BerandaTafsir TematikSurat Ali Imran Ayat 187: Larangan Monopoli Kandungan Kitab Suci

Surat Ali Imran Ayat 187: Larangan Monopoli Kandungan Kitab Suci

Dewasa ini, fenomena monopoli kandungan kitab suci al-Qur’an menjadi salah satu fenomena yang mudah ditemukan. Masing-masing organisasi keIslaman saling  berlomba-lomba membawa dalil-dalil kitab suci sebagai legitimasi atas misi-misi yang dinilai “suci” oleh mereka.

Sejatinya yang mereka bawa bukanlah kebenaran mutlak yang mereka yakini sebagai restu dari langit. Namun kebenaran yang mereka bawa adalah kebenaran nisbi (relatif), sebab apa yang mereka bawa adalah hasil dari penafsiran mereka atas dalil-dalil. Maka dalam kondisi ini, bisa saja apa yang mereka bawa itu benar maupun salah.

Oleh sebab itu, tidak boleh ada monopoli kandungan kitab suci dan klaim kebenaran tunggal atas penafsiran. Beda ceritanya jika tafsir yang dihadirkan adalah hasil dari tawar-menawar dan sengaja dijadikan landasan untuk kepentingan duniawi.

Baca Juga: Doa Al-Quran: Surat Ali Imran Ayat 8 untuk Ketetapan Hati dalam Iman

Maka aktivitas penafsiran semacam ini dapat disamakan dengan salah satu sikap khianat para umat terdahulu yang sengaja memonopoli kandungan kitab demi keuntungan duniawi. Sikap khianat umat terdahulu tersebut terekam dalam Surat Ali Imran Ayat 187:

وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ

“Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): “Hendaklah kamu menerangkan kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya. Lalu mereka melemparkannya ke belakang punggung mereka dan mereka membelinya dengan harga sedikit, amatlah buruk apa yang mereka beli.”

Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah, Surat Ali Imran Ayat 187 ini menggambarkan perilaku buruk mereka (umat yang diberi kitab) yang menyembunyikan kebenaran guna meraih keuntungan sementara dengan istilah (يشترون) “membeli”.

Biasanya jual-beli disertai tawar menawar untuk memperoleh sebanyak mungkin keuntungan. Rupanya demikian itulah keadaan mereka, dan karena besarnya keinginann  serta sengitnya tawar menawar itu, maka membeli yang kata kerjanya adalah (يشري) ditambah dengan huruf ta’.

Melemparkan ke belakang punggung adalah kiasan dari pengabaian penuh atas janji tersebut. Kata melemparkan saja sudah cukup untuk menunjukkan pengabaian, lebih-lebih kalau ia dilemparkan ke belakang punggung. Ia tidak  dilihat lagi, bahkan dari hari ke hari seorang pejalan semakin jauh darinya (Shihab, 2002: 303).

Adapun yang dimaksud dengan membeli dengan harga murah adalah sogok atau hadiah-hadiah yang bukan pada tempatnya yang mereka terima atau  ambil sebagai imbalan atas ketetapan hukum atau penafsiran tuntunan agama yang bertentangan dengan yang semestinya atau penyembunyian (penyelewengan) informasi dan tuntunan Allah. Ayat ini walaupun konteks turunnya mengecam ahl al-Kitab, tetap hukumnya mencakup pula kaum muslimin yang melakukan hal yang sama (Shihab, 2002: 304).

Dalam kitab Tafsir Kemenag, dikatakan bahwa Surat Ali Imran Ayat 187 menjelaskan mengenai gangguan dan tipu daya orang-orang Yahudi terhadap Nabi Muhammad. Allah menjelaskan kelengahan dan pengabaian mereka terhadap ajaran Taurat.

Pada penggalan ayat: Dan ingatlah ketika Allah mengambil janji yang kuat berupa aturan-aturan dari orang Yahudi dan Nasrani yang telah diberi Kitab, berupa perintah, “Hendaklah kamu benar-benar menerangkannya, yang dimaksud dengan isi kitab itu adalah mengenai amar makruf nahi mungkar, halal dan haram sebagaimana termaktub dalam kitab suci yang diturunkan dari Allah.

Lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dengan tidak mengindahkan perintah-perintah Allah serta mengabaikan aturan-aturan yang telah ditetapkan dan bahkan mereka menjualnya dengan harga murah. Mereka mengubah ketentuan hukum yang telah ditetapakan Allah untuk kepentingan sekelompok orang berpengaruh demi mendapatkan imbalan duniawi.

Baca Juga: Tafsir Surat Ali Imran ayat 65-66: Polemik Wacana Sejarah Nabi Ibrahim dalam Al-Quran

Maka itu seburuk-buruk jual-beli yang mereka lakukan karena mereka rela menukarkan kemuliaan ilmu, agama, pujian di sisi Allah serta makhluk-Nya, dan kekekalan di surga yang penuh nikmat, dengan kesenangan duniawi yang fana (LPMQ, 2015: 204).

Maka jika ditarik poin-poin penting dari penafsiran atas Surat Ali Imran Ayat 187, didapati bahwa ada beberapa perilaku yang harus dihindari oleh umat Islam. Pertama, gemar menyembunyikan kebenaran dan menghadirkan kebenaran palsu (salah satu bentuk khianat atas ilmu yang telah Allah berikan). Kedua, memonopoli kebenaran demi keuntungan duniawi.

Kedua hal di atas harus sebisa mungkin dihindari oleh umat Islam saat ini, karena kedua hal itu justru membuat peradaban Islam semakin tenggelam. Sebab kedua hal tersebut dapat memicu perselisihan dalam ajang kontestasi kebenaran (siapa paling benar?). Kedua perilaku itu apabila dikerjakan juga menampakkan rendahnya level manusia sebagai hamba, di mana ia masih mau memandang dunia lebih mahal harganya daripada akhirat.

Maka melakukan pekerjaan sebaliknya yakni gemar membagikan kebenaran atau pengetahuan yang dimiliki dan dapat dikonfirmasi kebenarannya serta tidak menjual ilmu yang dimiliki demi menguatkan suatu cyrcle tertentu adalah kehidupan ideal yang diinginkan al-Qur’an. Wallahu a’lam.

Alif Jabal Kurdi
Alif Jabal Kurdi
Alumni Prodi Ilmu al-Quran dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Alumni PP LSQ Ar-Rohmah Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...