut Pandangan Al-Quran

Menyikapi hoaks ala Nabi Yusuf As.

Jika dikaji secara mendalam ayat-ayat tersebut akan memberikan solusi-solusi yang menarik berkaitan dengan bagaimana harus menyikapi hoaks yang kian memanas dewasa ini. Setidaknya dari dua ayat tersebut ada dua poin penting bagaimana menyikapi hoaks. Pertama, menolak dengan tegas sebuah hoaks dan melakukan pengklarifikasian. Kisah ini diabadikan di ayat ke-26:

قَالَ هِيَ رَاوَدَتْنِيْ عَنْ نَّفْسِيْ وَشَهِدَ شَاهِدٌ مِّنْ اَهْلِهَاۚ اِنْ كَانَ قَمِيْصُهٗ قُدَّ مِنْ قُبُلٍ فَصَدَقَتْ وَهُوَ مِنَ الْكٰذِبِيْنَ

Yusuf berkata: “Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya)”, dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya: “Jika baju gamisnya koyak di muka, Maka wanita itu benar dan Yusuf Termasuk orang-orang yang dusta.

Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah juz 5 ayat di atas adalah bentuk pembelaan Nabi Yusuf atas dirinya karena istri raja berusaha meyakinkan sang suami bahwa Nabi Yusuf yang terlebih dahulu melakukan skandal seks.

Al-Qurthubi dalam tafsirnya Al-Jami’ li Ahkami Al-Qur’an mengutip pendapat Nufu Al-Syammi, dia mengatakan bahwa nabi Yusuf awalnya tidak mempermasalahkan gugatan yang diberikan kepadanya, tapi setelah istri raja dengan sengaja membalik fakta bahwa Nabi Yusuf yang menggoda dirinya, Nabi Yusuf marah dan mengatakan yang sebenarnya untuk membela diri.

Pembelaan yang dilakukan Nabi Yusuf terhadap dirinya cukup tegas, hal ini dapat dilihat dari susunan kalimat pada ayat di atas, Nabi Yusuf langsung menyebutkan kata hiya (dia perempuan) sebagai bentuk taukid ‘bahwa dia benar-benar telah menggodaku’. Setelah Nabi Yusuf melakukan pembelaan, hadirlah seorang saksi (syahid). Para mufasir memiliki penafsiran yang beragam siapa saksi tersebut, ada yang berpendapat dia adalah orang tua yang bijaksana dan ada pula yang berpendapat bayi yang masih dalam buaian.

Namun, terlepas siapa saksi tersebut dan bagaimana persaksian itu diberikan bukanlah poin penting, poin terpenting dari kehadiran seorang saksi pada ayat ini adalah untuk mengklarifikasi dan mengungkapkan kebenaran. Ketegasan Nabi Yusuf dalam menolak hoaks dan berusaha melakukan klarifikasi adalah bentuk pencegahan terhadap berita hoaks yang perlu ditanamkan dalam setiap individu. Karena kedua hal ini semakin dilupakan dalam kehidupan masyarakat dengan banyaknya kasus hoaks yang terus meningkat.

Baca Juga: Tabayyun, Tuntunan Al-Quran dalam Klarifikasi Berita

Kedua, membiarkan berita hoaks. Setelah Nabi Yusuf menolak hoaks dengan tegas dan melakukan klarifikasi, langkah selanjutnya adalah mengacuhkan berita hoaks, langkah ini dilakukan atas perintah suami wanita itu (istri raja). Kisah ini diabadikan pada ayat ke-29

يُوْسُفُ اَعْرِضْ عَنْ هٰذَا وَاسْتَغْفِرِيْ لِذَنْۢبِكِۖ اِنَّكِ كُنْتِ مِنَ الْخٰطِـِٕيْنَ ࣖ

(Hai) Yusuf: “Berpalinglah dari ini, dan (kamu Hai isteriku) mohon ampunlah atas dosamu itu, karena kamu Sesungguhnya Termasuk orang-orang yang berbuat salah.”

Al-Baghawi dalam tafsirnya, Ma’alim al-Tanzil menjelaskan bahwa setelah semua bukti menerangkan bahwa Nabi Yusuf tidak bersalah, suaminya memerintahkan Nabi Yusuf untuk merahasiakan masalah ini dan tidak mengingatnya lagi, menurut  Quraish Shihab sikap ini harus diambil untuk menjaga nama baik keluarga karena suaminya adalah seorang pejabat negara.

Langkah mengacuhkan suatu berita yang telah terbukti ketidakbenarannya merupakan salah satu langkah efektif dalam menyikapi hoaks. Jika langkah ini diimplementasikan ke konteks sekarang, dimana media sosial menjadi ladang subur bagi penyebaran hoaks maka ‘stop membagikan berita hoaks’ adalah bentuk lain dari mengacuhkan dan tidak menghiraukannya. Sikap ini harus benar-benar dimilki oleh pengguna media sosial karena saat ini banyak pihak yang sengaja membagikan berita hoaks walaupun mengetahui kebenarannya guna mendapatkan keuntungan. Wallahu a’lam

Isyatul Luthfi
Isyatul Luthfi
Alumni Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir IAIN Langsa. Minat pada kajian tafsir tematik, tafsir tahlili, hermeneutika dan tafsir Nusantara
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...