Jodoh menjadi sebuah perkara yang tidak diketahui oleh siapa pun kecuali Allah Swt. Ada banyak orang yang menjalin hubungan tetapi pada akhirnya justru kandas ditengah jalan. Ada pula orang berharap kriteria jodoh yang bermacam-macam, ingin yang tampan, cantik, baik, dan lain-lain tetapi pada akhirnya mendapat jodoh yang bertolak belakang.
Namun terlepas dari berbagai ekspektasi tentang jodoh yang diidam-idamkan, sejatinya diri kita sendiri yang menjadi gambaran. Lalu bagaimana sesungguhnya Al-Qur’an menjelaskan tentang jodoh sebagai gambaran diri? Allah Swt. berfirman sebagai berikut.
ٱلۡخَبِيثَٰتُ لِلۡخَبِيثِينَ وَٱلۡخَبِيثُونَ لِلۡخَبِيثَٰتِۖ وَٱلطَّيِّبَٰتُ لِلطَّيِّبِينَ وَٱلطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَٰتِۚ أُوْلَٰٓئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَۖ لَهُم مَّغۡفِرَةٞ وَرِزۡقٞ كَرِيمٞ
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (QS. An-Nur [24]: 26)
Tafsir QS. An-Nur [24]: 26
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengutip pendapat ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengatakan bahwa: “Wanita yang jahat hanya pantas bagi laki-laki yang jahat dan laki-laki yang jahat hanya cocok bagi wanita yang jahat. Begitu pula sebaliknya, wanita yang baik hanya layak untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik hanya patut bagi wanita yang baik.
Baca Juga: Semua Manusia itu Sama, Lantas Kenapa Ada Kafaah dalam Pernikahan? Tafsir Surah Al-Hujurat Ayat 13
Perkataan ini merupakan konsekuensi lazim yang harus ada, sebagaimana berlaku pada Aisyah yang dijadikan Allah sebagai istri Rasulullah. Ia merupakan wanita yang baik sehingga pantas untuk Allah sandingkan dengan Rasulullah. Sekiranya Aisyah tidak baik, tentu secara syar’i dan kauni tidak pantas menjadi istri Rasulullah.
Al-Qurthubi dalam tafsirnya juga menjelaskan bahwa menurut satu pendapat, ayat ini sama dengan firman Allah, “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.” (QS. An-Nur [24]: 3)
Wanita-wanita yang keji adalah para pezina, wanita-wanita yang baik adalah wanita yang memelihara kesucian diri. Demikian pula dengan laki-laki yang baik dan perempuan yang baik. Pendapat ini menyatakan bahwa kebanyakan orang akan dipasangkan dengan yang hampir mirip dengannya.
Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir menambahkan bahwa yang dimaksud dalam kata khabisat dan thoyyibat dalam ayat tersebut orang perempuan. Kebiasaan yang terjadi adalah orang-orang yang bejat, nakal, dan amoral biasanya menikah dengan orang yang bejat, nakal, dan amoral juga. Orang yang baik-baik, biasanya menikahi orang yang baik-baik juga.
Bisa juga, kata khabitsat dalam ayat di atas maksudnya adalah perkataan yang buruk, yaitu qadzf yang dilontarkan oleh pihak-pihak yang berperan dalam kasus al-Ifk. Oleh karena itu, maknanya yaitu, ucapan-ucapan keji dari perkataan para pihak yang berperan dalam kasus al-Ifk untuk para laki-laki yang keji, nakal, bejat, dan amoral, dan sebaliknya. Ucapan-ucapan yang baik dari perkataan orang-orang yang mengingkari dan menolak al-Ifk (berita bohong dan tuduhan palsu) tersebut adalah milik para laki-laki yang baik-baih dan sebaliknya.
Secara khusus asbabun nuzul ayat di atas memang berkaitan dengan keadaan Siti Aisyah yang mendapat tuduhan keji yang tersiar bahwa Aisyah ra sudah berlaku mesum dengan Sufyan bin Muatthal. Tuduhan tersebut disebarkan oleh orang-orang munafik yang ingin menjatuhkan Rasulullah Saw.
Maka turunlah ayat ini sebagai bantahan bahwa Siti Aisyah diciptakan sebagai wanita yang baik-baik dan diperuntukkan untuk laki-laki terbaik yaitu Rasulullah. Sehingga sangat tidak masuk akal jika beliau melakukan perbuatan keji tersebut.
Jodoh adalah Cerminan Diri
Ungkapan “jodoh adalah cerminan” diri nampaknya sangat masuk akal. Sejumlah penelitian juga menyebutkan bahwa manusia normalnya tertarik terhadap sesuatu yang sudah familiar dan hal ini juga berlaku dalam urusan asmara. Paparan berulang terhadap suatu karakteristik dalam diri seseorang yang membangkitkan perasaan familiar akan membuat ketertarikan terhadap orang itu semakin besar.
Misalnya seseorang yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga dengan pecandu narkoba, maka ia juga akan cenderung bersama dengan orang lain yang sesama pecandu. Bukan karena orang itu selalu menganggapnya menarik, tetapi karena alam bawah sadar menganggap perilaku seorang pecandu sudah tidak asing lagi.
Melalui ilustrasi tersebut terlihat bahwa ketika seseorang mempunyai kebiasaan yang sama maka besar kemungkinan orang tersebut akan bersama tidak terkecuali dalam persoalan jodoh. Artinya adalah peluang terbesar seseorang akan berjodoh dengan orang yang memiliki hobi atau kegemaran serta kebiasaan yang sama pula.
Baca Juga: Surah Ar-Rum Ayat 21: Sebenarnya, Apa Makna Pasangan dalam Rumah Tangga?
Sebagaimana dijelaskan dalam ayat di atas bahwa perempuan yang baik akan diperuntukkan untuk laki-laki yang baik, begitu pula sebaliknya. Laksana Sayyidah Aisyah yang disandingkan dengan Rasulullah menunjukkan beliau adalah wanita yang baik dan terhormat sehingga pantas menjadi istri (jodoh) Rasulullah.
Penutup
Demikian Allah gambarkan dalam ayat di atas terkait dengan gambaran jodoh yang akan didapatkan masing-masing orang. Setiap manusia akan dipasangkan dengan manusia lain yang mencerminkan dirinya sendiri. Namun sekali lagi bahwa jodoh adalah “rahasia Allah” yang tidak diketahui oleh sesiapa pun. Bisa saja Allah menjodohkan lelaki yang baik dengan wanita yang kurang baik atau sebaliknya dengan tujuan saling melengkapi dan memperbaiki satu sama lain.
Hanya saja secara logis dapat dianalogikan bahwa seseorang akan lebih tertarik dengan orang yang satu frekuensi atau kebiasaan yang sama. Dengan kata lain bahwa ketika seseorang mempunyai kebiasaan yang baik tentu orang yang didekatinya atau ditargetkannya menjadi pasangan adalah yang hampir bahkan sama dengan kebiasaan dirinya, begitu pula sebaliknya. Wallahu A’lam.