BerandaTafsir Al QuranTafsir At-Tawhidi, Pelopor Hadyu Al-Quran dalam Kitab Tafsir

Tafsir At-Tawhidi, Pelopor Hadyu Al-Quran dalam Kitab Tafsir

Tafsir At-Tawhidi merupakan kitab tafsir karya Hasan At-Turabi, mufasir kontemporer asal Sudan yang sarat akan nuansa hadyu as-surat (hidayah surat) di dalamnya. Tafsir ini menampilkan kesatuan dan keutuhan hidayah Al-Quran. Menurut At-Turabi, kebanyakan tafsir klasik tidak menampilkan secara eksplisit hadyu Al-Quran, sebagaimana pula yang dikritik oleh Husain az-Zahabi yang melihat bahwa banyak di antara sekian kitab tafsir klasik yang justru terjebak oleh romantisme dan fanatisme mazhab masing-masing sehingga melupakan tujuan pokok dari penafsir yaitu hidayah Al-Quran.

Hasan At-Turabi melihat bahwa betapapun tafsir klasik telah menjelaskan kandungan hidayah Al-Quran, akan tetapi acapkali absen dalam penafsiran dan tidak bertegur sapa dengan ayat atau surat yang lain. Padahal Al-Quran disusun secara sistematis dan saling terkait antara satu ayat atau satu surat dengan ayat atau surat yang lain.

Latar Belakang Penulisan Tafsir At-Tawhidi

Sejak tahun 1994 Hasan At-Turabi mulai membentuk sebuah kelompok diskusi mingguan yang rutin diikuti oleh murid dan teman-temannya. Kelompok diskusi ini mengusung tema dan metode, “metode tafsir Al-Quran yang integral” atau yang ia sebut dengan Tafsir At-Tawhidi li Al-Quran.

Sejatinya, pendekatan tawhidi bukanlah hal baru dalam keilmuan At-Turaby terkait metode tafsir semata, melainkan melandasi gerak gerik At Turaby dalam segala aspek pemikiran dan gerakan sosial keagamaan bahkan gerakan politiknya. Bermula dari diskusi mingguan terkumpulan sedikit demi sedikit tafsir yang kemudian menjadi sebuah buku besar dengan judul Tafsir At-Tawhidi.

Kajian mingguan ini semakin hari semakin bertambah peminatnya. Jika pada awalnya hanya diikuti oleh segelintir orang baik pakar hukum dan ilmu kealaman maupun ilmu sosial, sekarang diikuti dari berbagai kalangan lintas keilmuan dan status sosial yang beragam. Hasan At-Turabi memang getol menyuarakan metode tafsir at-tawhidi, alasannya adalah memperkaya kajian tafsir yang sudah ada dengan memberikan gambaran utuh atas surat-surat dan ayat Al-Quran yang memuat ragam tema dan hikmah.

Baca juga: Alasan Tafsir Jalalain Jadi Tafsir Favorit di Pesantren

Jika ditilik secara garis besar, sebenarnya gagasan Hasan At-Turabi tentang tafsirnya senada dengan gerakan pembaharuannya dalam bidang keislaman yang lebih banyak dipengaruhi oleh pendekatan ushul fiqih khususnya maqasidus syari’ah yang pernah lama tenggelam dalam khazanah pemikiran Islam, dan saat ini dihidupkan kembali oleh Hasan At-Turabi melalui metode tafsir yang cukup baru yaitu tawhidi. Dari refleksi maqashid ini, Hasan At-Turabi memulai membangun bangunan epistemologi, dan metodologi keilmuannya dalam menafsirkan Al-Quran yaitu metode tawhidi.

Karakteristik Kitab dan Metode Penulisannya

Tafsir ini terdiri dari 3 jilid yang masing-masing jilid memuat 10 juz Al-Quran. Jilid pertama terdiri dari sepertiga awal Al-Quran (Al-fatihah sampai At Taubat), jilid kedua (Surat Yunus sampai Surat Al-‘Ankabut), jilid ketiga (masih dalam proses penulisan, belum dipublikasikan). Hasan At-Turabi menulis tafsir ini berdasarkan tartib-mushafi bukan nuzuli. Dan termasuk kategori kitab tafsir maudhu’i (tematik).

Sebelum menerangkan kandungan ayat secara detail, Hasan At-Turabi menjelaskan hubungan tematik masing-masing ayat dalam surat secara utuh.

Hadyu As Surat adalah Kekhasan Tafsir at-Tawhidi

Hasan At-Turabi memberikan distingsi pada tafsir ini dengan hadyu as-surat (intisari petunjuk surat). Dalam menjelaskan kandungan utuh suatu surat, ia mengambil munasabah antara ayat satu dengan ayat yang lain melalui pemaparan singkat. Ia juga concern menampilkan keutuhan hidayah antara satu dengan yang lain.

Baca juga: Tafsir Al-Azhar (1): Penggunaan Bahasa Lokal dalam Mengagungkan Nama Allah

Hal ini tampak pada penjelasan Q.S. An Nisa berikut ini,

Surat an-Nisa (Inti hidayah Surat Al-Quran)

Surat an-Nisa itu turun di Madinah yang zamannya setelah dua surat sebelumnya, yaitu al-Baqarah dan Ali Imran sekitar tahun empat hijriyah. Di mana peradaban masyarakat muslim telah terbentuk di Madinah. Setelah pertolongan dan hijrah, masalah keluarga menjadi tiang sosial. Lalu masalah jihad menguat, banyak yang mati dan beruntun, banyak pertanyaan kaum muslim seputar hukum keluarga dan warisan. Sehingga sangat tepat jika hidayah surat an-Nisa ini membicarakan keluarga, interaksi dan warisan. Surat ini tersambung dengan sebelumnya dalam urutan Al-Quran. Sebab, ia dimulai dengan masalah takwa yang menjadi akhir pembahasan surat Ali Imran Juga di dalam masalah ayat ketauhidan dan perang di jalanNya. (At-Turabi, 2017, hal. 54)

Dari penjelasan ini, ia melanjutkannya dengan tartil ayat (membaca pelan ayat Al-Quran). Artinya, Hasan At-Turabi menafsirkan per ayat Al-Quran. Hal ini agak berbeda pada penafsir yang umumnya menganalisis mufradat Al-Quran terlebih dahulu atau membahas fan gramatikal bahasa Arab. Akan tetapi tidak untuk Hasan At-Turabi, ia lebih tertarik menjabarkan kembali maksud ayat Al-Quran dengan bahasanya sendiri yang menyerap bahasa Al-Quran pula.

Dia mengatakan,

(عموم الآية) على الناس أن يتقوا ربهم تذكرا أنه خلقهم من نفس واحدة وجعل ذلك أصلا لوحدة البشر يتساوى ولا يتفاخر ويتراحم ولا يتهاجر في المحاقة والمواجبة المتكاملة للذكور والإناث، وفي الموالاة والمعاملة بين العروق والشعوب المتكاثرة، فمن وراء ذلك على الناس جميعا رقابة الله الواحد

“(Keumuman ayat al-Qur‟an) Manusia itu harus bertakwa pada Tuhan demi mengingatkan bahwa Dia menciptakan mereka dari satu diri dan itu dijadikan sebagai dasar kesatuan manusia, mereka sama tidak boleh sombong, harus kasih sayang tidak boleh meninggalkan hak-kewajiban, sempurna bagi laki-laki dan perempuan, kasih sayang, saling membantu antar golongan dan bangsa yang banyak. Yang disamping itu semua, mereka harus merasa melihat Allah swt. Sang Maha Esa. (At-Turabi, 2017, hal. 66).

Baca juga: Mengenal Corak Tafsir Fiqhi dan Kitab-kitabnya

Jika menelisik tafsir ini, lebih mengarah kepada rasio sebagai cara dia menemukan benang merah (korelasi) antar ayat dan surat Al-Quran. Selain itu, ia juga menggunakan rasio untuk mencari hikmah dari pemakaian kata tertentu. Untuk menarik makna universal dari ayat Al-Quran, ia tidak segan untuk menolak pemahaman tekstualis hadis demi menghadirkan isu-isu kontemporer, semisal kesetaraan gender.

Jadi, Tafsir At-Tawhidi menggunakan metode tafsir tematis strukturalis yang diharapkan oleh Hasan At-Turabi mampu menyatukan kembali konteks-konteks Al-Quran baik berupa ayat maupun surat-suratnya serta kandungan keduanya dalam bingkai satu kesatuan utuh tidak parsial sebagaimana yang lazim dalam kitab-kitab tafsir yang sudah ada. Wallahu A’lam.

Miatul Qudsia
Miatul Qudsia
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Alquran dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya, pegiat literasi di CRIS (Center for Research and Islamic Studies) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU