Tidak lama lagi kita akan memasuki tahun baru 2024. Sebagaimana lumrahnya, pergantian tahun merupakan salah satu momen yang paling dinanti oleh setiap orang. Perayaan pergantian tahun dengan segudang kemeriahan seakan menjadi rutinitas tahunan yang tak pernah terlewatkan. Pesta kembang api dan siulan terompet di malam tanggal satu menjadi simbol terbukanya lembaran baru disertai harapan dan cita-cita di tahun berikutnya.
Ikut merayakan peringatan tahun baru dengan segala kemeriahannya tidak menjadi masalah, asalkan tidak ada unsur-unsur yang melanggar aturan agama. Namun, terlepas dari itu semua, ada hal yang jauh lebih penting dari sekedar pesta kembang api dan segala glamor tahun baru. Di momen tersebut, orang-ornga yang merayakan diharapkan mampu memaknai pergantian tahun secara bijak dan mejadikannya sebagai bahan evaluasi untuk menjalani hidup lebih baik dan berkualitas di tahun berikutnya.
Sebagai umat beragama yang percaya akan adanya hari pembalasan, seyogyanya kita harus selalu meng-upgrade keimanan dan amal kebaikan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Pasalnya, di akhirat nanti kita semua akan mempertanggungjawabkan atas segala hal yang kita perbuat selama hidup di dunia. Maka dari itu, kita diwanti-wanti untuk senantiasa melakukan instrospeksi diri guna mengarungi kehidupan yang lebih baik di hari esok.
Baca Juga: Tafsir Surah Al-Anbiya 90: Etika Berdoa dan Bacaan Doa Akhir dan Awal Tahun Beserta Terjemahannya
Dalam surah al-Hasyr, Allah swt. berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ [الحشر: 18]
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” Q.S. Al-Hasyr [59]: 18
Setidaknya terdapat dua hal yang menjadi pesan Alquran untuk umat muslim dalam ayat ini. Pertama, perintah untuk selalu bertakwa kepada Allah; kedua, perintah untuk senantiasa melakukan evaluasi dan introspeksi diri demi menghadapi hari esok.
Menurut para mufassir, kata غد (hari esok) pada ayat di atas merupakan bahasa kiasan yang bermakna hari kiamat. Hari kiamat diungkapkan dengan istilah غد (besok) karena hari kiamat pasti akan terjadi, dan kepastian inilah yang membuat seolah-olah ia sudah sangat dekat meskipun waktunya entah kapan.
Di samping itu, kehidupan manusia secara diametral terbagi menjadi dua fase utama; yakni fase kehidupan dunia dan fase akhirat. Atas dasar ini maka kehidupan di dunia adalah apa yang kita jalani hari ini sedangkan hari esok adalah kehidupan akhirat yang menanti. (Hadaiq al-Ruh wa al-Raihan, juz 29, hal. 153)
Menurut Imam al-Maturidi, imam besar Ahlusunnah wal Jamaah, siapa pun yang mengamalkan perintah yang terkandung dalam ayat ini maka dia akan selamat dari tanggung jawab di hari akhirat. Sebab, keyakinan yang terpatri dalam hati bahwa setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti menjadi faktor penghalang untuk melakukan hal-hal yang tidak diridai.
Lebih lanjut beliau menandaskan bahwa ayat tersebut juga mengandung pengertian bahwa manusia harus memikirkan apa yang harus dilakukan besok. Ada kalanya dia harus bertaubat karena perbuatan dosa yang pernah dikerjakan kemarin, atau bersyukur atas nikmat dan taufik sehingga kemarin sempat melakukan perbuatan baik.
Baca Juga: Pentingnya Muhasabah dan Perintah dalam Al-Quran dan Hadis
Selain itu, ayat tersebut juga dapat dimaknai sebagai perintah untuk hati-hati dalam bertindak dan memkirkan akibat dari tindakan tersebut di masa mendatang. Sekiranya hal tersebut nantinya berbuah kebaikan dan keselamatan, maka lakukanlah. Namun jika hal itu dapat menggiring seseorang kepada kerugian maka jangan dilakukan. (Tafsir al-Maturidi, juz 9, hal. 598)
Syahdan, Ibrahim bin Adham pernah berkisah bahwa Imam al-Hasan al-Bashri pernah bermimpi bertemu Rasulullah saw. Dalam mimpinya tersebut, Rasulullah saw. berpesan yang isi pesannya sebagai berikut,
مَنِ اسْتَوَى يَوْمَاهُ فَهُوَ مَغْبُونٌ وَمَنْ كَانَ غَدُهُ شَرًّا مِنْ يَوْمِهِ فَهُوَ مَلْعُونٌ وَمَنْ لَمْ يَتَعَاهَدِ النُّقْصَانَ مِنْ نَفْسِهِ فَهُوَ فِي نُقْصَانٍ وَمَنْ كَانَ فِي نُقْصَانٍ فَالْمَوْتُ خَيْرٌ لَهُ
Barang siapa yang dua harinya (hari ini dan esok) sama, maka dia tergolong orang rugi. Barang siapa yang hari esok lebih buruk daripada hari ini maka dia terlaknat (tercela). Barang siapa yang tidak memperhatikan kekurangan dalam dirinya maka dia sungguh ada dalam kekurangan itu. Dan, barang siapa yang ada dalam kekurangan, maka dia lebih baik mati. (Hilyah al-Auliya’ wa Thabaqat al-Ashfiya’ juz 8, hal. 35)
Momen pergantian tahun ini seharusnya dijadikan sebagai ajang evaluasi dan introspeksi diri. Dalam satu tahun terakhir, barangkali kita sering melakukan kesalahan dan kealpaan, sehingga tahun ini menjadi kesempatan bagi kita untuk memperbaiki kesalahan tersebut.
Sebagai penutup, penulis akan mengutip pesan Sahabat Umar bin Khattab r.a. dalam sebuah khotbahnya. Beliau berkata,
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا وَزِنُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا
Hitung-hitunglah dirimu sebelum nanti kamu dihisab (di akhirat). Timbang-timbanglah dirimu sebelum kamu (amalmu) ditimbang (di akhirat kelak). H.R. Ibnu Abi Syaibah. Wallah a’lam