Harta merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat penting di antara kebutuhan lain. Tidak heran jika banyak dari manusia berlomba-lomba untuk mengumpulkannya. Meskipun manusia memiliki kecenderungan terhadap harta kekayaan, tetapi Al-Qur’an melarang keras harta yang hanya beredar di sekelompok orang saja. Allah berfirman dalam surah Al-Hasyar ayat 7:
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ ۚ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Apa saja harta rampasan (fa’i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota, adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang yang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukuman-Nya.
Afzalur Rahman dalam karyanya Muhammad sebagai seorang pedagang berpendapat bahwa ayat di atas menegaskan prinsip yang mengatur pembagian harta kekayaan dalam sistem kehidupan Islami. Kekayaan itu harus dibagi-bagikan ke seluruh kelompok masyarakat dan bahwa kekayaan itu “tidak boleh menjadi komoditi yang beredar di antara orang-orang kaya saja”.
Baca Juga: Tafsir Surat An-Nisa Ayat 2: Cara Mengelola Harta Anak Yatim
Harta kekayaan yang diperoleh dari rampasan (fa’i) tidak lain akan kembali lagi ke tempatnya masing-masing. Zulfikri dalam karyanya Ensiklopedi Al-Qur’an: Kajian Kosa Kata menjelaskan kata fa’i seperti yang terdapat pada ayat di atas mengandung arti harta rampasan perang yang diperoleh dari musuh tanpa melalui peperangan. Arti asal dari kata ini adalah kembali. Oleh sebab itu, kata ma afa allahu ‘ala rasulihi yang terdapat pada ayat di atas berarti apa saja yang telah dikembalikan oleh Allah kepada Rasul-Nya.
Di sisi lain, Dwi Suwiknyo dalam karyanya Ayat-Ayat Ekonomi Islam mengatakan bahwa ayat ini menjelaskan harta fa’i yang berasal dari orang kafir, seperti pada kasus harta Bani Quraizah, Bani Nadhir, penduduk Fadak dan Khaibar, kemudian diserahkan kepada Allah dan Rasul yang digunakan untuk kepentingan publik.
Harta itu tidak dibagi-bagikan kepada kaum muslimin. Sebab harta fa’i adalah untuk Allah, untuk Rasulullah, kerabat-kerabat Rasulullah dari Bani Hasyim dan Bani Muthalib, anak-anak yatim yang fakir, orang-orang miskin yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang kehabisan perbekalan dalam perjalanan di jalan Allah.
Pembagian harta tersebut bukan tanpa tujuan. Al-Syaukani dalam karyanya Fath Al-Qadir memahami penggalan ayat kai la yakuna dulatan baina al-aghniya’minkum dengan mengatakan agar fa’i tersebut tidak berputar di antara orang kaya saja tanpa didistribusikan kepada orang miskin.
Makna al-dhulat dimaknakan dengan “lingkaran” yang terdapat di dalam satu kaum. Mereka membentuk satu komunitas yang tertutup. Suatu kali harta tersebut dikuasai oleh seseorang dan lain kali dimanfaatkan oleh yang lain. Bisa juga artinya harta tersebut hanya dibagi kepada orang-orang yang berada di lingkaran tersebut.
Sedangkan menurut M Quraish Shihab dalam karyanya Tafsir Al-Misbah menjelaskan tentang makna daulah. Menurutnya, daulah adalah sesuatu yang beredar dan diperoleh secara silih berganti. Harta benda hendaknya jangan hanya menjadi milik dan kekuasaan sekelompok manusia, tetapi ia harus beredar sehingga dinikmati oleh semua anggota masyarakat.
Penggalan ayat ini bukan saja membatalkan tradisi masyarakat jahiliyah, di mana kepala suku mengambil seperempat dari perolehan harta lalu membagi selebihnya sesuka hati —Bukan saja membatalkan itu— tetapi juga ia telah menjadi prinsip dasar Islam dalam bidang ekonomi dan keseimbangan peredaran harta bagi segenap anggota masyarakat.
Walaupun tentunya tidak berarti menghapuskan kepemilikan pribadi atau pembagiannya harus selalu sama. Dengan penggalan ayat ini, Islam menolak segala macam bentuk monopoli.
Pada bagian akhir ayat ini ada pernyataan konklusif dari Allah Swt. “dan apa yang diberikan Rasul bagi kamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagi kamu maka tinggalkanlah”.
Kendatipun ayat ini turun dalam konteks pembagian harta, namun poin ayat ini telah menjadi kaidah umum yang mengharuskan setiap muslim tunduk dan patuh kepada kebijaksanaan dan ketetapan Rasul dalam bidang apapun, baik yang secara tegas telah digariskan Al-Qur’an ataupun yang terdapat di dalam hadis-hadis Nabi Saw.
Baca Juga: Surah Ar-Ra’d Ayat 26: Rezeki adalah karunia Allah swt yang Harus Diusahakan
Dari pemaparan singkat di atas dapat dipahami bahwa Surah Al-Hasyr ayat 7 memberikan larangan atas penumpukan harta kekayaan. Sebab harta itu harus beredar agar dapat dimanfaatkan oleh banyak orang bukan sekelompok orang saja.
Meskipun begitu bukan berarti ayat ini menghapuskan kepemilikan harta pribadi, tetapi lebih jauh lagi bahwa Allah telah memberikan solusi terbaik bagi manusia sehingga tunduk dan patuh pada kebijaksanaan dan ketetapan-Nya sehingga akan membawa kepada kebaikan yang tidak terfikirkan sebelumnya. Wallahu’alam bishawab