Tafsir Surah Allail Ayat 6-10: Algoritma Amal Saleh

Tafsir Surah Allail ayat 6-10: algoritma amal saleh
Tafsir Surah Allail ayat 6-10: algoritma amal saleh

Di era modern pasca Covid-19, gawai berteknologi canggih muncul untuk memudahkan dan menjadi media penyaji informasi di dunia maya. Istilah dalam dunia komputasi seperti artificial intelegnce, Internet of Things (IoT), machine learning, cloud, quantum computing hadir untuk menawarkan pengetahuan baru berbasis teknologi (Karim, 2020: 105). Selain itu, komponen terpenting dalam analisis dan klasifikasi data yang tersusun secara urut untuk menentukan aktivitas program adalah algoritma. Singgalen (2021: 288) memaparkan, algoritma berfungsi untuk mengklasifikasi sentimen, mendeteksi, serta menentukan tema atau topik pembahasan yang digunakan oleh user (pengguna). Jika media dan konten yang dikonsumsi user adalah hal yang positif, maka algortima akan menghadirkan media yang positif pula. Sebaliknya, jika konsumsi media yang dilihat adalah negatif, algoritma akan menunjukkan hal yang sama.

Sebagaimana gadget, amal saleh juga memiliki algoritma seperti yang dijelaskan dalam Alquran Surah Allail [92]: 6-7.

وَصَدَّقَ بِالْحُسْنٰىۙ فَسَنُيَسِّرُهٗ لِلْيُسْرٰىۗ

“Dan membenarkan (adanya pahala) yang terbaik (surga), maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan (kebahagiaan).”

Dalam Tafsir al-Muyassar (30, 595) setelah seseorang mengerjakan kebaikan (dalam konteks berinfak secara khusus atau amal saleh secara umum), lalu dia membenarkan “laa ilaha illallah” dan apa yang menjadi petunjuknya, serta balasan yang diakibatkanya, maka dia akan dibimbing dan diberi taufik oleh sebab-sebab kebaikan dan kesalehan. Allah pun akan memudahkan urusannya. Jika ayat 6 tersebut merupakan motif dan komponen amal seseorang, maka ayat selanjutnya merupakan algoritma yang menentukan status amal berikutnya.

Baca juga: Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 199: 3 Konsep Kesalehan dalam Harmonisasi Sosial

Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir al-Wajiz (30, 595) memberikan penjelasan mengenai Q.S. Allail ayat 7, bahwa seseorang yang berbuat kebaikan akan Allah mudahkan untuk berinfak di jalan kebaikan dan ketaatan. Ayat ini diturunkan untuk Abu Bakar al-Shiddiq; dia membeli enam budak beriman yang berada dibawah kepemilikan orang-orang Mekah yang menyiksa mereka karena keimanan mereka kepada Allah. Setelah membeli mereka, Abu Bakar memerdekakan budak-budak itu.

Setelah mengetahui algoritma amal saleh, Allah juga menjelaskan bahwa perbuatan buruk seseorang akan menuntunnya pula pada kesusahan atau kesengsaraan. Bahkan dalam hal ini Allah biarkan dengan memberikannya kemudahan untuk menempuh jalan yang sulit. Dalam Surah Allail [92]: 8-10 disebutkan:

وَاَمَّا مَنْۢ بَخِلَ وَاسْتَغْنٰىۙ وَكَذَّبَ بِالْحُسْنٰىۙ فَسَنُيَسِّرُهٗ لِلْعُسْرٰىۗ

“Dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak perlu pertolongan Allah), serta mendustakan (pahala) yang terbaik, maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kesukaran (kesengsaraan).”

Dr. Sulaiman Asyqar dalam Zubad al-Tafsir (30, 595) menjabarkan pada ayat 10 bahwa orang yang bakhil (secara khusus) dan berbuat buruk (secara umum) akan Allah siapkan baginya kesulitan sehingga dia akan kesusahan untuk melakukan kebaikan dan amal saleh, sehingga dia tidak mampu melakukannya. Hal itu akan menjerumuskannya ke  api neraka.

Dalam memahami ayat dan tafsir tersebut, bukan berarti Allah mempunyai niat jahat terhadap hamba-Nya, melainkan Allah ingin tegaskan bahwa jalan kebaikan sesungguhnya telah Allah buka seluas-luasnya. Sementara, untuk menapaki jalan kebaikan, tidak cukup bagi seorang mukmin dengan hanya berpasrah dan mengikuti takdir Allah, melainkan penting untuk berusaha dalam rangka menjemput hidayah dan rida Allah. Sebagaimana konsep akidah Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah yakni beriman pada Qada dan Qadar, diiringi pula dengan memahami sebab yang mengantarkan seseorang pada kebaikan.

Munasabah

Sehubungan dengan pembahasan di atas, Surah Assyura ayat 23 menjelaskan bahwa kebaikan seseorang yang dikerjakan dengan ikhlas akan mendapat pahala yang berlipat-lipat:

ذَٰلِكَ ٱلَّذِى يُبَشِّرُ ٱللَّهُ عِبَادَهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ ۗ قُل لَّآ أَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا ٱلْمَوَدَّةَ فِى ٱلْقُرْبَىٰ ۗ وَمَن يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَّزِدْ لَهُۥ فِيهَا حُسْنًا ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ

“Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan”. Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.”

Baca juga: Nilai Ihsan sebagai Rukun dan Pijakan Spiritualitas

Demikianlah karunia yang Allah limpahkan pada umat terbaik berupa amal saleh dan kebaikan. Ibadah secara vertikal yang menghubungkan Khalik dan makhluk serta kebaikan horizontal yang menghubungkan sesama makhluk dengan ikhlas, tanpa meminta suatu balasan apapun kecuali sama-sama merasakan kebahagiaan. Dalam redaksi Tafsir al-Muyassar (25, 486) disebutkan, siapa melakukan kebaikan, maka Kami melipat gandakannya menjadi sepuluh kali lipatnya bahkan lebih. Sesungguhnya, Allah maha pengampun bagi dosa-dosa para hamba-Nya juga maha memberikan balasan baik atas kebaikan dan ketaatan mereka kepada-Nya. Semoga Allah memudahkan kita dalam kebaikan dan amal saleh yang menjadi algoritma bagi kehidupan hingga husnul khatimah, amin.

Wallahu a’lam.