Kematian adalah ujung perjalanan setiap makhluk di dunia, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Kematian makhluk adalah hal yang wajar, karena setiap makhluk pasti akan mati dan hanya Allah swt Yang Maha Kekal Abadi. Namun, berbeda dengan kematian makhluk lain, kematian manusia hanya salah satu fase kehidupan, bukan akhir segalanya. Sebab, setelah kematian masih ada alam akhirat di mana setiap manusia mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Kepastian kematian makhluk telah ditegaskan dalam Al-Qur’an surah al-Anbiya [21] ayat 35. Ayat ini secara umum menginformasikan bahwa setiap makhluk pasti akan mati, tanpa terkecuali.
كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۗوَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ ٣٥
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya [21] Ayat 35).
Baca Juga: Tafsir Q.S. Ali Imran [3]: 145: Menyoal Kematian dan Ragam Motif di Balik Amal
Menurut Quraish Shihab, surah al-Anbiya [21] ayat 35 merupakan khitab Allah swt kepada nabi Muhammad saw, bahwa setiap yang berjiwa, yakni manusia, engkau Muhammad, atau siapa pun akan merasakan mati, tanpa terkecuali. Kalian juga akan mendapatkan cobaan di dunia untuk melihat siapa yang sabar dan siapa yang bersyukur. Dan ketahuilah bahwa hanya kepada-Nya kalian dikembalikan.
Secara umum, penggunaan kata nafs sering kali difungsikan Al-Qur’an untuk menunjukkan manusia, bukan tumbuh-tumbuhan, binatang, atau malaikat. Karena itu, sebagian ulama membatasi makna nafs di sini hanya pada manusia, terutama jika dihubungkan dengan ayat sebelum dan sesudah kata nafs yang merujuk pada manusia, yakni kalian (Tafsir al-Misbah [8]: 451).
Kendati demikian, surah al-Anbiya [21] ayat 35 juga bisa dimaknai seluruh yang bernyawa akan mati (kematian makhluk), termasuk manusia, tumbuh-tumbuhan, binatang, atau malaikat. Hal ini dikuatkan oleh ayat lain, “Semua yang ada di bumi itu akan binasa, tetapi wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal.” (QS. Ar-Rahman [55] ayat 26-27).
Al-Sa’adi menuturkan dalam kitabnya Taisir al-Karim al-Rahman Fi Tafsir Kalam al-Mannan, maksud dari setiap yang bernyawa akan mati pada surah al-Anbiya [21] ayat 35 adalah kepastian kematian makhluk seluruhnya, tanpa pengecualian. Allah swt telah menciptakan mereka dan Dia pula yang akan mengakhiri kehidupan mereka di dunia.
Di samping itu, surah al-Anbiya [21] ayat 35 juga memberitahukan bahwa seluruh manusia di dunia akan mendapatkan cobaan, baik dalam bentuk keburukan maupun kebaikan. Semua itu – cobaan – berikan agar dapat diketahui siapa yang di antara mereka yang paling baik amal perbuatannya. Amal perbuatan ini kelak akan dipertanggungjawabkan, tepatnya ketika manusia kembali kepada Allah swt.
Menurut Syekh Nawawi al-Bantani dalam Tafsir Marah Labid, surah al-Anbiya [21] ayat 35 turun berkenaan dengan orang-orang kafir yang berkat, “kita tunggu hingga Muhammad wafat, barulah kita bisa bersenang-senang.” Mereka mengira bahwa jika nabi Muhammad wafat, maka syariatnya akan berubah sebagaimana yang terjadi pada agama-agama terdahulu.
Surah al-Anbiya [21] ayat 35 lalu menegaskan bahwa nabi Muhammad saw memang akan wafat – berpisah dari dunia – sebagaimana nabi-nabi terdahulu. Namun bukan berarti manusia dapat bersenang-senang sepeninggalnya, karena mereka akan mendapatkan cobaan hidup, baik dalam bentuk keburukan maupun kebaikan. Semua itu bertujuan untuk menguji apakah manusia mampu bersabar dan bersyukur.
Kemudian, akhir surah al-Anbiya [21] ayat 35 ditutup dengan kalimat Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami. Maksud kalimat ini adalah kalian akan kembali kepada Allah swt setelah kematian kalian dan Dia akan membalas segala amal perbuatan kalian. Jika kalian mampu bersabar dan bersyukur ketika mendapatkan musibah dan nikmat, maka kalian akan beruntung. Sebaliknya, kalian akan merugi jika tidak mampu bersabar dan berlaku kufur.
Hal senada disampaikan oleh Jamaluddin al-Qasimi dalam tafsirnya Mahasin al-Ta’wil. Ia menyampaikan bahwa makna ayat di atas adalah setiap makhluk pasti akan mati, tanpa terkecuali. Kematian makhluk adalah hal wajar dan tidak bisa dihindari. Hanya saja, terkhusus bagi manusia, mereka akan mendapatkan ujian selama kehidupannya untuk menentukan apakah mereka termasuk orang yang sabar dan bersyukur.
Berdasarkan penjelasan di atas, setidaknya ada tiga poin yang bisa penulis simpulkan, yaitu: Pertama, setiap makhluk pasti akan mati tanpa terkecuali. Artinya, semua manusia – terlepas dari latar belakangnya, baik orang biasa maupun bangsawan – akan mati dan meninggalkan dunia ini. Oleh karena itu, sebaiknya mereka tidak menyia-nyiakan hidupnya.
Baca Juga: Kematian dalam Al-Quran dan Penggunaannya Menurut Hamza Yusuf
Kedua, kehidupan dunia adalah ujian bagi manusia. Setiap musibah atau nikmat yang didapatkan manusia di dunia pada hakikatnya adalah cobaan bagi mereka. Musibah yang menimpa manusia adalah ujian kesabaran, apakah mereka mampu bersabar? Sedangkan nikmat dan rezeki yang melimpah adalah ujian rasa syukur, apakah mereka mau bersyukur?
Ketiga, setiap makhluk akan kembali kepada Allah Swt. Manusia berserta makhluk lainnya akan kembali ke hadirat Allah Swt. Hanya saja manusia ketika kembali membawa amal perbuatannya. Jika mereka melakukan ketaatan dan kebaikan, Allah akan melimpahkan kesejahteraan kepada mereka. Sebaliknya, jika mereka melakukan dosa dan kezaliman serta tidak bertobat, neraka adalah tempat kembali bagi mereka. Wallahu a’lam.