Agama Islam menegaskan larangan bagi umatnya untuk berbangga-bangga dengan nasab. Sebagaimana termaktub dalam surah al-Hujurat ayat 13, bahwa kebanggaan terhadap asal-usul atau garis keturunan tidak ada artinya di sisi Allah, yang lebih penting adalah ketakwaan seseorang, berbuat baik kepada sesama, dan menjalankan perintah Allah dengan sebaik-baiknya.
Surah al-Hujurat Ayat 13: Kemuliaan Seseorang Bukan Sebab Nasab
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. al-Hujurat [49]: 13)
az-Zuhaili (13/478) menukil riwayat dari Ibnu Abi Hatim bahwa pada saat penaklukan kota Makkah, Bilal menaiki Kakbah karena perintah Rasulullah saw. agar dirinya mengumandangkan adzan. Hal tersebut kemudian menimbulkan beragam reaksi dari para tokoh Quraisy yang merasa sangsi. Rasul saw. pun memanggil dan mewanti-wanti mereka agar jangan saling membanggakan diri karena nasab, saling mengunggulkan dengan banyaknya harta, dan merendahkan orang-orang muslim yang lain.
Baca Juga: Lima Pedoman Hidup Bermasyarakat: Refleksi Surah Al-Hujurat Ayat 11-13
al-Farran menerangkan bahwa ayat di atas merupakan penegasan bahwa semua manusia berasal dari nasab dan keturunan yang satu, serta disatukan oleh bapak yang satu dan ibu yang satu, yakni Sayyidina Adam dan Sayyidah Hawa. Ukuran kemuliaan seseorang bukanlah berasal dari keturunan, melainkan ketakwaan kepada Allah. Oleh karena itu tidak ada tempat untuk berbangga-bangga dengan keturunan. (Tafsir al-Imam as-Syafi’i 3/1281)
Dalam Tafsir Marah Labid (2/440) dijelaskan bahwa pembagian asal-usul dan garis keturunan ini tidak dimaksudkan untuk menciptakan perbedaan derajat di antara manusia. Semua diciptakan sama dan kehormatan seseorang datang dari takwanya, bukan dari nasabnya. Begitu pula, at-Thabari (21/286) menegaskan bahwa orang yang paling mulia di hadapan Allah dan akan mendapat surga adalah orang yang paling tinggi takwanya, bukan dilihat dari rumahnya yang megah ataupun berasal dari keturunan mulia.
Baca Juga: Mengulik Kembali Nilai Pluralisme dalam Surah Al-Hujurat Ayat 13
Petaka Membanggakan Diri dengan Garis Keturunan
Rasulullah saw. juga kerap kali mengingatkan bahwa nasab keturunan memang benar-benar tidak layak untuk dibanggakan. Bahkan beliau saw. juga memberikan peringatan kepada keluarganya, terkhusus kepada putrinya, Sayyidah Fatimah az-Zahra bahwa menjadi putri atau putra siapa saja tidak menjamin keselamatan baginya, termasuk keturunan para nabi.
Sebagaimana dalam satu hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, ketika haji wada dalam khutbahnya Rasulullah bersabda:
يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ اشْتَرُوا أَنْفُسَكُمْ لَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ لَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا يَا عَبَّاسُ بْنَ عَبْدِ الْمُطَلِّبِ لَا أُغْنِي عَنْكَ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا يَا صَفِيَّةُ عَمَّةَ رَسُولِ اللَّهِ لَا أُغْنِي عَنْكِ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا يَا فَاطِمَةُ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَلِينِي مَا شِئْتِ لَا أُغْنِي عَنْكِ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا
“Wahai orang-orang Quraisy! Peliharalah diri kalian karena aku tidak dapat sedikit pun di hadapan Allah. Ya Bani Abdi Manaf! Aku tidak dapat sedikit pun di hadapan Allah. Ya Abbas bin Abdul Muthalib! Aku tidak dapat sedikit pun di hadapan Allah. Ya Shafiyah bibi Rasulullah! Aku tidak dapat sedikit pun di hadapan Allah. Ya Fatimah binti Muhammad! Mintalah kepadaku apa saja yang kamu mau (dari hartaku), sungguh aku tidak dapat sedikit pun di hadapan Allah.”
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah saw. juga telah bersabda:
لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَام يَفْتَخِرُونَ بِآبَائِهِمْ الَّذِينَ مَاتُوا إِنَّمَا هُمْ فَحْم جَهَنَّمَ أَوْ لَيَكُونَنَّ أَهْوَنَ عَلَى اللَّه مِنْ الْجُعَلِ الَّذِي يُدَهْدِهُ الْخِرَاءُ بِأَنْفِهِ
“Hendaklah mereka segera berhenti dari membangga-banggakan nenek-moyang mereka yang telah wafat. Mereka itu hanyalah arang neraka jahanam, atau mereka lebih hina di sisi Allah dari hewan yang mendorong kotoran dengan hidungnya.” (HR at-Tirmidzi)
Rasulullah saw. mengajarkan agar setiap Muslim tidak ada yang merasa lebih tinggi dari orang lain. Seperti kebanggaan terhadap garis keturunan dan merendahkan orang lain, karena dapat menumbuhkan rasa sombong serta mejerumuskan dirinya pada keadaan yang sangat hina.
Baca Juga:Tafsir Surah Alhujurat Ayat 13: Merawat Kerukunan, Memberantas Rasisme
Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad dalam kitabnya, Nashaih ad-Diniyyah h. 189, juga menerangkan bahwa membanggakan diri dengan nasab, seperti keturunan dari orang-orang saleh/mulia dan menyombongkan diri karenanya, termasuk akhlak yang tercela dan sangat tidak dibenarkan sama sekali.
Beliau juga menegaskan bahwa orang-orang seperti itu tidak akan mendapatkan keberkahan dari leluhurnya. Sebab, kemuliaan para leluhur bisa terus mengalir kepada keturunannya jika mereka bisa meneladani para leluhurnya, dengan ibadah dan amal saleh, serta tidak sombong dengan kualitasnya.
Dengan demikian ayat ini mengandung pesan bahwa bukanlah suatu kemuliaan itu membanggakan nasab garis keturunan, melainkan kedekatan seseorang dengan Allah melalui takwa dan amal saleh.
Kebanggaan yang berlebihan terhadap nasab bisa menyebabkan perpecahan di antara umat manusia. Sementara itu, surah al-Hujurat ayat 13 mengajak manusia untuk saling bersaudara dan menghormati satu lain. Demikian pula dengan asas dari persaudaraan, tidak lain adalah ketakwaan kepada Allah, bukan oleh kesombongan nasab atau garis keturunan. Wallah a’lam.