BerandaTafsir TematikSurah Ar-Rum Ayat 21: 3 Tujuan Pernikahan Menurut Al-Quran

Surah Ar-Rum [30] Ayat 21: 3 Tujuan Pernikahan Menurut Al-Quran

Pernikahan adalah ibadah yang penting dan sakral dalam ajaran Islam. Pernikahan merupakan ikatan atau kesepakatan janji yang dilaksanakan dua orang untuk meresmikan hubungan perkawinan. Dalam bahasa Arab, pernikahan berasal dari kata al-nikah yang memiliki arti watha’ yakni jimak atau hubungan seksual. Selain itu, kata al-nikah juga memiliki makna akad yang berarti ikatan atau kesepakatan.

Sebuah pernikahan bukan hanya persoalan menyatukan dua insan dan dua hati, melainkan juga persoalan menunaikan tujuan pernikahan itu sendiri, yakni menyempurnakan agama, melaksanakan titah ilahi serta sunah nabi dalam rangka menjaga keturunan, meraih kebahagiaan, dan lain sebagainya. Tujuan pernikahan ini penting untuk ditegaskan agar setiap pasangan bisa mengingatnya dan mewujudkannya.

Dalam ajaran Islam, secara umum setiap muslim disunahkan untuk melaksanakan pernikahan. Namun hukum menikah ini nantinya bersifat tentatif sesuai kondisi masing-masing individu. Oleh karena itu, bagi seorang muslim sebaiknya ia mengevaluasi dirinya berdasarkan norma tersebut tentang apakah ia sudah layak untuk menikah atau belum agar tidak terjadi problem-problem di kemudian hari.

Nabi Muhammad saw pernah bersabda:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.

Artinya:

Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya).

Secara singkat, hukum pernikahan ada 5, yakni: 1) wajib bagi mereka yang telah memiliki kemampuan untuk berumah tangga, baik secara fisik maupun finansial serta sulit baginya untuk menghindari zina. Pada posisi ini, ia diwajibkan menikah agar tidak terjerumus kepada kemaksiatan; 2) sunah bagi mereka yang mampu dan siap berumah tangga, namun masih dapat menahan diri dari perbuatan zina.

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 13: Apakah Al-Quran Menyetarakan Kasta dalam Pernikahan?

Selanjutnya, 3) mubah bagi orang yang bertujuan menikah untuk memenuhi syahwat semata, bukan bertujuan membina rumah tangga. Namun ia bertanggung jawab dan tidak menelantarkan istrinya; 4) makruh bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk menafkahi pasangan atau memiliki penyakit tertentu yang dapat membuatnya tidak bisa memenuhi kebutuhan biologis pasangan; 5) dan haram bagi mereka yang bertujuan untuk menyakiti pasangan (Fath al-Qarib).

Tafsir Surat Ar-Rum [30] Ayat 21: Tujuan Pernikahan Menurut Al-Qur’an

Salah satu ayat Al-Qur’an yang membahas tentang tujuan pernikahan adalah surat ar-Rum [3] ayat 21 yang berbunyi:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ ٢١

Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum [3] ayat 21).

Menurut as-Sa’adi, ayat ini berbicara mengenai tanda-tanda kekuasaan dan keesaan Allah swt yang menunjukkan bentuk kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya melalui penciptaan pasangan. Bersama pasangan, manusia dapat saling mengasihi dan menyayangi. Selain itu, memiliki pasangan juga dapat membuat seseorang merasakan ketenangan, kedamaian, dan ketenteraman. Oleh karena itu, hubungan suami istri lebih spesial dibandingkan hubungan antara manusia lainnya.

Sedangkan menurut Quraish Shihab, surat ar-Rum [3] ayat 21 merupakan kelanjutan ayat-ayat sebelumnya yang berbicara mengenai kekuasaan dan keesaan Allah swt. Rangkaian ayat ini secara implisit menegaskan bahwa tanda-tanda kekuasaan dan keesaan Allah meliputi segala hal, mulai dari kehidupan dan kematian (ayat 19), penciptaan manusia (ayat 20), penciptaan pasangan bagi manusia ( ayat 21), hingga penciptaan alam dan keragaman semesta (ayat 22).

Pada ayat ini Al-Qur’an seakan menyatakan, “Dan juga di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untuk kamu secara khusus pasangan-pasangan hidup dari jenis kamu sendiri, supaya kamu tentang  dan tenteram serta cenderung kepadanya yakni pada pasangan, dan dijadikan-Nya di antara kamu mawaddah dan rahmat. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan-Nya bagi orang-orang yang berpikir.

Menurut sebagian ulama, kata azwaj pada ayat ini – dan ayat serupa – bermakna istri-istri. Sehingga ketika disebutkan frasa ilaiha (kata ganti feminin) – menurut mereka – maka yang dimaksud adalah perempuan. Dalam konteks ayat di atas, berarti laki-laki akan merasa tenteram kepada istrinya. Penafsiran serupa disampaikan oleh Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitab tafsirnya Marah Labid.

Pemahaman semacam ini – menurut Quraish Shihab – tidaklah tepat. Karena kata ganti feminin pada ilaiha merujuk kepada lafaz azwaj yang berposisi sebagai jamak. Dalam kaidah bahasa Arab, setiap kata jamak merupakan kata feminin. Sehingga pada ayat ini maknanya adalah masing-masing individu akan merasa tenteram dan cenderung kepada pasangannya, tidak terbatas hanya hanya untuk laki-laki (Tafsir Al-Misbah [11]: 35).

Tujuan pernikahan yang pertama disebutkan surat ar-Rum [3] ayat 21 adalah sakinah (litaskunu) yakni diam atau tenang setelah sebelumnya goncang. Pernikahan dapat melahirkan ketenangan batin dan ketenteraman baik dari segi fisik maupun psikologis. Allah swt mensyariatkan bagi manusia pernikahan agar kekaucauan pikiran dan gejolak jiwa mereka mereda dan tenang. Dengan demikian, setiap orang seharusnya merasakan ketenangan di samping pasangannya.

Tujuan pernikahan yang lain pada ayat ini adalah mawaddah  dan rahmah. Dalam bahasa Indonesia, kata mawaddah agak sulit untuk diterjemahkan dan biasanya hanya dimaknai cinta atau kasih. Padahal mawaddah sendiri memiliki makna yang lebih luas, yakni perasaan atau keinginan kuat agar sang pasangan mendapatkan kebaikan, bukan yang lain. Barang siapa memiliki perasaan ini, berarti dia telah mawaddah.

Baca Juga: Pernikahan; Tujuan dan Hukumnya, Tafsir Surat An-Nahl Ayat 72

Sedangkan rahmah sering diterjemahkan dengan arti sayang. Kata rahmah identik dengan rasa sayang yang dibarengi simpati sebagaimana diterangkan dalam surat al-Fath ayat 29, “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, namun berkasih sayang sesama mereka” (Kitab Istigfar).

Dalam konteks suami istri – menurut sebagian ulama – rahmah lahir bersamaan dengan kehadiran seorang anak, atau ketika pasangan suami istri telah mencapai usia lanjut. Karena rahmat pada dasarnya merupakan kasih sayang yang tertuju kepada seseorang yang membutuhkan atau yang lemah. Biasanya rahmah hadir – selain karena anugerah Allah swt – didasarkan oleh rasa simpati dan empati (Tafsir Al-Misbah [11]: 36).

Melalui surat ar-Rum [3] ayat 21, kita dapat belajar bahwa pernikahan memiliki tujuannya tersendiri bagi kebaikan suami istri, yakni sakinah, mawaddah, an rahmah. Tujuan pernikahan ini tidaklah seperti garis finis balapan yang hanya dituju lalu selesai. Tetapi tujuan ini adalah sesuatu yang wajib diusahakan dan wajib dijaga oleh pasangan suami istri ketika sudah mendapatkannya layaknya menjaga sesuatu yang paling berharga. Wallahu a’lam.

Muhammad Rafi
Muhammad Rafi
Penyuluh Agama Islam Kemenag kotabaru, bisa disapa di ig @rafim_13
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian I)

0
Diksi warna pada frasa tinta warna tidak dimaksudkan untuk mencakup warna hitam. Hal tersebut karena kelaziman dari tinta yang digunakan untuk menulis-bahkan tidak hanya...