BerandaTafsir TematikKewajiban Taat Kepada Pemerintah dalam Tafsir Surat An-Nisa ayat 59

Kewajiban Taat Kepada Pemerintah dalam Tafsir Surat An-Nisa ayat 59

Kewajiban taat kepada pemerintah dalam arti tidak berupaya memberontak terhadap suatu pemerintahan yang sah tercatat dalam al-Quran. Dalam Q.S An-Nisa ayat 59 Allah Swt berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُم

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kalian…” (QS An-Nisa [4]: 59)

Tujuh puluh lima tahun setelah negeri ini merdeka, dan selama itu pula kaum Muslim di negeri ini mendapatkan kebebasan dan fasilitas dalam menjalankan agama secara leluasa. Akan tetapi, masih saja ada pihak-pihak tertentu yang meragukan keabsahan negara dan pemerintahan. Bahkan mereka berupaya melawan dan menghancurkan negara ini.

Baca Juga: Adakah Dalil Nasionalisme? Ini Dalilnya dalam Al-Quran

Tidak kah mereka berkaca dengan negeri-negeri di Timur Tengah yang porak poranda akibat perseteruan politik yang tidak berkesudahan? Kemudian tidak ada hasil yang bisa dituai kecuali kehancuran. Alih-alih bisa beragama dengan kaffah, pergi ke masjid pun takut, tidak ada kedamaian sama sekali. Tidak ada agama yang nyaman tanpa negara yang aman.

Tidak kah juga mereka membaca QS An-Nisa ayat 59 yang dikutip di atas? Di mana Allah telah menjadikan kewajiban taat kepada pemerintah yang sah, di samping ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Sebagaimana dikutip oleh al-Mawardi dalam tafsirnya, bahwa Ibn Abbas, al-Sa’dy, Abu Hurairah, dan Ibn Zaid, mengartikan ulil amri ini sebagai umara, yaitu pemerintahan sebuah negara.

Ibn Abbas juga mengatakan bahwa ayat ini turun sabab nuzulnya adalah ketika Rasulullah mengangkat Abdullah bin Hudzafah bin Qays al-Samhi sebagai pimpinan sariyah (ekspedisi yang tidak diikuti oleh Rasulullah SAW). Adapun al-Sa’di menyatakan bahwa ayat ini berkenaan dengan Amr bin Yasir dan Khalid bin Walid saat diangkat oleh Rasulullah dalam jabatan tersebut (pimpinan sariyah).

Sementara Ahmad Mustafa al-Maraghi menafsiri ulil amri sebagai umara (pemerintah), ahli hikmah, ulama, pemimpin pasukan, dan pemimpin-pemimpin lainnya yang membawa masyarakat pada kemaslahatan umum. Al-Maraghi menyebutkan contohnya adalah ahlul halli wal aqdi (legislatif) yang dalam konteks Indonesia adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang merupakan wakil dan kepercayaan umat, baik dari unsur ulama, militer, dan representasi untuk kemaslahatan umum lainnya seperti pedagang, petani, buruh, wartawan, dan sebagainya.

Kewajiban taat kepada pemerintah di sebuah negara, sebagaimana diutarakan oleh Alquran, juga dikuatkan oleh sejumlah hadis. Nabi bahkan berpesan untuk mengikuti aturan pemerintah, meskipun mereka zalim, apalagi jika adil:

يَكُوْنُ بَعْدِيْ أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُوْنَ بِهُدَايَ وَلاَ يَسْتَنُّوْنَ بِسُنَّتِي وَسَيَقُوْمُ فِيْهِمْ رِجَالٌ قُلُوْبُهُمْ قُلُوْبُ الشَّيَاطِيْنِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ. (قَالَ حُذَيْفَةُ): كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ؟ قَالَ: تَسْمَعُ وَتُطِيْعُ لِلْأَمِيْرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ

“Akan datang setelahku para pemimpin yang tidak mengikuti petunjukku, tidak menjalani sunnahku, dan akan ada pada mereka orang-orang yang hati mereka adalah hati-hati setan yang berada dalam jasad manusia.” Hudzaifah kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang aku perbuat jika aku menemui mereka?” Beliau menjawab, “Engkau dengarkan dan engkau taati walaupun punggungmu dicambuk dan hartamu diambil.” (HR. Muslim)

Sebagai catatan, mengutip Nadirsyah Hosen, kita memang diperintah oleh Allah untuk taat kepada ulil amri. Namun perlu diperhatikan bahwa perintah taat kepada ulil amri tidak digandengkan dengan kata “taat” sebagaimana kata “taat” yang digandengkan dengan Allah dan Rasul (periksa redaksi QS an-Nisa: 59). Ini artinya, ketaatan kepada mereka tidak berdiri sendiri tetapi berkaitan atau bergantung dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul.

Kesimpulan yang bisa kita ambil dari ulasan di atas adalah, bahwa kewajiban taat kepada pemerintah atau ulil amri terdapat dalam Alquran. Hal tersebut diperkuat oleh banyak hadis.

Kewajiban taat kepada pemerintah dan aturan sebuah negara secara sosiologi-politik memang sangat penting. Karena pembangkangan terhadap pemerintah dan perlawanan terhadap hukum pasti lah menimbulkan kekacauan. Bahkan berpotensi mengakibatkan pertumpahan darah, dan itu hal yang sangat dihindari oleh Islam. Semoga Allah menganugerahi kepada kita pemimpin-pemimpin yang adil dan bertakwa, serta dapat membawa negeri ini menjadi baldatun tayibatun wa rabbun ghafur

M. Najih Arromadloni
M. Najih Arromadloni
Pengurus MUI Pusat, Adviser CRIS Foundation dan Pengajar di Pondok Pesantren Yanbu’ul Ulum, Lumpur Losari Brebes
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Metodologi Fatwa: Antara Kelenturan dan Ketegasan

Metodologi Fatwa: Antara Kelenturan dan Ketegasan

0
Manusia hidup dan berkembang seiring perubahan zaman. Berbagai aspek kehidupan manusia yang meliputi bidang teknologi, sosial, ekonomi, dan budaya terus berubah seiring berjalannya waktu....