BerandaKhazanah Al-QuranMushaf Al-QuranSudut Pandang John Wansbrough tentang Mushaf Usmani adalah Fiktif

Sudut Pandang John Wansbrough tentang Mushaf Usmani adalah Fiktif

John Edward Wansbrough, selain dikenal sebagai kritikus al-Qur’an, ia juga merupakan tokoh revisionis yang skeptis terhadap sejarah Islam awal. Pada KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) dijelaskan bahwa revisionis adalah  orang yang dianggap menyimpang atau mengubah suatu ajaran. Dengan begitu, ada potensi bahwa sudut pandang Wansbrough tentang mushaf usmani adalah fiktif.

John Edward merupakan sarjana barat yang lahir di Peoria, Illionis pada tanggal 19 Februari 1928. Ia merupakan sarjana barat pada bidang sejarah. Masa studinya ia tempuh di Universitas Harvard. Ia mencapai puncak karier akademiknya pada School of Oriental and African Studies University of London (SOAS University of London). Kemudian Ia diangkat menjadi direktur program studi Kajian Oriental dan Afrika. Hingga sisa karir akademiknya ia habiskan di SOAS.

Sekitar tahun 1970-an Wansbrough melakukan penelitian tentang naskah-naskah Islam awal. Ia mengasumsikan mengenai monoteis agama dalam Islam adalah adaptasi dari Yahudi-Kristen. Dan mengandaikan teori ini diambil dari al-Qur’an. Menurut Wansbrough awal mula munculnya Islam berasal dari sekte Yahudi-Kristen yang disebarkan di tanah Arab. Seiring berjalannya waktu konsep tersebut berevolusi dengan perspektif Arab dan menyesuaikan apa yang ada di dalam al-Qur’an.

Baca juga: Penjelasan Para Mufasir tentang Hati yang Sakit dalam Surah al-Baqarah Ayat 10

Apa yang telah dilakukan Wansbrough adalah bukti bahwa Ia adalah tokoh revisionis yang skeptis terhadap sejarah Islam awal. Bukti tersebut diklarifikasi oleh Yehuda D. Nevo dalam artikelnya “Towards A Prehistory of Islam” (1994). Nevo menjelaskan bahwa bukti sejarah Islam awal itu muncul diluar jazirah arab. Setelah penelitiannya yang ia lakukan di Negev (wilayah Israel) dan beberapa lokasi di Suriah. Nevo mengkonfirmasi kebenaran argumen Wansbrough bahwa sejarah Islam awal itu muncul diluar jazirah Arab. Yang berimplikasi adanya akulturasi dengan ajaran Yahudi-Kristen.

Kemudian Donner menjelaskan secara merinci asumsi-asumsi pendekatan skeptis sebagai berikut : yang pertama, tidak adanya sumber kajian yang dapat digunakan untuk merekonstruksi Islam awal. Bahkan proses kodifikasi al-Qur’an baru terjadi pada abad kedua bukan pada awal abad pertama (beberapa tahun setelah wafatnya Muhammad SAW). Dan tidak dapat dijadikan sebagai sumber sejarah awal kemunculan Islam karena tidak sezaman dengan Nabi.

Yang kedua, buku sejarah dan sirah yang ditulis orang Islam tidak dapat membuktikan sejarah yang sebenarnya. Karena, hal tersebut adalah bukti “sejarah keselamatan” (Salvation history), sejarah yang ditulis orang Islam yang hanya menyajikan narasi ideal seorang Muhammad sebagai Nabi kaum muslim. Tidak menyajikan informasi historis yang benar-benar terjadi pada saat itu, akan tetapi kisah-kisah belakangan yang disebutkan. Yang ketiga, semua bukti sejarah munculnya agama Islam tidak lebih dari interpretasi seseorang atas kejadian sebenarnya. Bukan, disandarkan pada sumber sejarah yang otentik.

Baca juga: Mengenal Tokoh Revisionis John Wansbrough, yang Mempertanyakan Kemurnian Al-Qur’an

Perspektif Wansbrough Terhadap Al-Qur’an

Sebelum melihat lebih jauh pemikiran Wansbrough. Mari kita lihat sudut pandang Wansbrough dalam melihat al-Qur’an. Wansbrough mengunakan analisis sastra (method of literary analysis) dan pendekatan objektif terhadap al-Qur’an. Pendekatan objektif dengan tujuan untuk memisahkan teks (al-Qur’an) terhadap pengarang (author of the text) dan pembaca (reader of the text).

Sehingga teks memiliki otoritas mandiri yang dapat ditelusuri melalui pendekatan objektif. Kritik terhadap teks memiliki dua bentuk kritik yang umumnya dilakukan oleh pengkritik sastra. Yakni, kritik ekstrinsik (naqd al-dakhili) adalah kritik yang objek kajiannya adalah faktor-faktor eksternal munculnya suatu karya berupa kritik sosio-grafis, religio kultural. Dan yang kedua adalah kritik intrinsik (naqd al-khariji). Dengan objek kajiannya kepada kritik redaksi dan teks sastra. Yang mana memposisikan teks menjadi sebuah karya sastra yang mandiri tanpa adanya tendensi sosio-historis pengarang (author of the text) dan pembaca (reader of the text). Hal tersebut yang dilakukan oleh Wansbrough dalam menganalisis teks al-Qur’an.

Wansbrough menganalisis teks al-Qur’an berdasarkan metode yang telah disebutkan di atas. Ia menganggap al-Qur’an sebagai teks sastra biasa. Pernyataan yang fatal merujuk pada QS. al-A’raf (7) 71 dan as-Saffat (31): 156. Wansbrough memberi arti kata al-Kitab / Kitabullah dengan ketetapan (dorcee), otoritas (authority) / usulan bukan dengan kitab suci.

Kemudian Ia mengasumsikan bahwa resensi penyalinan al-Qur’an menjadi bentuk mushaf yang dilakukan Usmān ibn Affān, merupakan fiksi belaka dikarenakan tidak adanya bukti literal. Pendapat Wansbrough bahwa satu-satunya yang menjadi bukti literal Islam awal klasik hanya al-Qur’an dalam penelitiannya menggunakan pendekatan objektif.

Baca juga: Kisah Al-Quran tentang Tiga Bangsa Besar yang Dimusnahkan

Tiga Prinsip Wansbrough dalam Penafsiran Al-Qur’an

Menurut Dadan Rusmana, Wansbrough mengadopsi dari asumsi Regis Blachere dan memposisikan al-Qur’an sama dengan Taurat dan Injil dalam proses kodifikasi al – Qur’an. Selanjutnya dapat disimpulkan dalam Qur’anic Studies, Wansbrough merumuskan prinsip-prinsip penafsiran terhadap al-Qur’an.

Pertama metode analisis sastra (method of literary analysis) sebagai metode yang digunakan sebagai proses analisis menyingkap makna di dalam al-Qur’an. melalui pendekatan analisis bentuk (form criticism) dan analisis redaksi (redaction criticism).

Kedua dengan melihat aspek yang terkandung dalam tipe penafsiran dan teks al-Qur’an. Penafsiran al-Qur’an harus dimulai dari analisis struktur linguistik dan analisis sastra. Dan ketiga, penafsiran al-Qur’an hendaknya melihat sosio-historis tradisi Yahudi,Kristen, dan umat Islam awal. Karena didalam al-Qur’an berisi adopsi dari sosio-historis agama Yahudi dan Kristen.

Agung Perdana Kusuma
Agung Perdana Kusuma
Alumni Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Alumni Pondok Pesantren Darul Ulum, Jombang. Aktif kajian Ilmu al-Qur'an dan Tafsir dan Center Ushuluddin Quality Assurance
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

keserasian nilai-nilai pancasila dengan Alquran

Keserasian Nilai-Nilai Pancasila dengan Alquran

0
Pancasila sebagai hasil kristalisasi dari gagasan brillian para pejuang kemerdekaan dari berbagai kalangan telah menjadi suatu identitas yang melekat pada jati diri bangsa Indonesia....